Notification

×

Iklan

Iklan

Saatnya Daerah Cari Duit Sendiri: Tantangan Fiskal Menanti 2026–2027

27 Agustus 2025 | 20:37 WIB Last Updated 2025-08-28T01:19:31Z


Pasbana - Bayangkan kalau setiap bulan kita selalu dapat kiriman uang dari orang tua. Lama-lama, kita jadi terbiasa mengandalkan transfer itu untuk memenuhi kebutuhan. 

Nah, kondisi itu mirip dengan banyak daerah di Indonesia: selama bertahun-tahun, keuangan daerah sangat bergantung pada dana transfer pusat.

Namun mulai tahun 2026, situasinya berubah. Pemerintah pusat memastikan dana transfer akan berkurang. Artinya, setiap daerah harus mulai mencari cara untuk menghidupi diri sendiri lewat Pendapatan Asli Daerah (PAD).

PR Berat: Cari Sumber PAD Baru


Persoalannya, mencari PAD itu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak mungkin pemerintah daerah terus menekan rakyat dengan pajak baru. 

"Kalau hanya andalkan pajak, yang terbebani ya masyarakat juga. Solusinya, daerah harus bisa menghidupkan swasta, membuka ruang kolaborasi, dan tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri," kata seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menurut data Kementerian Keuangan (2024), rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD masih di bawah 20% untuk sebagian besar daerah, terutama kabupaten/kota di luar Jawa.

Sisanya masih ditopang dana transfer pusat. Dengan kondisi ini, wajar jika banyak kepala daerah mulai gelisah.

Tahun 2027: Batasan Baru Belanja Pegawai


Tantangan lain datang pada 2027. Mulai tahun itu, belanja pegawai di daerah dibatasi maksimal hanya 30% dari APBD

Padahal, berdasarkan APBD Perubahan 2025, masih banyak daerah yang belanja pegawainya menyedot lebih dari 45% anggaran. Artinya, ruang fiskal untuk pembangunan semakin sempit.

Seorang peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut, problem klasik daerah adalah “lebih sibuk membayar gaji pegawai dibanding membangun fasilitas publik.” Jika kondisi ini tak berubah, sulit rasanya daerah bisa mandiri.

Pesan Mendagri: Jadi Birokrat Rasa Wirausahawan


Dalam beberapa kesempatan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengingatkan agar birokrat daerah mulai berpikir seperti wirausahawan. 

“Semua birokrat harus punya semangat entrepreneur, bukan untuk menambah kantong pribadi, tapi untuk mendongkrak PAD,” tegasnya.

Tito juga meminta daerah memangkas anggaran seremonial yang sering menghabiskan biaya besar, namun minim dampak.

 “Arahkan anggaran untuk program produktif yang bisa menghasilkan,” tambahnya.

Bahkan, ia sempat berseloroh agar kepala daerah bisa tegas mengatur anggaran seperti emak-emak rumah tangga yang pintar menyiasati dapur dengan uang terbatas.

Dari dan Untuk Kita Sendiri
Pesan itu jelas: sudah saatnya daerah mencari duit sendiri, dari potensi lokal, oleh masyarakat, dan untuk kesejahteraan bersama.

Beberapa contoh sudah terlihat. Yogyakarta sukses mengandalkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Surabaya gencar menarik investasi swasta lewat layanan perizinan yang transparan. Banyuwangi dikenal berhasil mendongkrak PAD lewat festival budaya yang mendatangkan wisatawan.

Jika daerah-daerah lain bisa mencontoh langkah tersebut, bukan mustahil tantangan fiskal 2026–2027 akan berubah menjadi peluang emas untuk memperkuat kemandirian ekonomi daerah.
Karena pada akhirnya, seperti pesan Mendagri: “Saatnya setiap daerah mencari duit sendiri. Dari, oleh, dan untuk kita.” (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update