Notification

×

Iklan

Iklan

Uma, Rumah Adat Suku Mentawai Yang Erat Dengan Alam

26 Februari 2023 | 20.57 WIB Last Updated 2023-02-26T13:57:49Z

Foto : Dok. Istimewa ( Mentawai Lasuah) 

Pasbana - Suku Mentawai sejatinya memiliki 3 jenis rumah adat di antaranya, Uma, Lalep, dan Rusuk. Dari ketiga rumah adat ini Rumah Panjang Uma lah yang paling populer dan masih bertahan hingga kini. Bangunan dengan luas 20 m x 15 m persegi ini memiliki banyak fungsi bagi Suku Mentawai.

Dalam pembangunan Uma masyarakat Mentawai mengerjakan dengan bergontongroyong. Awalnya, pondasi Umah ditanamkan ke dalam tanah sekitar 2 meter.

Setelah itu mereka baru membentuk bangunannya. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu Uma lebih kurang satu bulan.

Saat uma selesai dibangun, maka uma akan dipestakan. Pesta tersebut bermakna sebagai ungkapan rasa syukur, kegembiraan, keselamatan, dan kesejahteraan keluarga anggota uma. Dan ketika pesta selesai, barulah uma diisi dengan barang-barang seperti gendang, tombak, lambang uma, tengkorak hasil buruan, dan lain sebagainya.

"Selain tempat menginap sehari-hari, Uma juga berfungsi sebagai tempat upacara, tari-tarian, dan pertemuan umum. Orang Mentawai juga memiliki kebiasaan menyimpan benda-benda keramatdibagian depan Uma," tulis M. Junus Melalatoa dalam Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z.

Bentuk uma mirip dengan bentuk rumah panggung, yang kolongnya kerap kali digunakan untuk tempat beternak hewan. Uma bisa dibagi menjadi dua jenis, yakni bagian depan dan bagian dalam. Bagian depan mencangkup tempat untuk mencuci kaki dan serambi yang terbuka.

Bagian ini juga berfungsi untuk berkumpul dan bercengkrama bagi anggota keluarga, musyawarah saat terjadi konflik, dan para tamu untuk bersinggah. Pada malam hari, tempat ini merupakan tempat tidur bagi pria dari anggota keluarga.

Bagian dalam mencangkup tempat tidur untuk wanita dari anggota keluarga dan tempat memasak. Tempat memasak berupa tungku perapian. Di bagian dalam jugalah tempat diadakannya ritual tari-tarian adat khas suku Mentawai.


Rumah Panjang Uma suku Mentawai. (Foto/eksotikamentawai2017.wordpress.com)


Uma memiliki keunikan sendiri dalam desainnya. Bagian bawah rumah biasanya digunakan untuk berternak dan yang sering diternakkan masyarakat Mentawai adalah kepiting merah. Makanan ini juga menjadi khas bagi daerah tersebut.

Selain di bawah bangunan terdapat makanan, di belakang rumah orang Mentawai juga menanam batang sagu. Sagu juga merupakan makanan pokok suku mentawai. 

Mengacu pada fungsi utama, yakni sebagai tempat berkumpul, bermusyawarah, melaksanakan ritual-ritual seperti upacara adat atau punen, uma memiliki banyak bagian. 

Setiap bagian di dalam uma memiliki nama sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berikut saya sarikan dari buku Uma: Fenomena Keterkaitan Manusia dengan Alam (Tarida Hernawati S; Yayasan Citra Mandiri, 2007):

Gare, yaitu bagian depan uma yang bentuknya seperti anjungan. Ada dua buah gare di dalam sebuah uma. Satu di bagian depan dan satu lagi di bagian belakang. 

Gare di bagian depan berfungsi sebagai tempat mempersiapkan keperluan punen seperti memotong babi dan tempat mencuci peralatan. Gare juga berfungsi sebagai tempat bersantai sikerei.

Patitikat, yaitu ruangan depan yang terbuka (tanpa dinding) seperti beranda. Sebagai pengganti dinding, di sekeliling ruangan dibuat tempat duduk (semacam bangku panjang) untuk tempat bersantai. 

Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat bermusyawarah, tempat membuat tato, tempat sikerei belajar bernyanyi, dan tempat makan ketika punen apabila ruangan dalam uma sudah penuh. Di pojok (kanan) ruangan ini ada perapian atau tungku untuk tempat memasak daging babi dan ayam untuk makanan punen.

Sau-sau, yaitu pintu uma yang memisahkan ruangan luar (gare dan patitikat) dengan ruangan dalam uma. Selain berfungsi sebagai pintu, sau-sau juga bisa menjadi dinding bagian depan uma karena panjang dan lebarnya sama dengan ukuran depan uma. Jika sau-sau ditutup, maka otomatis menjadi dinding uma bagian depan. 


Untuk membukanya, sau-sau diangkat dan dikaitkan ke langit-langit uma dengan sejenis tali pengikat (rotan). Sau-sau biasanya biarkan terbuka sepanjang hari, hanya ketika akan tidur di malam hari sau-sau tersebut ditutup.

Jairabba’, yaitu ruangan bagian dalam yang berfungsi sebagai ruang tidur bagi anggota uma ketika ada punen. Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat berkumpul anggota uma untuk menonton sikerei maturuk (menari).

Abut Kerei, yaitu perapian di tengah ruangan dalam (jairabba’) yang berfungsi sebagai penerangan pada malam hari, tempat memanaskan gajeumak pada saat sikerei maturuk dan tempat memasak hasil buruan seperti monyet dan rusa. 

Selain itu abut kerei juga menjadi tempat mengadakan usai luppa atau ritual menginjak bara api dalam upacara pelantikan sikerei baru.

Batpuiligat, yaitu ruangan yang terletak di belakang abut kerei yang juga masih di sekitar jairabba’. Fungsinya sebagai tempat sikerei maturuk, tempat mengadakan musyawarah, juga tempat pertemuan sikerei baru dengan para sikerei lama.


Abakmanang, yaitu tempat untuk memajang tengkorak binatang hasil buruan (monyet, rusa, juga babi hutan). Abakmanang merupakan salah satu lambang kebanggaan uma. Semakin banyak tengkorak binatang hasil buruan yang terpajang menandakan semakin ahli dan terampilnya anggota uma dalam berburu.

Abakmanang: salah satu bagian dalam uma yang difungsikan sebagai tempat memajang tengkorak-tengkorak binatang hasil buruan, terdiri dari tengkorak kepala monyet, tengkorak kepala babi hutan, juga tengkorak kepala rusa. Tengkorak-tengkorak ini merupakan lambang kebanggaan uma/ Tjak S. Parlan. 

Tubbuk, yaitu pembatas ruangan antara jairabba’ dan batsiulik yang dipasang dilantai.

Batsiulik, yaitu ruangan yang bisa digunakan sebagai tempat tidur bagi para tamu atau anggota uma.

Matat lalep, yaitu ruangan khusus bagi si pemilik uma atau anggota uma yang ikut menanggung biaya pembuatan uma. Ruangan tersebut digunakan sebagai kamar tidur keluarga, kecuali pemuda. 

Abut lalep, yaitu ruangan di sebelah matat lalep yang digunakan sebagai dapur keluarga. Masing-masing matat lalep memiliki abut lalep.
Abut uma, yaitu dapur umum yang biasa dipakai pada saat punenAbut uma digunakan bagi kaum perempuan untuk memasak sagu dan keladi.

Namun demikian, dengan masuknya alat-alat modern dan ketersediaan bahan-bahan yang menyangkut jenis kayu menjadi penyebab utamanya. Karena persoalan tersebut, uma yang ada saat ini sudah banyak dimodifikasi. Makin tahu Indonesia.( Dihimpun dari berbagai Sumber)

×
Kaba Nan Baru Update