Pasbana - Dalam dunia pasar saham, satu hal yang selalu berhasil menarik perhatian investor—terutama yang baru mulai belajar berinvestasi—adalah valuasi murah.
Saham dengan rasio PER (Price to Earnings Ratio) atau PBV (Price to Book Value) yang rendah kerap dianggap sebagai “barang diskon” yang layak diborong.
Namun, tunggu dulu. Apakah semua saham murah itu benar-benar peluang? Ataukah justru jebakan bernama “value trap”?
Mari kita kupas tuntas tiga alasan mengapa saham murah tidak selalu menjanjikan keuntungan.
Kita akan membedah makna di balik valuasi rendah, menyajikan contoh nyata dari emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga membekali Anda dengan tips cerdas membaca valuasi.
1. Valuasi Murah = Peluang? Belum Tentu.
Valuasi murah memang menggoda. Tapi apa artinya jika itu mencerminkan:
Kinerja bisnis yang terus menurun,
Prospek pertumbuhan yang stagnan,
Atau sentimen pasar yang belum pulih?
Saham dengan PER rendah tak selalu undervalued—bisa jadi memang kurang layak dihargai lebih tinggi.
Begitu juga PBV rendah belum tentu mencerminkan aset yang undervalued, tapi bisa karena ketidakpercayaan pasar terhadap manajemen atau model bisnisnya.
Contoh nyata:
$GJTL (Gajah Tunggal Tbk), produsen ban otomotif, punya PBV < 0,4x.
Sekilas menarik, tapi kinerja bisnisnya dalam tekanan akibat persaingan ketat dan permintaan yang melemah.
$PWON (Pakuwon Jati Tbk), salah satu emiten properti papan atas, mencatatkan PER rendah. Tapi, penjualan stagnan dan sektor properti belum sepenuhnya pulih membuat investor enggan masuk.
2. Valuasi = Ekspektasi, Bukan Sekadar Angka
Banyak investor terjebak karena hanya fokus pada angka masa lalu. Padahal, pasar menilai berdasarkan masa depan.
Dalam kondisi ekonomi yang melambat, seperti saat ini, investor lebih memilih pertumbuhan stabil dibanding sekadar valuasi murah.
Contoh:
Sektor batu bara mungkin terlihat undervalued setelah harga komoditas turun, tapi jika permintaan global terus menurun dan transisi energi bersih makin cepat, wajar jika valuasinya tetap rendah.
Properti yang stagnan di tengah kenaikan suku bunga juga sulit mencuri perhatian meski harga sahamnya turun.
Valuasi rendah sering kali mencerminkan masalah struktural, bukan peluang spekulatif.
3. Saham Murah Bisa Jadi “Value Trap”
Apa itu value trap? Ini kondisi ketika saham terlihat murah dari sisi valuasi, tapi justru tidak kunjung naik—bahkan makin turun. Investor yang tergiur dengan PER atau PBV rendah masuk, tapi akhirnya “nyangkut”.
Mengapa ini terjadi?
Karena:
Perusahaan sedang kehilangan daya saing,
Terdampak regulasi baru,
Atau menanggung utang tinggi yang terus membebani keuangan.
Perusahaan sedang kehilangan daya saing,
Terdampak regulasi baru,
Atau menanggung utang tinggi yang terus membebani keuangan.
Beberapa sektor yang rawan jebakan ini:
Tekstil dan garmen: Tertekan akibat biaya bahan baku dan ketergantungan ekspor.
Konstruksi: Marjin tipis dan beban utang besar.
Logam dasar: Fluktuasi harga global dan tekanan biaya produksi.
4. Tips Investor Cerdas: Baca Valuasi dengan Konteks
Jangan buru-buru beli hanya karena “rasio murah”.
Lakukan langkah-langkah ini:
Periksa tren laba bersih 3–5 tahun terakhir. Apakah konsisten tumbuh?
Periksa tren laba bersih 3–5 tahun terakhir. Apakah konsisten tumbuh?
Cek arus kas—jangan cuma lihat laba di atas kertas.
Amati utang jangka panjang dan rasio utang terhadap ekuitas
Analisa kualitas manajemen dan strategi bisnis.
Gunakan rasio murah sebagai filter awal, bukan kesimpulan akhir.
“Investor cerdas membaca valuasi bukan hanya dengan kalkulator, tapi juga dengan konteks.”
Refleksi: Mengapa Saham Ini Tetap Murah?
Sebelum memutuskan membeli saham yang terlihat undervalued, tanyakan hal-hal ini pada diri sendiri:
Apakah ini hanya kondisi sementara atau masalah jangka panjang?
Apakah ada faktor regulasi, teknologi, atau perubahan tren yang sedang menggerus bisnisnya?
Jika EPS naik tapi harga saham stagnan, mungkinkah pasar tahu sesuatu yang belum Anda ketahui?
Ingat, pasar kadang lebih cepat “mencium” risiko dibanding data yang kita lihat di laporan keuangan.
Investasi Butuh Logika, Bukan Sekadar Angka
Saham murah memang menggoda. Tapi dalam dunia investasi, murah dan bernilai adalah dua hal yang sangat berbeda. Jangan sampai terjebak dalam euforia diskon yang ternyata berujung kerugian.
Seperti berbelanja barang obral—murah belum tentu perlu, apalagi berguna.
🔗 Terus tingkatkan literasi finansial Anda. Baca juga artikel kami lainnya tentang:
“PER dan PBV: Cara Membaca Valuasi Saham yang Benar”
“Bagaimana Mengenali Value Trap Sejak Dini?”
“Strategi Investasi Saham di Tengah Ketidakpastian Ekonomi”
(*)