Pasbana - Dalam dunia yang makin terhubung dan kompetitif ini, gelar akademik menjadi lambang kesuksesan banyak orang. S1, S2, bahkan S3 telah menjadi “mahkota” yang dibanggakan.
Namun di balik kilau prestasi akademik itu, ada pertanyaan reflektif yang perlu kita renungkan bersama: Apakah ilmu yang kita miliki sudah benar-benar memberi andil dalam perjuangan Islam?
Ketika Gelar Tak Seiring dengan Perjuangan
Padahal, Islam sangat membutuhkan kontribusi dari para ahli, cendekiawan, teknokrat, dan akademisi yang punya wawasan luas sekaligus integritas spiritual tinggi.
"Setiap hari saya menyaksikan betapa kurangnya kehadiran orang-orang bergelar dalam perjuangan umat. Padahal jumlah muslim berpendidikan tinggi tak sedikit," ujar seorang dai muda asal Bandung, Ustaz Hilmi, dalam sebuah kajian daring bertema “Ilmu dan Pengabdian untuk Umat”.
Ia menambahkan, "Rasanya janggal, jika seorang muslim punya seabrek ijazah tapi tak pernah terlibat membela kebenaran, berdakwah, atau sekadar menyuarakan kebaikan di bidang keahliannya."
Bukan Sekadar Tumpukan Ijazah
Pandangan ini bukan tanpa dasar. Islam memandang tinggi ilmu, namun lebih tinggi lagi nilai amal dari ilmu tersebut. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itulah sebaik-baik makhluk."
(QS. Al-Bayyinah: 7)
Lebih tegas lagi, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
(HR. Ahmad, ath-Thabrani)
Hadis ini seolah menampar kita yang masih merasa cukup dengan gelar tanpa kontribusi.
Penyakit Wahn dan Krisis Cita-cita
Dr. Raghib as-Sirjani dalam bukunya "Apa yang Membuat Umat Islam Terbelakang?" menyebut bahwa salah satu kunci kemunduran umat adalah absennya orang-orang berilmu dalam gerakan pembaharuan. Ilmu mereka hanya berhenti di ruang kuliah, bukan sampai ke ruang dakwah dan pengabdian sosial.
Ilmu untuk Perubahan Nyata
Kini saatnya redefinisi sukses digalakkan. Bukan sekadar karier, gelar, atau popularitas, tapi kontribusi nyata untuk umat.
Lulusan teknik bisa merancang sistem digitalisasi masjid. Sarjana ekonomi bisa menyusun model koperasi syariah untuk UMKM. Ahli kesehatan bisa menyebarkan gaya hidup islami yang sehat.
Guru besar bisa menulis buku-buku inspiratif yang membumikan nilai-nilai Islam.
Jadi, pertanyaannya bukan lagi, "Sudah sampai mana gelarmu?" tapi, "Sudah sejauh mana ilmumu bermanfaat untuk Islam dan umat?"
Akhir Kata: Saatnya Bangkit, Bukan Hanya Bangga
Mari renungkan firman Allah berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
(QS. Muhammad: 7)
Dan sabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka."
(HR. al-Hakim)
Maka, saatnya para pemilik gelar bersiap bukan hanya menulis CV akademik, tapi juga menulis sejarah pengabdian untuk Islam.
Kalau kamu punya gelar dan keahlian, sekarang waktunya bertanya: “Sudahkah aku ikut memperjuangkan Islam dengan caraku?”
Jika kamu siap menulis lembaran baru, umat sedang menunggumu.
(*)