Notification

×

Iklan

Iklan

Tungku Tigo Sajarangan Sepakat Jaga Amanah Sumpah Sati Bukik Marapalam

16 Desember 2018 | 14.27 WIB Last Updated 2018-12-16T07:27:21Z


Tanah Datar - Sumpah Sati Bukik Marapalam yang melahirkan filosofi Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato Adat Mamakai sebagai identitas masyarakat Minangkabau dikukuhkan kembali di Puncak Pato Nagari Batu Bulek Kecamatan Lintau Utara Kabupaten Tanah Datar, Sabtu (15/12).

Unsur tigo Tungku Sajarangan yaitu ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai serta bundo kanduang di depan unsur masyarakat Minangkabau yang hadir, bersepakat untuk menjaga amanah Sumpah Sati Bukik Marapalam. “Tagak kami indak bakisa, duduak indak baraliah, kok hiduik ka dipakai,  mati kaditumpang, kami pacik arek ganggam taguah, nan tabuhua takabek arek dalam pituah Adat Basandi Syara’, Syara Basandi Kitabullah, Adaik Bapaneh, Syara’ Balinduang, Syara’ Mangato Adaik Mamakai”.

Isi Sumpah Sati Bukik Marapalam dibacakan oleh A. Dt Mangkhudum serta penandatangannya dilakukan unsur ninik mamak yang diwakili Ketua LKAAM Tanah Datar Hafzi Dt. Batuah, unsur alim ulama diwakili Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, unsur Cadiak Pandai diwakili Akademisi Prof. Mestika Zed, unsur Bundo Kanduang diwakili Prof. Rauda Thaib serta disaksikan Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi dan Dr. Yunizal Yunus dari Bakor KAN Sumbar.

Kegiatan yang merupakan rangkaian Milad ke 50 MUI Sumbar didahului dengan Muzakarah atau Seminar yang mengangkat tema “Menguatkan kembali  Sumpah Sati Bukik Marapalam sebagai Prinsip Hidup Orang Minangkabau. Bertindak selaku narasumber Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa, Ketua Bundo Kanduang Sumbar Prof. Raudha Thaib, Sejarahwan UNP Prof. Mestika Zed, Dr. Yulizar Yunus dan Asbir Dt. Rajo Mangkuto di Hotel Emersia Batusangkar.

Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi dalam sambutannya mengungkapkan pemerintah Kabupaten Tanah Datar sangat mendukung kegiatan ini. “Berawal dari diskusi sederhana saya dengan Buya Gusrizal tentang ABS-SBK, kegiatan ini untuk menjabarkan nilai-nilai ABS-SBK dan untuk memastikan apakah Sumpah Sati Bukik Marapalam itu benar-benar ada atau hanya cerita saja, mengingat ada berbagai pendapat tentang ini,“ terang bupati.

Lebih lanjut bupati katakan kalau hal ini berlangsung terus dikhawatirkan generasi muda nanti tidak paham tentang ABS-SBK, sejarah tempatnya di mana sumpah sati ini dicetuskan, karena ada yang mengatakan tidak di sana (Pato-red), kemudian tahun berapa terjadinya, dan sebagainya.

“Dalam seminar hal ini bisa kita kupas bersama-sama, kemudian bisa dilahirkan rekomendasi-rekomendasi tentang  sejarah Sumpah Sati Bukik Marapalam, kalau masih ada ragu, silahkan lakukan lagi penelitannya,” saran bupati lagi.

Bupati sampaikan walaupun ada perdebatan tentang kegiatan ini, tetapi ini merupakan niat baik untuk meluruskan sejarah dan mewarisi kepada generasi muda.

Dijelaskan untuk kawasan Puncak Pato, saat ini sedang dilakukan pemugaran dengan anggaran provinsi, kabupaten dan dana nagari. “Dengan harapan tempat tersebut benar-benar menjadi objek wisata sejarah dan sebagai bukti-bukti kebesaran ajaran Islam,” pungkasnya.

Sementara Buya Gusrizal Gazahar menyampaikan menyikapi perkembangan terakhir masyarakat Sumatera Barat yang merupakan daerah asal Minangkabau, rasa khawatir dan cemas tidaklah cukup.

Kemaksiatan yang menjadi-jadi seperti perzinahan, perbuatan kaum sodom (LGBT), narkoba, perjudian dan lainnya, sudah sepatutnya memaksa masyarakat Minangkabau untuk melakukan muhasabah atau evaluasi terhadap kondisi dan langkah-langkah masa lalu.

“Muhasabah ini diharapkan bisa menjadi titik tolak lahirnya langkah-langkah ke depan untuk Ranah Minang yang ideal dalam cerminan ABS-SBK, Adat Mangato Syara’ Mamakai, yang selama ini diagung-agungkan,” sampai Buya Gusrizal.

Terkait Sumpah Sati Marapalam, Buya katakan walaupun pakar sejarah tidak sepakat tentang kapan terjadinya peristiwa itu, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah menjadi bai’at bersama masyarakat Minangkabau dalam mengimplementasikan tuntunan syariat dan menjalankan kehidupan sehari-hari.

Untuk itu sampai Buya perlu diulang-ulang komitmen yang sudah disepakati bersama. “Mengambil petunjuk dakwah dari para Nabi yang membawa ajaran tauhid dari semenjak nabi Adam AS sampai Muhammad SAW, ternyata mengukuhkan nilai-nilai kebaikan yang menjadi prinsip hidup merupakan keharusan,” sebut Buya mengutip ayat Alquran Surat Annisa : 163 dan hadist Rasulullah SAW.

“Mengingat komitmen ini telah goyah, harus kita kuatkan kembali, pilihannya adalah membiarkan atau menguatkan kembali, maka MUI Sumbar memilih menguatkan dan perlu dukungan ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kandung, dan pemerintah,” tegas Buya.

Terkait dengan sejarah Sumpah Sati Bukik Marapalam masih ada perbedaan. Menurut Sejarahwan Prof. Mestika Zed, secara metodologi ilmu sejarah konvensial memang belum ditemukan dokumen yang menyatakan peristiwa ini benar-benar terjadi. “Walaupun belum ada dokumen pasti, tapi saya menyakini peristiwa ini benar-benar ada karena ada metodologi sejarah alternatif yang menyebutkan bukan sejarah sebagai teks tetapi sejarah sebagai fakta sosial,” sebut Mestika.

“Telah terbukti ada sintesis adat dan Islam dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, tumbuh, berkembang, dipakai dan mengakar sebagai identitas masyarakat Minagkabau,” tegasnya lagi yang juga mengungkapkan akan terus menggali sejarah ini.

Sementara Asbir Dt Rajo Mangkuto menceritakan memiliki buku yang bertuliskan Arab Melayu tentang sejarah Bukik Sati Marapalam, yang diperoleh saat menjadi walinagari Baso tahun 1958 dan juga dimiliki 4 walinagari lain saat mengikuti suatu acara.

“Peristiwa Sumpah Sati Bukik Marapalam tahun 1403 M, merupakan bentuk peralihan kerajaan Minangkabau menjadi Kesultanan Minangkabau serta menginformasikan agar masyarakat Minangkabau harus waspada tentang perang Salib,” ucap Asbi.

Asbi Dt. Rajo Mangkuto juga mengatakan isi Sumpah Sati Bukik Marapalam terdiri dari 15 pasal 90 ayat di mana pada pasal 15 menyebutkan ada kewajiban untuk menyampaikan isi bai’at ini ke seluruh masyarakat Minangkabau.

Yulizar Yunus menyampaikan tigo tungku sajarangan harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan saling mendukung.

“Ninik mamak sebelum mengeluarkan titah ber”mufti” ke ulama terlebih dahulu, ulama menyampaikan fatwanya serta cadiak pandai berfungsi meneliti siapa yang diuntungkan dan dirugikan dengan melihat kearifan alam,” sebutnya.

Sementara Prof. Rauda Thaib menyebutkan peran bundo kanduang harus diberdayakan dalam penguatan ABS-SBK berbasis kaum.

“Bundo kanduang punya peran sangat penting dalam kaum, bundo kandung dalam arti adat adalah sebagai soko mande di kaum harus menjadi sosok terdepan mengimplementasikan ABS-SBK termasuk memperkuat kualitas kaumnya.

“Sampai-sampai bundo kanduang untuk melahirkan seorang pangulu harus dipersiapkan, cara makannya diatur, pakaian apa yang pantas dipakai, dan lainnya,” tuturnya.  

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dalam sambutan pada kegiatan seminar, menyambut baik memberi apresiasi. “Pemerintah provinisi memberi apresiasi dan mendukung kegiatan penguatan kembali nilai-nilai ABS-SBK,” sampai Irwan.

“Tiap hari kita boleh ber’bait untuk menguatkan semangat, karena pengaruh buruk terus masuk, jadi perlu pemerintah, ulama dan unsur lain perlu bahu membahu,” ucapnya lagi.

Gubernur katakan juga, masyarakat Minangkabau patut bersyukur karena memiliki bingkai hidup ABS-SBK, sementara ada daerah lain, pemerintah daerahnya kesulitan mengatur masyarakatnya ketika adat, budaya atau seni berbenturan dengan ajaran agama Islam. (Hp/Put)
×
Kaba Nan Baru Update