Notification

×

Iklan

Iklan

Melirik Potensi Tumpukan Sampah Kota Padang

15 Juni 2025 | 12:00 WIB Last Updated 2025-06-15T05:00:31Z


Padang, pasbana Di balik tumpukan sampah yang menumpuk setiap hari di Kota Padang, tersembunyi potensi besar yang selama ini belum tergarap optimal. 

Angka 750 ton sampah per hari mungkin terdengar seperti masalah, tapi bagi sebagian orang, itu adalah peluang investasi yang menjanjikan — peluang dari limbah yang tak pernah libur.

Setiap harinya, sekitar 668 ton sampah berhasil dikumpulkan dan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang.

Namun, 540 ton di antaranya masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin, Lubuk Minturun. 

Yang menarik, lebih dari 65 persen dari sampah itu merupakan sampah organik — jenis sampah yang sebenarnya bisa dimanfaatkan kembali, mulai dari kompos, energi, hingga bahan bakar alternatif.

RDF: Ubah Sampah Jadi Energi


Kabar baiknya, Padang tak tinggal diam. Pemerintah Kota Padang, melalui dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sedang bersiap membangun fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di TPA Air Dingin.

Teknologi ini akan mengolah 200 ton sampah per hari menjadi bahan bakar alternatif — semacam batubara ringan yang bisa dimanfaatkan oleh industri semen atau pembangkit listrik.
Fasilitas RDF ini rencananya mulai dibangun akhir tahun ini dan ditargetkan segera beroperasi pada 2026. 

“Ini bukan hanya solusi lingkungan, tapi juga peluang ekonomi jangka panjang. Teknologi RDF telah terbukti sukses di berbagai kota seperti Cilacap dan Banyuwangi,” ungkap seorang pejabat Dinas Lingkungan Hidup Padang.

Teknologi RDF sendiri memang sedang naik daun di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), teknologi ini sudah digunakan di berbagai kota dan mampu mengurangi beban TPA hingga 30 persen. Lebih dari itu, RDF dapat menghasilkan energi murah, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Masih Banyak PR: 340 Ton Sampah Organik Belum Terkelola


Meski RDF akan jadi angin segar, tantangan masih membayangi. Masih ada sekitar 340 ton sampah per hari yang belum bisa diolah — dan sebagian besar adalah sampah organik rumah tangga: sisa nasi, kulit buah, sayur-mayur, dan daun-daunan.

Padahal, jika diolah secara tepat, sampah organik ini bisa menjadi kompos berkualitas tinggi, biogas, atau bahan baku industri pertanian. Di beberapa kota seperti Surabaya dan Denpasar, pengolahan sampah berbasis komunitas sudah mulai membuahkan hasil. 

Komunitas-komunitas lokal diberdayakan untuk memilah, mengolah, hingga menjual hasil pengolahan sampah. Kenapa Padang tidak?

Sampah dan Peluang Investasi Hijau


Dalam konteks global, pengelolaan sampah bukan lagi sekadar tanggung jawab sosial dan lingkungan — tapi sudah masuk dalam kategori green investment atau investasi hijau. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bahkan menargetkan investasi hijau mencapai Rp1.000 triliun pada 2030.

Potensi ekonomi dari pengolahan sampah juga cukup besar. Data dari World Bank (2023) menyebutkan bahwa industri daur ulang dan pengolahan sampah bisa menyerap tenaga kerja hingga 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan TPA konvensional. 

Tak hanya itu, setiap ton sampah yang berhasil didaur ulang bisa menghasilkan nilai ekonomi rata-rata Rp500 ribu hingga Rp2 juta, tergantung jenisnya.

Saatnya Melirik Sampah Sebagai Aset Kota


Dengan jumlah sampah yang terus meningkat dan keterbatasan lahan TPA, Kota Padang perlu berani melakukan lompatan kebijakan. Pengelolaan sampah tak bisa hanya diserahkan ke pemerintah saja. 

Dunia usaha, komunitas warga, dan institusi pendidikan juga perlu terlibat. Mulai dari investasi bank sampah, pengolahan kompos skala rumah tangga, hingga inovasi teknologi berbasis startup lokal.

Jika dikelola dengan serius, siapa sangka sampah bisa menjadi “emas baru” Kota Padang — menyumbang energi, membuka lapangan kerja, dan jadi sektor unggulan investasi hijau. (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update