Pesisir Selatan, pasbana – Eksplorasi musikal terhadap kekayaan tradisi Rabab Pasisie kembali mengemuka dalam proyek riset seni pertunjukan bertajuk “Rantau Maimbau (Anak Dagang)”, yang dilaksanakan oleh tim peneliti dari ISI Padangpanjang pada 28-29 Juli 2025, di Duku, Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LPPMPP) ISI Padangpanjang. Proyek tersebut dipimpin oleh Yunaidi, S.Sn., M.Sn., bersama anggota tim Dr. Asril, S.Kar., M.Hum., dengan fokus pada analisis progres melodi Rabab Pasisie, khususnya dalam repertuar lagu Sikambang, yang mengangkat tema-tema kehidupan perantauan khas masyarakat Minangkabau.
Menurut Ketua Tim Peneliti Yunaidi, proyek ini bertujuan menggali hubungan antara melodi Rabab Pasisie dan narasi Kaba atau cerita rakyat yang diusung dalam pertunjukan tradisional Minangkabau.
"Secara musikal, progres melodi Rabab Pasisie dalam Sikambang sangat erat kaitannya dengan tema cerita yang dibawakan, terutama tema merantau yang menjadi identitas budaya masyarakat Minang,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa karakter musikal tersebut mencerminkan perjalanan sosial dan emosional orang Minang yang hidup sebagai perantau, yang biasa beradaptasi dengan lingkungan baru, dan berpindah-pindah hingga menemukan tempat yang cocok, sesuai dengan pepatah Minang: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”
Anggota tim peneliti, Dr. Asril, menjelaskan bahwa karakteristik musik Rabab Pasisie terbagi dalam dua nuansa utama: melankolik dan gembira.
“Karakter melankolik kerap dikaitkan dengan tempo lambat dan nuansa sedih. Namun menariknya, tidak semua melodi lambat membawa pesan kesedihan. Misalnya pada lagu Sikambang, meskipun melodinya lambat, liriknya tidak selalu sedih,” paparnya.
Ia juga menyampaikan bahwa kekhasan Rabab Pasisie terletak pada kecerdasan para pemainnya dalam membangun pantun dan dendang secara spontan.
“Sampiran dan isi dibentuk secara lisan dan padu dalam satu alur yang utuh, yang memperkuat pesan cerita,” lanjutnya.
Salah satu maestro Rabab Pasisie, Mursyik Chan, turut menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi terkini seni Rabab.
Salah satu maestro Rabab Pasisie, Mursyik Chan, turut menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi terkini seni Rabab.
“Sekarang Rabab mulai ditinggalkan generasi muda. Untuk bisa tetap hidup, Rabab berkolaborasi dengan organ tunggal. Irama pun disesuaikan, bisa ke arah kasidah atau dangdut, tergantung permintaan. Namun saya tetap berkomitmen mempertahankan bentuk aslinya,” tegasnya.
Pernyataan serupa disampaikan oleh pemain Rabab lainnya, Syafri Jambak. Ia menyatakan bahwa pelestarian Rabab Pasisie harus tetap berpijak pada dasar seni yang kuat. “Kami tetap mempertahankan seni ini, karena nilai kearifan lokal yang dikandungnya sangat tinggi,” ujarnya.
Dalam penelitian ini, progres melodi Rabab Pasisie dikaji secara teknis berdasarkan struktur nadanya. Rabab yang digunakan memiliki empat senar, dengan nada tali pertama diperkirakan G, tali kedua C, tali ketiga F, dan tali keempat berfungsi menjaga keseimbangan resonansi nada. “Ini penting untuk menjaga kesempurnaan getaran gesek rabab,” jelas Yunaidi.
Yang menarik, proyek ini tidak berhenti pada studi tradisional.
Tim peneliti berencana menggabungkan karakteristik Rabab Pasisie dengan elemen musik tutur dari Aceh, yaitu mop-mop. “Kami ingin menyatukan dua tradisi tutur: Rabab dari Minangkabau dan Mop-mop dari Aceh, dengan pendekatan musikal dan tematik yang segar,” ungkap Asril.
Melalui pendekatan lintas budaya ini, karya pertunjukan Rantau Maimbau akan merepresentasikan pengalaman merantau sebagai narasi kolektif, sekaligus revitalisasi musik tradisi agar tetap hidup dalam ruang budaya yang lebih luas dan kontekstual.
Proyek Rantau Maimbau menjadi contoh nyata upaya akademik dalam menjaga dan mengembangkan seni tradisi lokal agar tetap relevan dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Melalui kolaborasi lintas wilayah, eksplorasi musikal Rabab Pasisie bukan hanya menggali masa lalu, tetapi juga membangun masa depan musik tradisi Indonesia.(*)