Notification

×

Iklan

Iklan

Makna Kantuk di Perang Badar: Rehat Sejenak Ditengah Gejolak Permasalahan Dunia

07 Agustus 2025 | 07:41 WIB Last Updated 2025-08-07T01:03:13Z


Pasbana - Pernahkah kita merasa sangat lelah saat tengah menghadapi masalah besar, lalu tiba-tiba rasa kantuk datang begitu saja dan kamu tertidur sebentar—dan entah kenapa, setelah bangun semuanya terasa lebih ringan? 

Mungkin, itulah yang dialami para pejuang Badar belasan abad silam. Sebuah momen tenang di tengah ancaman maut, yang justru menjadi pembuka jalan kemenangan.

Di dunia yang penuh riuh dan tekanan hari ini, kisah “kantuk Badar” terasa begitu relevan. Ia bukan sekadar fragmen sejarah Islam, tetapi sebuah pelajaran abadi tentang pentingnya menenangkan jiwa sebelum melangkah ke medan perjuangan, apapun bentuknya.

Kantuk Ajaib di Tengah Perang


Malam sebelum Perang Badar, di tengah kegelapan dan kecemasan, pasukan Muslim berada dalam kondisi yang jauh dari ideal.

Hanya berjumlah sekitar 313 orang, mereka harus menghadapi pasukan Quraisy yang datang dengan perlengkapan perang lengkap dan jumlah tiga kali lipat lebih banyak. Tapi justru di saat genting itulah, turunlah “hadiah” tak terduga: kantuk.

Al-Qur’an mengabadikan momen ini dalam Surah Al-Anfal ayat 11:
"Dan (ingatlah) ketika Dia menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya..."
(QS. Al-Anfal: 11)

Bukan sembarang kantuk, melainkan نُعَاسًا أَمَنَةً—rasa kantuk yang menjadi bentuk perlindungan dan ketenangan dari Tuhan. 

Inilah "ketenangan psikologis" yang menjadi senjata rahasia para pejuang Badar.

Perspektif Para Ulama: Sentuhan Ilahi


Sayyid Qutb, ulama besar Mesir yang menulis tafsir monumental Fi Zhilalil Qur’an, menafsirkan momen ini sebagai amnah ilahiyyah”—jaminan keamanan dari langit. Kantuk tersebut bukan reaksi tubuh yang lelah, melainkan “tahapan spiritual” yang menyiapkan hati dan pikiran untuk menghadapi guncangan besar.

"Ini adalah bentuk pemecahan ketegangan oleh Allah sendiri," tulis Sayyid Qutb, “untuk meneguhkan langkah mereka yang beriman.”

Senada dengan itu, Syaikh Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Al-Iman wal Hayat menyebut kantuk tersebut sebagai “diamnya ruh sebelum gemuruh medan laga.”

Menurut beliau, Allah terkadang memberikan rasa aman di tengah bahaya sebagai bentuk kasih-Nya—sebuah persiapan rohani sebelum menghadapi pertarungan besar.

Bukti Autentik: Abu Bakar pun Mengantuk


Bahkan sosok sewaspada Abu Bakar ash-Shiddiq yang malam itu ditugasi menjaga pos terdepan, juga terserang kantuk. Ini bukan karena lengah, melainkan karena “kantuk surgawi” yang memang dirancang Tuhan. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan sabda Nabi ﷺ:
“Kantuk dalam peperangan adalah keamanan dari Allah, sedangkan kantuk dalam shalat datang dari setan.”
(HR. Al-Bukhari)

Kontras yang menegaskan bahwa tidak semua kantuk adalah kelemahan. Terkadang, ia adalah bentuk kekuatan tersembunyi.


Refleksi untuk Hari Ini: Kantuk sebagai Pesan Spiritualitas


Apa hubungannya dengan kita, yang hidup ribuan tahun setelahnya?

Saat beban kerja terasa menyesakkan, saat tanggung jawab dalam dakwah, pengabdian, atau keluarga begitu berat, dan kita tiba-tiba ingin “rebahan sebentar”—barangkali itu bukan kemalasan. 

Mungkin, seperti para pejuang Badar, kita sedang menerima sentuhan rahmat dari langit: istirahat sejenak agar bisa kembali bangkit dengan lebih kuat.

Psikologi modern bahkan mendukung hal ini. Dalam studi yang diterbitkan oleh Harvard Medical School (2020), tidur singkat 10–20 menit terbukti meningkatkan konsentrasi, produktivitas, dan stabilitas emosi. 

Sebuah “nap therapy” yang kini populer di banyak perusahaan besar, seperti Google dan Nike, ternyata telah lama diajarkan di medan Badar.

Menemukan “Badar” Kita Masing-Masing


Kita semua memiliki “Badar” masing-masing: deadline yang mencekik, masalah keluarga yang pelik, perjuangan hidup yang tiada henti. 

Namun di tengah semua itu, pelajaran dari Badar adalah: kemenangan tidak selalu datang dari pedang, angka, atau strategi—tapi juga dari ketenangan batin, dari jiwa yang tidak panik.

Dan terkadang, ia datang dalam bentuk paling sederhana: kantuk.
Bukan untuk membuat kita lalai, tapi untuk mempersiapkan ulang kekuatan. 

Sebuah “tarbiyah rabbaniyyah” (didikan Tuhan) yang lembut, agar ketika kita bangun nanti, kita bukan hanya lebih segar, tapi juga lebih siap untuk menang.

Jangan Abaikan Kantuk yang Menenangkan


Jadi, jika suatu hari kamu merasa tiba-tiba ingin memejamkan mata sejenak di tengah kesibukan yang menekan, jangan buru-buru merasa bersalah. 

Mungkin, kamu sedang mendapatkan “kantuk Badar” versi modern: bentuk kasih sayang dari Tuhan yang ingin menenangkanmu sebelum kamu melangkah lebih jauh.

Seperti diungkapkan Al-Qaradawi:
Diamnya ruh sebelum gemuruh pertempuran, justru menjadi bekal terbaik untuk meraih kemenangan.”

(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update