Notification

×

Iklan

Iklan

Kebaikan Kecil, Dampak Besar: Suami yang Menenangkan, Istri yang Menguatkan

19 Juni 2025 | 07:51 WIB Last Updated 2025-06-19T02:35:29Z



 "Jika kamu bisa membahagiakan seseorang, jangan ragu. Sebab bisa jadi, senyum kecilmu adalah penyelamat di hari tergelapnya."

Pasbana - Pagi itu, di tengah riuhnya rutinitas harian, sebuah pesan sederhana namun menyentuh muncul di layar gawai:
"Apabila kamu berkesempatan membahagiakan orang lain, maka jangan ragu untuk memulai. Karena terkadang ada orang yang diam-diam sedang berjuang, dan mungkin, kebaikan kecil darimu bisa menjadi penenang harinya."

Pesan itu viral di berbagai platform media sosial. Banyak warganet yang membagikannya, lengkap dengan cerita pribadi mereka tentang momen-momen sederhana yang ternyata menyelamatkan hari—atau bahkan hidup—seseorang.

Dibalik Senyuman Ada Perjuangan


Dalam dunia yang bergerak cepat dan penuh tekanan ini, tak sedikit orang yang menyembunyikan kelelahan dan lukanya di balik senyuman. Sebuah studi oleh Mental Health Foundation UK (2023) mengungkapkan bahwa 6 dari 10 orang dewasa mengaku sering menutupi kondisi mental mereka demi menjaga citra atau karena takut menjadi beban.

Fenomena ini disebut "smiling depression", kondisi di mana seseorang tampak baik-baik saja di luar, tetapi sedang berjuang di dalam.

“Kadang, kita tak tahu bahwa orang yang kita temui pagi ini baru saja melewati malam yang penuh air mata,” ujar Dr. Ratih Ibrahim, psikolog klinis dari Personal Growth Indonesia.

 “Karena itu, sentuhan kecil seperti mendengarkan, memuji dengan tulus, atau sekadar menyapa bisa jadi penyejuk yang luar biasa.”

Kebaikan di Dalam Rumah: Suami yang Menenangkan, Istri yang Menguatkan


Salah satu ruang paling sakral untuk kebaikan kecil ini adalah rumah. Hubungan suami-istri bukan hanya tempat berbagi tawa, tapi juga bahu tempat bersandar.

“Seringkali, dalam rumah tangga, bukan nasihat panjang yang dibutuhkan, melainkan pelukan tanpa kata,” tutur Nurul Hikmah, konselor keluarga dari Yayasan Kita dan Buah Hati. 

Ia menekankan pentingnya empati dalam hubungan, di mana pasangan bisa menjadi ‘penenang badai’ satu sama lain.

Dan memang benar, sebuah penelitian dari Harvard Study of Adult Development—penelitian longitudinal terpanjang tentang kebahagiaan—menyebutkan bahwa hubungan yang hangat dan penuh dukungan adalah salah satu faktor utama kebahagiaan dan umur panjang seseorang.

Kebaikan Tidak Perlu Besar, Tapi Tulus


Tak perlu menjadi orang hebat untuk membuat perbedaan. Kadang, secangkir teh hangat yang dibuatkan oleh pasangan, atau pesan singkat bertuliskan "kamu hebat" dari sahabat, sudah cukup membuat seseorang kembali bersemangat menjalani hari.

Contohnya, Rina, seorang ibu muda di Padang, yang mengaku hampir menyerah menghadapi tekanan pasca-melahirkan. “Suami saya tidak banyak bicara. Tapi suatu pagi, dia menuliskan catatan kecil di kulkas: ‘Terima kasih sudah menjadi ibu yang luar biasa.’ Saya menangis saat membacanya. Itu jadi titik balik saya,” ungkapnya.

Menjadi Cahaya Kecil di Dunia yang Kadang Gelap


Di tengah kabar buruk yang kerap mendominasi linimasa, kisah-kisah tentang kebaikan kecil ini adalah oase. Mereka mengingatkan kita bahwa dunia ini belum sepenuhnya dingin.

Maka, jika hari ini kamu bertemu seseorang yang tampak ceria—di jalan, di kantor, atau bahkan di rumah—ingatlah: mungkin ia sedang butuh sapaan hangatmu. Mungkin hanya dengan mengulurkan sedikit empati, kamu bisa menjadi alasan seseorang kembali kuat.

Dan seperti kutipan indah dalam bahasa Arab yang tersebar luas itu:

"Jika kamu bisa membahagiakan seseorang, jangan ragu."

Karena kebaikan, sekecil apa pun, tidak pernah sia-sia.

(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update