Pasbana - Di tengah riuhnya upacara adat Minangkabau, sosok seorang penghulu akan tampak menonjol bukan hanya dari pakaian adat yang ia kenakan, tetapi juga dari sebuah benda sederhana namun penuh makna: tungkek, atau tongkat penghulu.
Sekilas, tungkek mungkin terlihat seperti tongkat biasa—terbuat dari kayu yang kokoh dan lurus, kadang dihiasi kepala perak.
Namun bagi orang Minang, tongkat ini adalah simbol kehormatan dan identitas seorang penghulu, pemimpin adat yang dihormati oleh anak kemenakan dan kaumnya.
Lebih dari Sekadar Tongkat
Tungkek bukan sekadar penopang langkah. Ia adalah representasi dari tanggung jawab, amanah, dan kewenangan.
Seorang penghulu yang memegang tongkat berarti ia memegang kuasa adat sekaligus beban moral untuk melindungi, membimbing, dan menegakkan aturan.
“Tongkat penghulu itu ibarat bendera bagi sebuah negara. Ia simbol kewibawaan,” ujar Dr. Mestika Zed, sejarawan Minangkabau.
Selain sebagai lambang kepemimpinan, tongkat juga mencerminkan kekuatan dan kestabilan.
Kayu yang lurus dan kokoh diibaratkan karakter seorang penghulu: tegas, adil, dan mampu menjadi penyangga ketika masalah datang.
Filosofi yang Melekat
Dalam budaya Minang, seorang penghulu bukan sekadar pemimpin administratif. Ia adalah figur moral.
Tungkek yang digenggam erat di tangan kanan seolah mengingatkan bahwa setiap keputusan yang diambil harus lurus, jelas, dan tidak berat sebelah.
Bahkan, ada beberapa tungkek yang dirancang khusus dengan isi pedang atau pisau kecil di dalamnya.
Filosofinya, pemimpin harus siap membela dan melindungi kaumnya, meski dengan risiko besar.
Warisan Budaya yang Tetap Hidup
Hingga kini, penggunaan tungkek masih terlihat dalam berbagai upacara adat seperti pengangkatan penghulu, pesta alek nagari, atau acara resmi lainnya.
Kehadirannya menegaskan bahwa meskipun zaman terus berubah, nilai-nilai adat Minangkabau tetap kokoh berdiri.
Antropolog budaya Universitas Andalas, Prof. Gusti Asnan, menyebutkan bahwa simbol-simbol seperti tungkek berperan penting dalam menjaga identitas kolektif masyarakat Minang.
“Ia bukan hanya aksesoris, melainkan pengingat tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan nilai apa yang harus kita pegang,” jelasnya.
Menjaga Filosofi di Era Modern
Generasi muda Minangkabau kini mulai diajak untuk kembali memahami makna tungkek, bukan sekadar melihatnya sebagai benda pusaka.
Sejumlah komunitas adat di Sumatera Barat kerap mengadakan workshop budaya yang menjelaskan filosofi pakaian adat, termasuk simbol tongkat penghulu.
Bagi orang Minang, selama masih ada tungkek yang tegak digenggam penghulu, selama itu pula adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah—falsafah hidup orang Minangkabau—akan tetap hidup. Makin tahu Indonesia.(*)