Pasbana - Di balik gemuruh talempong dan syahdunya dendang dendang Minang, tersimpan kisah-kisah mistis yang mewarnai sejarah panjang Ranah Minangkabau. Salah satu yang paling misterius, sekaligus penuh teka-teki, adalah Gasiang Tangkurak — sebuah ilmu gaib yang hingga kini masih dibicarakan dengan nada lirih, setengah percaya, setengah gentar.
Meski zaman terus berganti dan generasi muda kian akrab dengan teknologi, bayang-bayang Gasiang Tangkurak tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Minang. Ilmu ini bukan sekadar legenda. Ia menyatu dalam cerita rakyat, dituturkan dari mulut ke mulut, diwariskan dari masa ke masa, dan sesekali muncul dalam kehidupan nyata—atau setidaknya dalam persepsi banyak orang.
Apa itu Gasiang Tangkurak?
Secara harfiah, gasiang berarti gasing, sedangkan tangkurak berarti tengkorak. Ya, benar. Ilmu ini dikisahkan menggunakan gasing yang dibuat dari tengkorak manusia, biasanya tengkorak dari orang yang meninggal tidak wajar atau dipercaya memiliki kekuatan tertentu semasa hidupnya.Konon, saat dimainkan oleh orang yang menguasai ilmunya, gasing ini tak hanya berputar. Ia bisa “menyerang” target yang sudah dituju, membuat korban mengalami gangguan fisik atau mental secara misterius—bahkan sampai meninggal. Menurut kepercayaan lama, ilmu ini sering digunakan untuk balas dendam secara gaib.
Antara Kepercayaan dan Ketakutan
Di beberapa daerah seperti Padang Pariaman, Tanah Datar, atau Agam, nama Gasiang Tangkurak seringkali dibisikkan dalam kisah tentang dendam yang tak tuntas. “Dulu ada yang tiba-tiba sakit keras dan katanya kena gasiang,” ujar Datuak Rajo Mangkuto, seorang tetua adat di Batu Sangkar, saat diwawancarai oleh peneliti budaya lokal.Namun, apakah ilmu ini nyata? Ataukah hanya bagian dari mitologi lokal yang berkembang seiring ketakutan dan prasangka? Tidak ada yang benar-benar bisa memastikan. Tapi yang pasti, kepercayaan terhadap ilmu hitam seperti ini memang masih bertahan di beberapa lapisan masyarakat Minang.
Peneliti budaya Minangkabau dari Universitas Andalas, Dr. Yenni Putri, mencatat bahwa cerita-cerita tentang Gasiang Tangkurak sebenarnya mencerminkan cara masyarakat lama memahami keadilan dan kekuasaan spiritual. "Saat hukum formal belum sekuat sekarang, masyarakat sering menyandarkan harapan pada kekuatan gaib untuk membalas ketidakadilan," jelasnya.
Di Antara Fakta, Mitos, dan Warisan Budaya
Meski kini tak banyak orang yang mengaku bisa memainkan Gasiang Tangkurak, namun citranya masih hidup lewat cerita film, sastra rakyat, hingga pembicaraan di warung kopi. Di media sosial, kisahnya bahkan kadang muncul sebagai urban legend lokal yang membuat bulu kuduk meremang.Salah satu film pendek berjudul "Gasiang Tangkurak" pernah dirilis di YouTube pada 2022 oleh komunitas sineas muda Sumbar. Film ini menunjukkan bagaimana legenda ini bisa menjadi jembatan antara generasi tua dan muda, sekaligus mengajak kita untuk memahami nilai budaya di baliknya.
Bukan Sekadar Ilmu Hitam, tapi Cermin Budaya
Yang menarik, Gasiang Tangkurak tidak hanya bicara soal horor atau dendam. Ia juga membuka percakapan lebih luas tentang bagaimana masyarakat memaknai keadilan, ketakutan, dan kontrol sosial di masa lalu.Dalam budaya Minang yang menjunjung adat dan etika, kisah seperti ini menjadi bentuk cultural warning—peringatan halus agar tidak berbuat zalim, karena selalu ada “balasan”, entah lewat jalur nyata atau mistis.
Zaman boleh berubah. Tapi jejak budaya seperti Gasiang Tangkurak tetap meninggalkan kesan mendalam. Ia mungkin tak lagi dimainkan, tapi tetap hidup sebagai cerita, sebagai simbol, sebagai cermin masa lalu yang tak boleh dilupakan.
Karena di setiap legenda, selalu ada hikmah yang tersembunyi. Dan di tanah Minang, kisah tentang tengkorak yang berputar ini mengingatkan kita bahwa kadang, yang tak terlihat bisa lebih kuat dari yang tampak. Makin tahu Indonesia. (*)