Notification

×

Iklan

Iklan

Uban di Rambut Kita: Pesan Cinta dari Langit

19 Juli 2025 | 08:22 WIB Last Updated 2025-07-19T01:22:47Z



"Uban bukan akhir dari pesona. Ia adalah permulaan dari kedewasaan paling indah yang dikirim Tuhan sebagai pengingat, bahwa waktu tidak pernah menunggu."

Pasbana - Di tengah industri kecantikan yang sibuk menjual serum anti-aging dan krim pewarna rambut, uban sering dianggap musuh. 

Ia ditutupi, dicabut, disembunyikan. Tapi tahukah Anda, bahwa dalam tradisi Islam, sehelai rambut putih adalah pertanda cinta dari Tuhan?

Rasulullah ﷺ dengan indah bersabda:
"Uban adalah cahaya seorang mukmin. Tidaklah seorang hamba beruban sehelai pun dalam Islam, melainkan menjadi kebaikan dan pengangkat derajat baginya." (HR. Ibnu Hibban)

Kalimat itu seperti pelukan lembut bagi jiwa-jiwa yang mulai menua. Betapa di tengah kekhawatiran akan penuaan, Islam justru memuliakan rambut yang memutih sebagai bukti perjalanan hidup yang sarat makna.

Uban dan Spiritualitas: Lebih dari Sekadar Penanda Usia


Ada sebuah momen mengharukan dalam sejarah Islam. Sufyan ats-Tsauri, seorang ulama besar, menangis ketika melihat rambutnya memutih. Bukan karena takut tua. 

Tapi karena sadar: uban adalah alarm langit. Ia berkata,
"Setiap helai putih ini berbisik: Wahai Sufyan, sedikit lagi engkau akan berdiri di hadapan-Nya."

Ungkapan itu menggambarkan sebuah kesadaran mendalam: hidup bukan hanya tentang angka usia, tapi tentang apa yang telah kita isi dalam setiap waktunya.

Hal serupa juga dialami Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang dikenal zuhud. Saat menyisir rambutnya dan melihat uban yang semakin banyak, ia membaca ayat dari Surah Maryam ayat 69 dan berdoa,
"Ya Allah, jangan jadikan aku termasuk orang yang paling durhaka kepada-Mu."

Mereka tidak meratapi uban. Mereka merenung, lalu memperbaiki. Barangkali kita pun harus belajar dari mereka—membaca uban bukan sebagai musuh, tapi sebagai pelita jiwa.

Kearifan yang Terselip dalam Helai Putih


Di balik uban, tersimpan makna sosial dan budaya yang kuat. Dalam banyak masyarakat Timur, rambut putih adalah simbol kebijaksanaan. Orang tua didudukkan di kursi tertinggi dalam keluarga, karena pada merekalah segala pengetahuan, pengalaman, dan nilai diwariskan.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Gerontology menyebutkan bahwa semakin tinggi penghargaan terhadap lansia dalam suatu masyarakat, semakin rendah tingkat depresi pada generasi mudanya. 

Ada hubungan antara rasa hormat kepada yang tua dengan kualitas batin generasi penerus. Dan di antara simbol yang paling mudah dikenali dari ketuaan? Uban.

Dalam budaya Jawa pun ada istilah “sepuh”, bukan hanya soal usia, tapi kewibawaan. Semakin putih rambut seseorang, semakin tinggi tingkat “kasepuhan”-nya.


Saat Dunia Sibuk Mengecat, Agama Meminta Kita Merangkul


Memutihkan rambut adalah hal alami. Tapi yang luar biasa, Islam tidak hanya memakluminya—ia memuliakannya. 

Dalam hadits lain disebutkan:
Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang beruban dari kalangan Muslim. (HR. Abu Dawud)

Bahkan Rasulullah ﷺ mengajarkan sebuah doa khusus saat melihat uban:
Ya Allah, berkahilah ubanku, dan jadikanlah ia perhiasanku saat berjumpa dengan-Mu.”

Betapa indah. Di saat banyak orang mencari cara untuk menyembunyikan usia, Islam justru mengajarkan kita untuk menyambutnya dengan syukur.


Uban: Antara Puisi dan Pengingat Waktu


Tak hanya ulama, para penyair pun turut menuliskan kehadiran uban sebagai metafora kehidupan. 

Abu al-Atahiyah, penyair Arab klasik, menulis:
Ketika uban memanggilku: ‘Engkau telah tua’
Kujawab: ‘Benar, tapi aku belum binasa."

Sementara Al-Mutanabbi, dengan tajam menyindir:
Jika kau melihat gigi singa yang tampak, jangan kira ia sedang tersenyum.”

Uban, bagi Al-Mutanabbi, bukan tanda kelemahan—tapi peringatan bahwa kekuatan sejati sedang mendekati ujungnya. Tapi justru di sana, ada wibawa yang tak bisa dibeli.


Pelajaran Lembut dari Rambut Putih


Di era media sosial, kita sering terjebak dalam ilusi keabadian muda. Filter, cat rambut, editan digital, semua berlomba menutupi jejak usia. Tapi rambut putih datang sebagai guru sunyi: ia tak bisa dibohongi, tak bisa dihindari.

Uban mengajarkan kita untuk berdamai dengan waktu. Ia seperti suar kecil yang memandu: “Hiduplah lebih bijak, karena hari-harimu tak akan selalu panjang.”

Maka jangan cabut ia, apalagi malu padanya. Biarkan uban menjadi mahkota alamiah, bukan aib yang disembunyikan. 

Ia adalah puisi Allah yang ditulis di kepala kita — sebagai pengingat akan kematian, sekaligus tanda bahwa kita pernah hidup dengan utuh.


Uban, Tanda Cinta dari Ar-Rahman


"Rambut hitam adalah syair masa muda, uban adalah prosa kedewasaan, dan putih seluruhnya adalah epilog menuju keabadian."

Saudaraku, jika hari ini kau bercermin dan mendapati helai putih itu muncul, jangan panik. Tersenyumlah. Karena itu tanda bahwa Tuhan sedang memelukmu pelan-pelan—memanggilmu untuk lebih dekat kepada-Nya.

Jadi, biarkan ia tumbuh. Biarkan ia bersinar. Biarkan ia menjadi cahaya yang menuntun kita menua dengan bermartabat.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update