Notification

×

Iklan

Iklan

Inspirasi Al-Ghuraba: Teguh Dalam Kebenaran

19 September 2025 | 06:42 WIB Last Updated 2025-09-19T00:20:36Z


Pasbana - Di era media sosial, ketika popularitas diukur dengan jumlah “like” dan “follower”, ada sekelompok kecil orang yang memilih jalan berbeda: menjadi “si asing” – bukan karena aneh, tapi karena teguh memegang nilai di tengah derasnya arus zaman.

Fenomena ini sejatinya bukan hal baru. Lebih dari 14 abad lalu, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya. Maka berbahagialah orang-orang yang asing.”
(HR. Muslim)

Kata ghuraba – orang asing – bukan berarti terasing secara sosial, melainkan mereka yang tetap teguh di jalan kebenaran ketika banyak orang melupakannya. 

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang memperbaiki agama ketika manusia merusaknya (HR. Ahmad).

Jejak Para “Asing” yang Mengubah Dunia


Sejarah mencatat nama-nama yang menjadi simbol keistiqamahan. 

Ada Sumayyah binti Khayyath RA, perempuan pertama yang syahid dalam Islam. Ia disiksa Abu Jahal hingga gugur dengan kalimat “Ahad, Ahad!” terucap di bibirnya. Namanya abadi sebagai bukti: keteguhan jauh lebih berharga daripada jumlah pengikut.

Ada pula Mus’ab bin Umair RA, pemuda Quraisy yang dulu dikenal glamor, namun rela meninggalkan kemewahan demi dakwah. 

Dialah duta pertama Nabi ke Madinah, yang wafat syahid di Uhud. Begitu miskinnya hingga kain kafannya tak menutupi seluruh tubuhnya.

Abu Dzar Al-Ghifari RA menjadi ikon keberanian melawan ketidakadilan. Ia lantang mengingatkan penguasa yang menimbun harta, hingga akhirnya diasingkan ke padang Rabdzah. 

Rasulullah SAW mendoakannya: Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Ia hidup sendirian, mati sendirian, dan kelak dibangkitkan sendirian.”

Kisah lain datang dari Ammar bin Yasir RA. Tubuhnya disiksa hingga luka parah, namun Nabi SAW menghiburnya: Api neraka tidak akan menyentuhmu. (HR. Ahmad).

Contoh-contoh ini mengingatkan bahwa dalam sejarah, jumlah yang sedikit justru sering menjadi motor perubahan besar. 

Nabi Nuh AS berdakwah 950 tahun hanya diikuti segelintir orang, namun merekalah yang selamat dari banjir besar.

Pasukan Badar yang hanya 313 orang mampu mengalahkan 1.000 tentara Quraisy.

Relevansi di Zaman Modern


Di tengah budaya pamer di media sosial, menjadi ghuraba berarti berani tampil sederhana. 

Di tengah godaan korupsi, menjadi ghuraba berarti tetap jujur. Di tengah kompetisi tanpa henti, menjadi ghuraba berarti menjaga hati tetap tenang.

Psikolog sosial Dr. Jonathan Haidt menyebut bahwa konsistensi moral di tengah tekanan sosial adalah bentuk keberanian moral yang paling langka. 

“Manusia cenderung mengikuti kerumunan. Butuh keberanian ekstra untuk tetap teguh pada nilai meski berbeda dari mayoritas,” ujarnya dalam bukunya The Righteous Mind (2012).

Spiritualitas, menurut penelitian Harvard T.H. Chan School of Public Health (2020), terbukti memperkuat kesehatan mental dan membantu seseorang bertahan menghadapi stres.

Artinya, pilihan menjadi “si asing” yang konsisten beribadah di malam hari atau menolak godaan dunia bukan hanya mulia, tapi juga menyehatkan jiwa.

Menjadi Bagian dari Pasukan Khusus


Menjadi “asing” bukan berarti menyendiri tanpa tujuan, melainkan bagian dari “pasukan khusus” yang dipilih Allah untuk menjadi penjaga nilai. 

Seperti ditulis ulama Ibnul Qayyim, “Ghuraba adalah mereka yang memperbaiki ketika manusia merusak, mereka yang bersabar saat dicela, dan tetap berdakwah meski ditinggalkan.”

Mungkin jumlah mereka sedikit, tetapi sejarah membuktikan: justru dari kelompok kecil inilah lahir perubahan besar.

Jadi, jika hari ini Anda merasa sendiri dalam kebaikan, jangan gusar. Kesendirianmu adalah sekolah jiwa, tempat ditempa menjadi pribadi tangguh. 

Sebab, surga justru dipenuhi oleh “minoritas” yang berani menukar popularitas dunia dengan ridha Tuhan.

فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Maka berbahagialah orang-orang yang asing!”
(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update