Notification

×

Iklan

Iklan

Tips Membangun Semangat Literasi di Rumah Cahaya

18 November 2025 | 10:51 WIB Last Updated 2025-11-18T04:04:32Z
 

Oleh: Isna

Padang, Pasbana - Tidak semua gerakan besar lahir dari ruangan megah. Di sebuah rumah sederhana di Jl. Ampang Karang Ganting Gg. Jambak I No.7c, Kota Padang, rak kayu yang penuh buku dan meja kecil di sudut ruangan menjadi saksi lahirnya sebuah gerakan literasi yang kini menyentuh banyak hati.

Rumah itu bernama Rumah Cahaya. Berdiri sejak 2008 di bawah naungan Forum Lingkar Pena (FLP) Sumbar, tempat ini pada awalnya hanya ruang penyimpanan koleksi buku pribadi keluarga Bapak Amrullah dan istrinya, Dila Yusnia. Namun pada 2024, mereka sepakat membuka rumah sederhana itu untuk menjadi ruang baca bagi masyarakat.

“Kami ingin anak-anak bisa membaca kapan pun mereka mau, tanpa harus membeli buku,” ujar Amrullah, Jumat sore itu ketika kegiatan membaca nyaring baru saja usai.

Dari perjalanan Rumah Cahaya, ada banyak langkah sederhana yang bisa ditiru siapa pun yang ingin memulai gerakan literasi dari lingkungan terdekat. 

Berikut panduan praktis yang dapat dijadikan inspirasi.

1. Mulai dari Koleksi Buku yang Sudah Ada

Gerakan literasi tidak harus dimulai dari rak penuh buku. Rumah Cahaya memulai semuanya dari puluhan buku keluarga yang mulai terabaikan karena sudah terbaca di lemari. 

Beberapa buku cerita, buku bergambar, dan majalah anak-anak sudah cukup menjadi modal awal. Yang dibutuhkan bukan banyaknya buku, tetapi kemauan membuka akses dan ruang bagi anak-anak sekitar.

Untuk itu mulailah dengan mengumpulkan buku-buku lama yang masih layak baca, kita juga bisa meminta teman atau keluarga menyumbang 1–2 buku. Setelah itu cukup sediakan rak sederhana atau kardus khusus untuk buku pertama.

2. Hadirkan Kegiatan Membaca yang Menyenangkan

Di Rumah Cahaya, membaca bukan kewajiban, tetapi kegiatan menyenangkan yang ditunggu anak-anak. Setiap akhir pekan, ramai anak-anak datang mereka membaca nyaring secara bergantian, bahkan anak yang belum bisa membaca bisa menyimak bacaan dalam kegiatan ini.

Storytelling pendek juga dilaksanakan terkadang diselingi dengan membuat karya kecil setelah membaca meskipun itu hanya membuat cerita sendiri dari cerita yang sudah dibaca. 

Cara ini membuat membaca terasa seperti bermain. Anak-anak datang bukan karena dipaksa, tetapi karena mereka merasa dilihat, didengar, dan dihargai. Untuk itu rumah cahaya menggunakan buku cerita bergambar, anak-anak diberi kebebasan memilih buku sendiri.

3. Buat Sistem Peminjaman Buku yang Sederhana

Rumah Cahaya menggunakan kartu kecil atau buku catatan untuk mencatat peminjaman. Walaupun sederhana, sistem ini melatih anak bertanggung jawab pada buku yang dipinjam. 

Keuntungan sistem sederhana ini mudah dijalankan, tidak memerlukan teknologi, dan anak-anak dilatih utuk belajar disiplin dan jujur. Sebagai pengelola cukup gunakan buku catatan khusus kolom berisi nama – judul – tanggal pinjam – tanggal kembali.

Batasi peminjaman 1 buku/anak agar mudah dikontrol. Sediakan kotak pengembalian buku.

4. Bangun Jejaring dengan Komunitas Literasi

Perkembangan Rumah Cahaya tidak lepas dari kolaborasi. Lapak Baca, taman baca komunitas, Pustaka Steva, hingga Dinas Pustaka Padang menjadi mitra rutin mereka. Dengan adanya kolaborasi memungkinkan rumah baca mendapat penambahan buku lewat donasi. 

Mendapat relawan pembaca seperti mahasiswa juga sering datang mengunjungi rumah cahaya, sehingga kegiatan literasi anak lebih terlatih dan kegiatan lebih bervariasi dari relawan sehingga anak-anak tidak bosan. 

Untuk membangun jejaring dengan komunitas lain buat akun Instagram untuk dokumentasi. Unggah kegiatan secara rutin agar banyak orang melihat. Jangan ragu meminta sumbangan buku dengan sopan.

5. Jemput Pembaca Lewat Program Buku Keliling

Program Buku Keliling (Bukling) menjadi daya tarik Rumah Cahaya. Tas dan kotak besar berisi buku dibawa ke berbagai tempat diantaranya TPQ Al Jamaah, TPQ Nurul Hidayah, Pengungsian kebakaran. 
Buku-buku dibentang di tikar, anak-anak duduk melingkar, lalu memilih buku masing-masing. 

Dalam beberapa kesempatan, ada lomba mewarnai, tebak tokoh, hingga bercerita ulang isi buku.

“Literasi harus hadir di mana pun anak-anak berada,” ujar Amrullah.
Ketika mengujnungi anak-anak pada program Bukling kitab isa menggunakan tas ransel besar khusus buku. 

Lalu siapkan tikar untuk tempat duduk, pilih tempat yang aman dan teduh. Sediakan 1–2 relawan untuk mendampingi seperti rumah cahaya selalu didampingi relawan Zilvia dan Angelina.

6. Bangun Suasana Hangat yang Membuat Anak Betah

Anak-anak senang datang ke Rumah Cahaya karena suasananya ramah, hangat, dan tidak menggurui. Mereka bebas memilih buku, bermain puzzle, menggambar, atau membantu menyusun rak. Suasana yang hangat membuat mereka merasa rumah itu “milik bersama”. 

Sebagai pengelola sapa anak yang datang dengan nama, Pajang hasil karya mereka di dinding, berikan hadiah kecil saat mereka menyelesaikan membaca buku meskipun hanya jajanan seribuan. 

Buat aturan sederhana tanpa membuat mereka tertekan untuk kedisiplinan seperti harus merapikan Kembali buku ketempat semula. 

7. Selipkan Kegiatan Kreatif yang Mendukung Literasi

Rumah Cahaya tidak hanya membaca. Mereka juga membuat bunga dari kertas bekas, menggambar dan mewarnai, membuat cerita pendek sederhana, memasak bersama bahkan berbagi makanan kecil. 

Kegiatan ini membuat anak-anak menerapkan nilai yang mereka baca—kerja sama, kesabaran, percaya diri, dan keberanian tampil. 

Cukup menggunakan bahan bekas untuk kegiatan kreasi. Buat tema mingguan, misalnya “bunga”, “laut”, atau “pahlawan”. Terakhir dokumentasikan karya anak agar mereka merasa dihargai.

8. Buat Jadwal Rutin Agar Literasi Menjadi Kebiasaan

Rumah Cahaya terbuka setiap hari untuk mereka jika ingin membaca, bermain ataupun mengerjakan tugas. Setiap akhir pekan diadakan kegiatan terjadwal membuat anak-anak memiliki waktu khusus untuk membaca. 

Konsistensi membuat gerakan ini bertahan hingga sekarang. Pengelola menggunakan papan pengumuman atau grup WhatsApp masyarakat untuk mengingatkan dan selalu buka kegiatan meski hanya sedikit anak yang datang.

9. Jadikan Literasi sebagai Gerakan Sosial

Rumah Cahaya mengajarkan literasi tidak hanya lewat membaca, tetapi lewat aksi peduli. Program mereka juga mencakup, berbagi pakaian, berbagi makanan, Kegiatan pilah sampah, aksi lingkungan kecil-kecilan. 

Dengan cara ini, anak-anak belajar bahwa orang yang suka membaca juga harus suka berbuat baik. Tips praktisnya ajak anak membawa barang bekas layak pakai untuk disumbangkan. Selipkan pesan moral setiap kegiatan membaca. Gelar aksi sederhana seperti “bersih lingkungan 10 menit”.

10. Jadilah Penggerak, Bukan Pengamat

Rumah Cahaya berkembang bukan hanya karena buku, tetapi karena ketulusan pengelolanya. “Mulailah dari buku di rumah, meskipun hanya satu buku, karena jika niatnya baik, nanti akan berkembang sendiri,” ujar Amrullah. 

Gerakan literasi memang tidak selalu cepat, tetapi setiap langkah kecil menyisakan jejak bagi anak-anak. Rumah Cahaya membuktikan bahwa niat baik, konsistensi, dan keberanian untuk memulai bisa mengubah lingkungan. Dari rumah yang sangat sederhana, lahir semangat membaca, berkarya, dan peduli sesama.

“Selama masih ada anak-anak yang mau membaca, kami akan terus membuka pintu,” tutup Amrullah.

Siapa pun dapat melakukan hal serupa. Tidak perlu menunggu fasilitas lengkap. Yang dibutuhkan hanyalah satu ruang kecil, beberapa buku, dan hati yang ingin menerangi masa depan anak-anak. Jadi cahaya itu bisa dimulai dari rumah sendiri.
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update