Bukittinggi, pasbana– Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan (Ditjen PPPK), bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Komunitas Gaung Marawa, menyelenggarakan Pitunang Ethnogroove 2025 pada 1 s.d. 2 Agustus 2025 di Lapangan Ateh Ngarai, Bukittinggi, Sumatra Barat.
Kegiatan ini sebagai salah satu perwujudan komitmen Kementerian Kebudayaan untuk terus mendorong pemajuan kebudayaan khususnya di bidang musik.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang hadir langsung dalam acara pembukaan mengungkapkan bahwa di tengah gelombang globalisasi saat ini, musik tradisi dapat bertahan, bersaing dan bahkan dapat terus berkembang menjadi ekosistem yang sangat baik.
“Tentu saja tradisi tidak bisa dilepaskan dari budaya kita. Oleh karena itulah kita terus mendorong dan melakukan afirmasi terhadap seni tradisi, termasuk musik tradisi,” ungkap Menteri Fadli.
Lebih lanjut Menteri Kebudayaan menekankan bahwa Kementerian Kebudayaan menempatkan musik sebagai sektor strategis dalam pemajuan kebudayaan.
“Kita berkomitmen mendorong penciptaan ruang ekspresi dan kolaborasi lintas generasi, kemudian memperkuat ekosistem musik tradisi berbasis komunitas dan inovasi. Kita jadikan musik tradisi sebagai soft power diplomasi Indonesia di panggung global,” jelas Menteri Kebudayaan.
Pitunang Ethnogroove merupakan bagian dari Festival Musik Tradisi Indonesia (FMTI) yang tahun ini diselenggarakan secara bergilir di empat provinsi: Lampung, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, dan Jawa Tengah. Tiap daerah mengusung tajuk khas lokal. Di Sumatra Barat, tajuk Pitunang Ethnogroove dipilih sebagai wujud penghargaan atas kekayaan musikal Minangkabau. Kata Pitunang dalam bahasa Minang berarti pesona atau daya pikat. Sedangkan Ethnogroove memadukan unsur tradisi (ethno) dengan irama masa kini (groove).
Indra Arifin, Direktur Festival Pitunang Ethnogroove 2025, menyampaikan bahwa festival ini menjadi ruang pertemuan lintas generasi dan genre musik, mengusung semangat pelestarian dan inovasi. “Pengetahuan musik lokal menjadi basis untuk mengeksplorasi dan mengkreasikan sebuah media baru,” ujarnya.
Festival Pitunang Ethnogroove 2025 menghadirkan musisi dan grup yang tampil antara lain: MJ Project (Padang Panjang), Ragam Raso (Agam), Gandang Tambua massal (Bukittinggi–Agam), Karawitan Kolaborasi oleh Sangku Sora, hingga Eta Margondang (Sumatra Utara), Djangat (Pekanbaru- Riau). Festival ini juga dimeriahkan oleh Jaguank feat Lab Art, Ngartini Huang & Band (Medan), artis Minang Ajo Buset, dan bintang tamu nasional Gilang Ramadhan. Penampil internasional antara lain: Frhythms Percussion (Malaysia) dan Paul Mugisha Mussa (Tanzania, Afrika Selatan).
Turut hadir dalam pembukaan festival ini Direktur Jenderal Pengembangan, Pembinaan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra; Staf Khusus Menteri Kebudayaan Bidang Protokoler dan Rumah Tangga, Rachmanda Primayuda; Direktur Film, Musik, dan Seni, Kemenbud, Syaifullah; Direktur Sarana dan Prasarana, Kemenbud, Feri Arlius; Walikota dan Wakil Walikota Bukittinggi; para Walikota/ Bupati dan para Wakil Walikota/ Wakil Bupati di Provinsi Sumatra Barat, serta para undangan dan penonton yang memenuhi Lapangan Ateh Ngarai, Bukittinggi.
Festival ini mendapatkan respon antusias dari penonton yang berasal kota Bukittingi dan sekitarnya. Sempat diguyur hujan namun tidak mengurangi semangat penonton festival. Selain pertunjukan musik, Pitunang Ethnogroove juga menjadi ruang apresiasi bagi maestro, tokoh yang telah mendedikasikan hidupnya pada musik tradisi. Maestro yang mendapatkan apresiasi langsung oleh Menteri Kebudayaan, antara lain Amril Agam (Maestro Gamad, salah satu musik tradisi Minangkabau); M. Halim yang dikenal dengan nama panggung Mak Lenggang (Maestro Saluang); Golo Tasirikeru (Maestro Mentawai).
Mendukung Regenerasi Lewat MTN Seni Budaya
Pitunang Ethnogroove juga menjadi ruang strategis dalam mendukung Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya, program prioritas nasional yang berperan dalam mengidentifikasi, mengasah, dan mengembangkan talenta di bidang seni budaya.
Melalui kegiatan ini, talenta muda yang tampil juga akan diikutsertakan dalam program MTN Ikon Inspirasi yang mempertemukan peserta dengan tokoh musik untuk berbagi wawasan dan pengalaman kreatif. Serta MTN Asah Bakat, sebuah skema pengembangan keterampilan dan jejaring yang memungkinkan para seniman muda untuk bertumbuh dalam ekosistem budaya yang inklusif dan berkelanjutan.
“Festival ini bukan hanya perayaan, tetapi juga bagian dari ekosistem pembangunan kebudayaan nasional. Melalui MTN Seni Budaya, kami menyiapkan ruang berkelanjutan agar lahirnya regenerasi talenta di bidang musik, yang tidak hanya mampu melindungi kekayaan musik tradisi, akan tetapi juga kompeten dalam mengembangkannya.” jelas Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra.
Dengan semangat tersebut, Pitunang Ethnogroove 2025 hadir sebagai perayaan yang menyentuh tiga dimensi waktu: masa lalu, kini, dan masa depan. Festival ini menjadi wujud nyata dari upaya integratif antara pelestarian, regenerasi, dan inovasi mengajak masyarakat untuk tidak hanya mengenang warisan musik tradisi, tetapi juga merayakan serta membayangkan ulang peranannya dalam kehidupan kekinian.(*)