Notification

×

Iklan

Iklan

Sosok-sosok Perempuan Teladan Dalam Islam

14 Agustus 2025 | 06:31 WIB Last Updated 2025-08-14T03:19:42Z


Pasbana - Di halaman-halaman emas sejarah Islam, perempuan bukan sekadar penonton. Mereka adalah tiang penyangga peradaban, lentur namun kokoh—seperti “gunung yang menari”, istilah puitis yang disematkan oleh penulis Aidh Al-Qarni.

Ia menulis, "Kecantikan sejati bukan pada batu yang kaku, tapi pada dahan yang meliuk tak patah."
Perempuan-perempuan ini bukan hanya cantik parasnya, tapi juga teguh hatinya. 

Nabi Muhammad ﷺ sendiri pernah bersabda, yang diriwayatkan Imam Ahmad:
“Cukuplah bagimu (teladan) perempuan seluruh alam: Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Fir’aun.”

Empat nama itu adalah mercusuar abadi, tetapi kisah keteladanan perempuan tidak berhenti di situ.


Khadijah RA: Sang Pelindung Pertama

Bayangkan, wahyu pertama baru saja turun. Rasulullah gelisah, gemetar. Siapa yang pertama merangkul dan meyakinkan beliau? Khadijah.

Ia menghabiskan seluruh hartanya—sekitar 70.000 dinar—untuk dakwah. Saat kaum Muslim diboikot dan dikurung di Syi’ib Abi Thalib, ia bertahan tiga tahun dengan makanan seadanya, bahkan daun kering.

Rasulullah ﷺ pernah mengenang dengan mata berkaca,
“Dia percaya padaku saat semua mendustakan, menghiburkanku saat dunia meninggalkanku…”


Sumayyah binti Khayyat: Syahidah Pertama

Tak banyak yang tahu, perempuan pertama yang gugur membela Islam adalah seorang budak tua. Sumayyah berdiri tegak di hadapan Abu Jahal. Saat ditanya apakah ia membenci berhala-berhala Quraisy, jawabannya tegas:
“Benar! Tiada Tuhan selain Allah.”

Tombak menembus tubuhnya, namun senyum tetap terpatri. Ia wafat sebagai simbol bahwa keberanian tak mengenal usia atau status sosial.

Ummu Sulaim: Ikhlas di Tengah Duka

Anaknya, Abu Umair, wafat saat suaminya sedang bepergian. Sendirian, ia memandikan dan menyiapkan jenazah sang buah hati. Saat sang suami pulang, Ummu Sulaim menyambutnya dengan senyum, wewangian, dan hidangan.

Ia berkata lembut,
“Anak kita adalah amanah Allah. Kini Dia mengambilnya. Mari kita ikhlaskan.”
Malam itu mereka shalat bersama, dengan hati lapang yang mungkin sulit dibayangkan oleh banyak orang tua masa kini.


Ummu Imarah: Perisai di Medan Uhud

Perang Uhud, pasukan Muslim terdesak. Ummu Imarah maju dengan pedang dan panah, melindungi Rasulullah. Ia terluka 12 kali, tapi terus bertahan.

Saat putranya juga terluka, ia merobek ikat pinggang untuk membalut lukanya, lalu kembali bertempur. Rasulullah bersabda:
“Tak ada yang sanggup bertahan hari ini kecuali dirimu!”

Keteguhan yang Menginspirasi Zaman

Kisah-kisah ini bukan sekadar romantika masa lalu. Psikolog modern menyebut ketahanan mental seperti ini sebagai resilience—kemampuan bangkit dari tekanan hidup. Dalam konteks spiritual Islam, sifat ini diperkuat oleh keyakinan bahwa Allah selalu bersama orang yang sabar, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anfal: 46.

Penulis Mesir, Dr. Raghib As-Sirjani, menyebut keteladanan perempuan dalam sejarah Islam sebagai “energi moral” yang tak hanya memengaruhi keluarga, tapi juga peradaban. Dari rumah, dari medan perang, dari pasar hingga mimbar, peran mereka mengalirkan kekuatan yang tak lekang dimakan waktu.


Pelajaran untuk Perempuan Masa Kini

Di era media sosial, godaan terbesar adalah membandingkan hidup kita dengan orang lain. Kisah para perempuan ini mengajarkan bahwa kekuatan bukan soal popularitas, tapi soal prinsip yang tak goyah.
Mereka mengubah derita menjadi doa, kesedihan menjadi kekuatan, dan badai menjadi jalan menuju Allah.

Seperti yang digambarkan Aidh Al-Qarni,
“Kesabaran perempuan ibarat pohon kurma: kian kencang angin menerpa, kian dalam akarnya menghunjam, kian manis buahnya masak.”
Maka, wahai para perempuan, jadilah gunung yang menari—teguh di kaki, lentur di hati. Karena dari keteguhanmulah, sejarah menulis bab-bab terindahnya.

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update