Padang, pasbana – Kota Padang kini menjadi kota rujukan dalam pengelolaan sampah di Pulau Sumatra melalui Program Nasional Integrated Solid Waste Management Program (ISWMP).
Program ini menjadi momen strategis untuk mendorong perubahan paradigma: dari sekadar membuang sampah, menjadi memilah, mengolah, dan menjadikan sampah sebagai potensi ekonomi.
Menurut Maria Doeni Isa, Kepala BPBPK Sumatera Barat – yang hadir dalam lokakarya “Penguatan Peran Aktif Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah”, rata-rata timbulan sampah harian Kota Padang mencapai 643 ton, dengan 466,5 ton dibuang ke TPST dan 136,4 ton dipilah .
Artinya, hanya sekitar 40% saja yang terpilah sejak dari sumbernya—sisa 60% langsung berakhir di tempat pembuangan akhir.
Angka ini menunjukkan tantangan besar, sekaligus peluang untuk menyulap Padang menjadi kota contoh bagi pengelolaan sampah modern di Sumatra.
Berbagai inovasi dan upaya konkret telah dijalankan untuk menekan angka timbulan sampah serta memperkuat pengelolaan lereng hingga hilir:
Lembaga Pengelola Sampah (LPS): Hingga Februari 2025 telah terbentuk 90 LPS, dengan target 104 LPS tercapai di awal Maret.
LPS ini berperan memungut sampah dari rumah warga hingga ke TPS, mengurangi 30 ton sampah yang sebelumnya dibuang sembarangan .
Pendekatan Inovatif: Pemerintah kota bersama UNES tengah menjajaki pengelolaan sampah berbasis teknologi Internet of Things (IoT) .
Pemanfaatan maggot: Anggaran DAK lingkungan hidup difokuskan untuk pembangunan unit-unit pengolahan sampah organik dengan biokonversi maggot, sementara sektor swasta digandeng melalui program CSR .
Strategi JAKSTRADA: Target pengurangan sampah hingga 30%, serta penanganan 70% sampah secara optimal—berangkat dari prinsip ekonomi sirkular, bukan sekadar linier—sedang dalam tahap pelaksanaan .
Modal Sosial Melalui Bank Sampah: Studi pada Waste Bank Sakinah menunjukkan betapa kekuatan social capital—kepercayaan, komitmen, dan transparansi—menjadi pilar penting dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas .
Jika sampah domestik tidak dipilah dengan benar, dampak lingkungan seperti pencemaran air, udara, dan risiko kesehatan bagi ibu hamil, balita, maupun lansia bisa makin parah.
Dengan langkah-langkah bijak di atas, Kota Padang bukan hanya mengelola sampah—melainkan juga menjaga kualitas hidup masyarakatnya serta menjaga citra Kota Wisata yang bersih dan ramah lingkungan.
Menurut Maria Doeni Isa, penunjukan Padang sebagai based practice adalah “momentum untuk membuktikan bahwa kita bisa lebih baik lagi dan menjadi contoh yang benar-benar ideal bagi daerah lain di Sumatera.”(*/taf)