Notification

×

Iklan

Iklan

Rangkiang: Filosofi Lumbung Minang yang Sejalan dengan Pemikiran Nabi Yusuf Saat Ekonomi Sulit

30 Juli 2025 | 08:10 WIB Last Updated 2025-07-30T01:10:07Z



Pasbana - Di halaman rumah gadang, berdiri anggun bangunan kecil berkaki panjang bernama rangkiang

Mungkin bagi sebagian orang luar, ia tampak seperti lumbung padi biasa. Tapi bagi masyarakat Minangkabau, rangkiang menyimpan lebih dari sekadar butir padi. 

Ia adalah simbol kecerdasan, kearifan lokal, dan bahkan spiritualitas menghadapi masa-masa sulit.

Rangkiang bukan sekadar penyimpanan hasil panen. Ia adalah pesan diam dari para pendahulu Minang tentang bagaimana menyikapi masa paceklik dengan kepala dingin dan strategi yang matang. 

Di sinilah warisan budaya bertemu dengan nilai-nilai Islam, yang juga mengajarkan tentang pentingnya perencanaan, penghematan, dan ketahanan ekonomi.

Filosofi Rangkiang: Lebih dari Sekadar Lumbung


Dalam satu kompleks rumah gadang, biasanya terdapat beberapa jenis rangkiang. Masing-masing memiliki fungsi berbeda:

Rangkiang Sitinjau Lauik: untuk kebutuhan keluarga sehari-hari.

Rangkiang Sibayau-bayau: cadangan di masa sulit atau bencana.

Rangkiang Sitinjau Rajo: hasil panen yang dipersembahkan untuk kegiatan sosial atau tamu agung.

Setiap butir padi di dalam rangkiang bukan hanya makanan. Ia adalah harapan. Ia adalah hasil kerja keras, yang tidak dihabiskan sekaligus, tapi ditata rapi untuk keberlangsungan hidup bersama.


Jejak Nabi Yusuf: Strategi Simpan Pangan dari Langit


Menariknya, konsep ini sejalan dengan kisah Nabi Yusuf AS saat menjabat sebagai penasehat raja Mesir. Dalam Surah Yusuf ayat 47, Allah berfirman:
"Yusuf berkata: 'Kalian akan menanam tujuh tahun sebagaimana biasa. Maka apa yang kalian panen, biarkanlah dia tetap di bulirnya, kecuali sedikit untuk kalian makan.'” (QS. Yusuf: 47)

Dalam ayat ini, Allah SWT melalui Nabi Yusuf mengajarkan tentang pentingnya menyimpan hasil panen sebagai cadangan untuk menghadapi tahun-tahun krisis.

Seperti rangkiang, Mesir kuno membangun lumbung-lumbung raksasa atas saran Nabi Yusuf untuk menyimpan gandum. Strategi itu menyelamatkan mereka dari bencana kelaparan.

Kearifan Lokal Minangkabau: Mengantisipasi, Bukan Panik


Masyarakat Minang dikenal hemat, tidak boros, dan sangat terorganisir dalam urusan ekonomi keluarga. Rangkiang hadir bukan karena mereka hidup dalam kelimpahan, tapi justru karena mereka paham betul makna dari kekurangan.

Dalam adat Minang, ada pepatah bijak:
Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang”
(Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing)

Ini menandakan semangat gotong royong dan keseimbangan antara konsumsi dan cadangan, yang kini sering dilupakan di era konsumtif modern.

Dalil Lain: Islam dan Ketahanan Saat Ekonomi Sulit


Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk menyerah ketika krisis. Sebaliknya, umat diajarkan untuk tetap bersyukur, bersabar, dan merancang strategi.

Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
"Orang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi yang mampu menahan diri ketika marah."

Ini berlaku juga dalam konteks ekonomi—menahan diri dari pemborosan, tetap tenang dalam kesulitan.

Sementara itu, dalam QS. Al-Baqarah: 155-157, Allah berfirman:
"Dan sungguh akan Kami beri cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”


Menyimpan untuk Masa Depan, Bukan Takut Kemiskinan


Menariknya, menyimpan bukan berarti pelit atau takut miskin. Menyimpan dalam filosofi rangkiang adalah tanda tanggung jawab pada generasi berikutnya

Di tengah krisis pangan global dan ekonomi yang tak menentu, bukankah ini pelajaran yang sangat relevan?

Menurut data dari FAO (2023), ketahanan pangan di Asia Tenggara mengalami tekanan akibat perubahan iklim dan geopolitik. Dalam konteks itu, rangkiang bukan sekadar nostalgia, tapi solusi lokal yang bisa dipelajari ulang oleh dunia modern.

Rangkiang Sebagai Simbol Harapan


Kini, saat dunia sibuk membicarakan food security dan cadangan logistik nasional, masyarakat Minangkabau sudah punya modelnya sejak berabad-abad lalu: Rangkiang

Kecil, tenang, tapi menyimpan makna yang besar. Di dalamnya, tertanam filosofi, spiritualitas, dan warisan kecerdasan yang tak lekang oleh zaman.

Barangkali, kini saatnya kita belajar lagi dari rumah gadang. Bukan hanya soal arsitektur, tapi tentang cara bertahan dan berbagi dalam masa sulit—seperti yang diajarkan oleh leluhur Minang dan dikokohkan oleh kisah para nabi.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update