Notification

×

Iklan

Iklan

Jalan Panjang Menuju Mutu: Tantangan dan Harapan Perguruan Tinggi Swasta di Jambi dan Sumbar

27 Mei 2025 | 15:22 WIB Last Updated 2025-05-27T08:22:43Z



Pasbana  – Di tengah derasnya arus globalisasi dan tuntutan dunia kerja yang makin kompetitif, mutu pendidikan tinggi di Indonesia kembali menjadi sorotan. Salah satu isu yang mengemuka datang dari dua provinsi di barat Indonesia: Jambi dan Sumatera Barat.

Bayangkan saja, dari sekitar 5.000 dosen yang mengabdi di perguruan tinggi swasta di kedua provinsi ini, hanya 39 orang yang menyandang gelar profesor. Tak hanya itu, baru sekitar 25 persen dosen yang bergelar doktor (S3). Ini artinya, lebih dari separuh kampus masih ditopang oleh tenaga pengajar dengan kualifikasi pendidikan yang belum optimal.

Kondisi ini tentu bukan hanya soal angka. Ia mencerminkan tantangan kualitas sumber daya manusia di balik institusi-institusi yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam mencetak generasi unggul masa depan.

Mengapa Gelar Akademik Dosen Penting?


Menurut World Bank Education Global Practice, mutu dosen sangat menentukan output pendidikan tinggi. Dosen dengan kualifikasi doktor dan jabatan akademik tinggi biasanya lebih aktif dalam riset, lebih produktif menulis karya ilmiah, dan lebih luas jejaring akademiknya. Mereka juga cenderung membawa inovasi ke ruang kelas dan mendekatkan mahasiswa pada perkembangan ilmu terbaru.

Kenyataan bahwa hanya 39 dosen berstatus profesor di lebih dari seratus kampus swasta tentu menjadi sinyal kuat: ada pekerjaan rumah besar yang belum selesai.

Suara dari LLDikti Wilayah X


Dalam Rapat Kerja LLDikti Wilayah X yang berlangsung di Padang pada Senin (26/5/2025), Kepala LLDikti Wilayah X, Dr. Afdalisma, secara terbuka menyampaikan kegelisahan dan sekaligus harapannya.

“Mutu dosen adalah fondasi utama pendidikan tinggi. Maka dari itu, LLDikti terus mendorong peningkatan kualifikasi dosen, baik melalui beasiswa S3, pelatihan peningkatan kapasitas, hingga kemudahan proses kenaikan jabatan akademik,” ujar Afdalisma, dikutip dari Antara.

"Kampus Berdampak": Bukan Sekadar Gelar, Tapi Kontribusi Nyata


Tak hanya menyoal gelar akademik, LLDikti juga tengah mendorong konsep baru bernama "Kampus Berdampak". Program ini mendorong kampus tak hanya jadi menara gading, tapi juga agen perubahan sosial.

Misalnya, hasil penelitian dosen tidak hanya berhenti di jurnal ilmiah, tapi juga diterjemahkan menjadi solusi konkret bagi masyarakat. Entah itu inovasi pertanian di nagari-nagari Sumbar, atau teknologi tepat guna bagi UMKM di pelosok Jambi.

Pada 2 Mei 2025 lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bahkan meluncurkan Program Diktisaintek Berdampak, sebagai upaya sistemik memperkuat kontribusi nyata kampus terhadap pembangunan nasional.

Akreditasi: Cermin Kualitas Institusi


Dari segi kelembagaan, angka akreditasi juga memprihatinkan. Belum ada satu pun dari 115 perguruan tinggi swasta di wilayah LLDikti X yang mengantongi akreditasi unggul.

Akreditasi bukan sekadar formalitas. Ia adalah barometer kualitas penyelenggaraan pendidikan, manajemen kampus, kualitas lulusan, hingga daya saing institusi di mata publik.

Jumlah Kampus Menyusut, Harapan Membesar


Tahun 2024 lalu, LLDikti X membawahi 117 kampus swasta. Namun pada 2025, jumlah itu berkurang menjadi 115 akibat penggabungan sejumlah institusi yang dinilai belum memenuhi standar minimal keberlanjutan. Meski menyusut secara kuantitas, langkah ini diharapkan bisa memperkuat kualitas kelembagaan.

"Lebih baik sedikit tapi berkualitas, daripada banyak tapi rapuh," ujar seorang pejabat LLDikti kepada media.

Harapan Itu Masih Ada


Di balik tantangan-tantangan tersebut, geliat perubahan sejatinya telah dimulai. Beberapa kampus swasta mulai aktif menjalin kerja sama internasional, meningkatkan riset terapan, serta membuka program studi baru yang adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Beberapa dosen muda pun kini mulai melanjutkan studi ke luar negeri lewat beasiswa LPDP dan program unggulan lainnya, demi menyongsong harapan baru bagi perguruan tinggi swasta di daerah.

Meningkatkan mutu dosen dan kualitas kampus swasta di Jambi dan Sumbar memang bukan perkara instan. Tapi jika semua pihak—mulai dari pemerintah, kampus, hingga masyarakat—mau bergerak bersama, bukan tidak mungkin dalam satu dekade ke depan, kampus-kampus swasta di dua provinsi ini bisa sejajar dengan kampus-kampus unggulan di tingkat nasional.

Sebab pendidikan tinggi bukan hanya tentang gelar, tapi tentang harapan masa depan.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update