Notification

×

Iklan

Iklan

IPM Naik, Ekonomi Tak Melaju: Sumatera Barat Hadapi Paradoks Pembangunan Manusia

14 Desember 2025 | 19:57 WIB Last Updated 2025-12-15T03:31:35Z
“Warga menikmati sore di Taplau Padang - sebuah jeda kecil dari realitas ekonomi yang bergerak pelan.”



Oleh :  Rahma Widya Putri *)


Padang, pasbana – Dalam lima tahun terakhir, Sumatera Barat mencatat kemajuan signifikan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, kemajuan itu ternyata tidak sejalan dengan percepatan ekonomi. Sebuah paradoks baru kini menjadi bahan diskusi publik: kualitas hidup meningkat, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak ikut terdorong.

Gambar 1. Data IPM Sumatera Barat
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Barat 2019-2023, data diolah


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat terus mengalami perbaikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan IPM provinsi ini naik dari 73,18 pada 2019 menjadi 75,64 pada 2023. Angka tersebut tidak hanya termasuk kategori tinggi, tetapi juga berada di atas rata-rata nasional yang berada pada level 74,39.

Namun capaian tersebut tidak berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat hanya mencapai 4,62 persen, masih berada di bawah pertumbuhan nasional yang menembus 5,05 persen. Bahkan dalam rentang lima tahun, grafik ekonomi Sumbar terlihat stagnan dan tidak berakselerasi mengikuti peningkatan kualitas manusianya.

Fenomena ini disebut para peneliti sebagai paradoks pembangunan manusia, kondisi ketika kualitas SDM meningkat, tetapi tidak memberikan dorongan kuat bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

IPM Naik Konsisten, Namun Ekonomi Bergerak Lambat


Peningkatan IPM mencerminkan bahwa masyarakat Sumbar semakin baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, dan daya beli. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan performa ekonomi daerah.

Gambar 2. Data Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat, 2019-2023
Sumber : Badan Pusat Statistik 2019-2023, data diolah


Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat dalam lima tahun terakhir menunjukkan pola pergerakan yang lambat dan tidak stabil. Pada tahun 2019, ekonomi daerah ini masih berada pada posisi yang cukup kuat dengan pertumbuhan 5,01  persen. Namun situasinya berubah drastis pada 2020 ketika pandemi melanda, membuat aktivitas ekonomi terhenti dan menyebabkan kontraksi hingga -1,61 persen. Tahun tersebut menjadi titik terendah sekaligus awal dari fase pemulihan.

Setahun kemudian, perekonomian mulai bangkit meski langkahnya masih tertatih. Pertumbuhan berbalik positif menjadi 3,29 persen pada 2021, menandakan bahwa aktivitas ekonomi mulai pulih tetapi belum sepenuhnya kembali ke level sebelum pandemi. Pada 2022, perbaikan ini berlanjut dengan peningkatan ke 4,36 persen, disusul lagi oleh angka 4,62 persen pada 2023.

Inilah yang kemudian menjadi konteks penting dalam melihat paradoks pembangunan manusia di provinsi ini: kualitas SDM meningkat, tetapi energi ekonomi untuk tumbuh cepat belum muncul. Ekonomi bergerak, tetapi belum berlari.

Angka tersebut menggambarkan pemulihan, tetapi bukan percepatan. Sementara provinsi lain di Sumatra mampu tumbuh di atas 5 persen, Sumbar masih bertahan di zona pertumbuhan menengah.

Mengapa Paradoks Ini Terjadi?


Sejumlah faktor diduga menjadi penyebab utama mengapa peningkatan kualitas manusia di Sumatera Barat tidak otomatis mendorong pertumbuhan ekonomi.

1. Struktur Ekonomi Masih Didominasi Sektor Tradisional

Ekonomi Sumbar masih bertumpu pada:
  • perdagangan konvensional,
  • pertanian subsisten,
  • usaha rumah tangga,
  • dan sektor informal lainnya.

Sektor-sektor ini memiliki nilai tambah rendah sehingga tidak memberikan lonjakan ekonomi meski tenaga kerja semakin terdidik.

“IPM memang naik, tapi jika strukturnya masih didominasi sektor tradisional, dampaknya ke ekonomi tidak besar,” papar salah satu analis ekonomi daerah.

2. Mismatch Tenaga Kerja: Pendidikan Tinggi, Lapangan Kerja Belum Siap

Setiap tahun ribuan lulusan sarjana dan diploma dihasilkan perguruan tinggi di Sumbar. Namun lapangan kerja modern belum berkembang seimbang.

Industri pengolahan, teknologi, ekonomi digital, dan sektor kreatif masih di tahap awal. Akibatnya, tenaga kerja terdidik kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai keterampilan.

Fenomena ini dikenal sebagai mismatch skill, yang membuat peningkatan IPM tidak sekaligus mendorong produktivitas ekonomi.

3. Ketimpangan Antarwilayah Menghambat Dampak Positif IPM

Perbandingan antar daerah di Sumbar sangat mencolok.

  • Kota Padang, Bukittinggi, Padang Panjang → IPM tinggi
  • Kabupaten Solok Selatan, Pasaman Barat, Mentawai → jauh tertinggal

Ketimpangan ini membuat peningkatan IPM di kota tidak cukup kuat mengangkat ekonomi provinsi secara keseluruhan.

Penelitian regional di Sumatra juga menunjukkan pola serupa. Studi Zulha et al. (2024) menegaskan bahwa pembangunan manusia lebih berpengaruh pada pengurangan kemiskinan daripada pertumbuhan ekonomi. Sementara Satriawan et al. (2025) menemukan ketimpangan dan pengangguran sebagai penghambat utama pertumbuhan inklusif.

“Bukittinggi menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pariwisata, tetapi perkembangan ini belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar secara signifikan.”


Apa Dampaknya Jika Tidak Ditangani?


Jika kondisi paradoks ini dibiarkan, Sumatera Barat bisa menghadapi risiko:

  • Stagnasi ekonomi jangka panjang, karena daerah tidak bisa bergerak menuju sektor berproduktivitas tinggi.
  • Brain drain, ketika generasi muda terdidik memilih merantau ke luar daerah karena minimnya peluang kerja berkualitas.
  • Kesenjangan wilayah semakin melebar, sehingga wilayah maju makin maju sementara daerah pinggiran semakin tertinggal. Wilayah maju seperti Padang terus berkembang, sementara daerah pinggiran semakin tertinggal.

Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?


Untuk mengakhiri paradoks ini, Sumatera Barat perlu melakukan transformasi struktural yang menghubungkan pembangunan manusia dengan sektor ekonomi bernilai tambah. 

Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain:
1. Mendorong Sektor Bernilai Tambah Tinggi
Seperti industri pengolahan, pariwisata modern, ekonomi kreatif, dan UMKM berbasis inovasi.

2. Menyelaraskan Pendidikan dengan Kebutuhan Industri
Program vokasi, pelatihan digital, inkubasi bisnis, serta kerja sama kampus–industri harus diperkuat.

3. Mengurangi Ketimpangan Antarwilayah
Mempercepat pemerataan infrastruktur, investasi, dan layanan publik di kabupaten-kabupaten tertinggal.

Kesimpulan: SDM Sudah Siap, Ekonomi Perlu Menyusul


Kenaikan IPM Sumatera Barat dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat semakin berkualitas dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan dasar. 

Namun kualitas manusia yang semakin baik harus diimbangi dengan sektor ekonomi yang mampu menyerap, mengolah, dan memanfaatkan potensi tersebut. Tanpa transformasi ekonomi, peningkatan IPM hanya akan menjadi statistik yang tidak sepenuhnya terasa dalam kehidupan nyata masyarakat. 

Paradoks ini menjadi pengingat bahwa pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi harus berjalan beriringan. Sumatera Barat sudah membangun manusianya tantangan berikutnya adalah membangun ekonominya. (*)

*)
Nama    Rahma Widya Putri
NIM    : 2210511021
Departemen : Ekonomi
Fakultas  : Fakultas Ekonomi dan Bisnis-  Universitas Andalas

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update