Notification

×

Iklan

Iklan

Balapau, Cara Lelaki Minang Berinteraksi dan Bersosialisasi

28 November 2022 | 09.15 WIB Last Updated 2022-11-28T02:17:43Z

pasbana - Lapau menurut bahasa Minangkabau berarti warung atau kantin yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana jual beli, dan sebagian besar  kaum laki-laki di Minangkabau menempatkan lapau juga digunakan sebagai media interaksi. 

Lapau adalah bangunan sederhana yang dipergunakan untuk berjualan makanan, kopi, teh dan sebagainya. Di Minangkabau, lapau biasanya dilengkapi meja dan kursi. Tabu sekali di era 80-an, jika ada anak-anak muda tidak duduk di lapau.

Lapau  tidak hanya sebagai tempat yang dijadikan untuk tempat berjualan tetapi juga sebagai media yang di manfaatkan oleh masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain khususnya kaum laki-laki.

Pemuda sampai lelaki dewasa biasanya menghabiskan waktu di lapau dengan tujuan yang beragam, mulai dari melepas penat dengan melakukan permainan khas lapau sampai bercerita tentang kehidupan yang telah mereka jalani. Selain tempat berkumpulnya lelaki Minangkabau, lapau juga dijadikan sebagai tempat berdiskusi dan membahas segala sesuatu yang terjadi, mulai dari permasalahan politik, agama, budaya, sosial, bahkan permasalahan pribadi tidak luput dari pembicaraan.

Dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, kedai kopi atau umumnya lapau (sebutan warung) tidak hanya menjadi tempat jual beli tapi juga menjadi sarana berinteraksi masyarakat. Umumnya menjadi tempat interaksi kaum laki-laki. Tidak memandang status sosial dan umur. Lapau menjadi tempatnya dan ota lapau menjadi bentuk aktivitasnya.


Di Lapau ada pertukaran informasi dan pengetahuan. Semua bebas berinteraksi membahas apapun. Bahkan lebih hebat lagi hipotesa dan kesimpulan-kesimpulan yang dilontarkan. Meski dalam suasana bersantai, bersenda gurau sambil bersantap sesuatu ditemani segelas kopi, cukup hangat dan membangun kebersamaan.

Itu jika dilihat di kampung-kampung. Di kota pun tidak jauh, selagi ada lapau pasti ada interaksi. Kopi, rokok, domino, dan gorenang acap kali jadi menu utama dalam percakapan di Lapau. Lapau atau Kedai kopi sejatinya tidak hanya menyuguhkan menu tunggal berupa kopi hitam tapi ada menu makanannya juga. Cuma kopi menjadi magnet utamanya.

Lapau menjadi ruang untuk membangun persepsi, pola pikir, dan bisa jadi permufaakatan yang nantinya dibawa ke ranah yang lebih serius. Semisalnya dalam pengambilan keputusan saat menyelesaikan sengketa. 

Lapau secara tidak langsung telah membentuk ruang pembelajaran menjadi ruang budaya informal di luar pendidikan formal masyarakatnya. Belajar mahota (berbicara), belajar berdiplomasi, dan belajar pergaulan untuk anak muda yang beranjank dewasa.

Lapau dulu bergerak lebih maju sedikit menjadi kedai kopi kekinian. Secara kasat mata serupa saja. Namun, secara konstektual ada peluasan makna setingkat. Interaksi lapau zaman dulu sebelum ada akses internet dan gadget lebih jauh lebih kompleks. Lapau zaman sekarang telah mengalami penyesuaian terhadap perkembangan zamannya.

Jarang yang menyebut Lapau sekarang. Kedai kopi atau bahasa kerennya coffee shop kian berkembang. Tidak hanya di kampung, di kota sudah bak cendawan. Kedai kopi saja lebih enak sebutnya biar tidak patah-patah lidahnya jika bilang coffee shop.


Pola interaksi di kedai kopi modern ini jauh berbeda dengan di Lapau. Diskusi yang dibahasa lebih terarah dan jauh lebih private, terkesan lebih individualis tapi pembahasannya tidak serendom di Lapau. Namun, pesatnya perkembangan kedai kopi secara tidak langsung telah membuat ruang interaksi semakin banyak.

Lapau di kampung bisa dihitung jari, tidak jauh dari pemukiman dan pasar. Kalau kedai kopi kini jauh lebih banyak pilihannya dan tersebar dengan ragam bentuknya. Salah satu pemikatnya space-nya yang adaptif dengan kesenangan masyarakat yaitu estetik, fotogenik, menjual suasana atau ada hiburan musiknya plus ada wifi yang kenceng.

Selain tempat berdiskusi, lapau juga wadah berkelakar mengusir semua kegundahan dan kepenatan usai bekerja seharian. Gelak-tawa buncah di lapau saat bermain domino atau pun bermain koa. Kondisi ini hanya dinikmati kaum lekali. Pantang bagi perempuan Minang, ikut-ikutan duduk di dalam lapau, terlebih malam hari.

Lapau wadah diskusi paling hangat di setiap sudut-sudut nagari (desa). Semua boleh mengusul, menimpali. Tidak ada standar yang boleh bicara dan yang hanya mangut di dalam lapau. Semua bisa berdialektika, jika memang mengetahui apa yang dibahas bersama-sama. Konon, tradisi bercerita, membentang kabar di ruang lapau sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Bahkan, sebelum Belanda masuk ke daratan Sumbar.

Kopi sudah menjadi media yang paling ampuh untuk berinteraksi antar satu individu dengan individu lainnya. Dalam segelas Kopi dapat menyambung silaturahmi, membuka rezeki hingga mungkin sarana rekreasi.

Kopi pun telah mengalami peluasan makna tidak sebatas pohon atau olahannya. Kopi dalam artian sebuah perantara dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Kopi sangat memberi makna sekali. Olahan kopi yang paling terkenal adalah kopi susu atau capucino. Peminat minuman kopi ini cukup banyak terlebih pada kedai kopi kekinian. Kopi dan kedainya memiliki magnet tersendiri.(*) 
#makintahuIndonesia




×
Kaba Nan Baru Update