Notification

×

Iklan

Iklan

Terdakwa Yonna Merasa Tidak Terima Hasil Liputan, Pengamat Hukum: Gunakan Hak Jawab

13 Juni 2019 | 11.11 WIB Last Updated 2019-06-15T07:55:10Z
Pengacara Armen Bakar Associates, Yarmen Eka Putra, SH ( foto : Rizky )

Bukittinggi
- Seseorang atau sekelompok orang punyak hak jawab untuk memberikan tanggapan atau sanggahan atau klarifikasi terhadap pemberitaan. Hal tersebut yang seharusnya dilakukan oleh Terdakwa Yonna Syamda, mantan Funding Officer BRI Bukittinggi saat marah diluar sidang kepada wartawan kemarin.

Pengamat Hukum Pidana dan Perdata, Dedi Mas Putra SH, SE, MM Cpl mengatakan, "Para rekan-rekan wartawan bekerja secara profesional berdasarkan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 dan Kode etik Jurnalistik untuk mencari, mengumpulkan, membuat dan mempublikasikan berita yang jujur, transparan dan benar kepada masyarakat." Kamis, (13/06)

Dalam pasal 1 ayat 11 Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999, menerangkan Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Sehingga lanjut Dedi, ketika ada seseorang atau sekelompok orang merasa ada kejanggalan, kekeliruan atau dirugikan terhadap hasil liputan maka ada haknya yang disebut dengan hak jawab, dan redaksi media harus memberikannya.

Namun ketika narasumber merasa kurang puas dengan jawaban redaksi media, maka bisa menindaklanjuti ke Dewan Pers yaitu asosiasi yang menaungi wartawan dan media untuk mediasi dengan narasumber.

Sementara itu Yarmen Eka Putra SH, Pengacara Armen Bakar Associates menjelaskan, dalam kasus Yonna ini, hanya karena merasa malu atau tidak terima sebagai seorang Terdakwa melarang wartawan untuk meliput, itu bukan haknya.

Pengamat Hukum Pidana &Perdata, Dedi Mas Putra SH ( foto : Rizky )

"Tidak bisa narasumber membalikan fakta ketika memang data dan fakta yang sebenarnya terjadi, apa lagi meminta menghapus hasil liputan media, apalagi benar data dan faktanya beliau seorang Terdakwa."

Namun jika ada kekelituan dari hasil peliputan, narasumber boleh menggunakan haknya untuk mengoreksi. Ini sesuai dalam pasal 1 ayat 12, UU Pers No. 40 Tahun 1999 menerangkan, Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Lalu lanjut Yarmen, mediapun berkewajiban melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang dimaksud. Hal ini sesuai dalam pasal 1 ayat 13, UU No. 40 Tahun 1999  menjelaskan, Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. (Rizky)
×
Kaba Nan Baru Update