Notification

×

Iklan

Iklan

Overfitting di Pasar Saham: Ketika Chart Jadi Tempat Berhalusinasi Kolektif

30 April 2025 | 11:27 WIB Last Updated 2025-04-30T04:27:34Z



Pasbana - “Lihat garis ini… kalau tembus, pasti terbang!”. Pernah dengar kalimat seperti itu dari sesama trader? Atau jangan-jangan kamu sendiri yang sering berkata demikian? Dalam dunia investasi dan trading, terutama yang mengandalkan analisis teknikal, satu jebakan klasik yang kerap memakan korban adalah overfitting. Dalam bahasa sederhananya: terlalu percaya pada pola yang sebenarnya tidak ada.

Mari kita bongkar bahaya overfitting dalam analisis teknikal, mengapa banyak trader jatuh cinta pada grafik yang penuh warna tapi miskin makna, dan bagaimana cara menghindarinya agar keputusan investasimu lebih rasional, bukan emosional.

Overfitting dalam Trading

Secara sederhana, overfitting terjadi ketika kamu terlalu “mencocokkan” data masa lalu sampai kamu yakin itu akan terulang di masa depan.

Contoh klasik overfitting:
- Kamu gambar 7 garis support dan resistance.
- Kamu pasang 5 indikator sekaligus: RSI, MACD, Stochastic, Bollinger Bands, dan Fibonacci.
- Lalu kamu percaya kombinasi ini pasti menghasilkan sinyal beli.

Hasil akhirnya?
Chart kamu terlihat seperti peta harta karun yang rumit, padahal tidak memberi arah yang jelas.

Overfitting Sangat Berbahaya?


Karena kamu sedang menipu diri sendiri. Overfitting membuatmu merasa cerdas saat analisa kebetulan benar, dan menyalahkan pasar ketika salah. Kamu mulai percaya bahwa “pola” itu punya kekuatan gaib, padahal hanya kebetulan statistik. Di sinilah letak bahayanya: kamu merasa lebih tahu dari market, padahal market tidak pernah berjanji akan patuh pada garis-garismu.

Kutipan relevan:
Just because it worked in the past, doesn’t mean it’ll work in the future.” – Nassim Nicholas Taleb, penulis The Black Swan

Realita: Market Itu Acak


Pasar saham penuh ketidakpastian. Meski terlihat teratur, pergerakannya seringkali dipengaruhi oleh berita global, emosi pelaku pasar, kebijakan pemerintah, hingga sentimen tak terduga. Overfitting membuatmu fokus pada masa lalu, padahal uangmu bergerak di masa depan.

Contoh nyata (Q1 2024):
Banyak trader menggambar support kuat pada IHSG di 6.900. Tapi kenyataannya, indeks jebol hingga ke 6.850 karena tekanan eksternal dari ketidakpastian suku bunga The Fed dan konflik geopolitik.

Garis support? Tertembus. Indikator? Salah sinyal. Yang tertinggal? Kekecewaan.


Bagaimana Cara Menghindari Overfitting?

Berikut beberapa tips praktis:

- Gunakan maksimal 2–3 indikator yang benar-benar kamu pahami, bukan sekadar menumpuk tanpa alasan.
- Uji strategi dengan data berbeda (backtest dan forward test) agar tidak hanya cocok pada satu waktu.
- Fokus pada pemahaman makroekonomi dan perilaku pasar (market psychology) — karena grafik tidak bekerja sendirian.
- Jangan jatuh cinta pada chart. Jatuh cintalah pada proses dan disiplin.

Antara Ilmu dan Ilusi


Overfitting adalah bentuk bias kognitif — kita ingin melihat pola karena otak kita benci ketidakpastian. Tapi di pasar saham, ketidakpastian adalah satu-satunya hal yang pasti.

Analogi sederhana:
Bayangkan kamu melihat awan dan berkata, “Wah, bentuknya mirip naga. Artinya harga akan naik.” Kedengarannya lucu? Tapi bukankah itu yang sering kita lakukan dengan chart?


Tetap Waras di Tengah Hiruk Pikuk Grafik


Jangan jadi analis teknikal yang lebih banyak melukis daripada menganalisa. Ingat, setiap garis yang kamu tarik tanpa dasar yang kuat bisa membawa kamu menjauh dari realita pasar.

Ayo perbaiki cara kita membaca pasar. Belajarlah terus, bukan hanya dari chart, tapi juga dari logika dan data yang objektif. (*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update