Padang, pasbana – Keputusan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk kembali memberangkatkan sejumlah kepala desa (kades) ke China dalam program "Seminar on Capacity Building for Indonesian Village Head" pada 26 Juni - 8 Juli 2025 menuai sorotan tajam. Langkah ini dinilai kontroversial di tengah kebijakan pemerintah yang gencar menggaungkan efisiensi anggaran di seluruh lini.
Menanggapi hal tersebut, Hidayatul Fikri, Founder Pencerah Desa Indonesia, tidak menutupi kekecewaannya. Fikri secara terbuka mengecam keputusan Kemendes PDTT yang dianggap kurang peka terhadap kondisi keuangan negara dan prioritas pembangunan desa yang lebih mendesak. Menurutnya, meskipun peningkatan kapasitas kades penting, metode yang dipilih harusnya lebih efisien dan tepat sasaran, bukan dengan memberangkatkan mereka ke luar negeri.
Prioritas Anggaran vs. Kebutuhan Mendesak Desa
"Presiden sudah sangat jelas menginstruksikan efisiensi anggaran. Lantas, apakah program pemberangkatan kades ke China ini benar-benar prioritas utama yang tidak bisa diganti dengan metode peningkatan kapasitas lain yang lebih hemat dan tepat guna?" ujar Fikri dengan nada mempertanyakan.
Ia menambahkan bahwa banyak kepala desa di Indonesia yang sebenarnya membutuhkan pelatihan praktis di dalam negeri, terkait pengelolaan dana desa, peningkatan ekonomi lokal, atau inovasi pertanian. "Mengapa tidak mengoptimalkan pelatihan di dalam negeri, dengan melibatkan para ahli dari berbagai bidang, atau membangun pusat-pusat pembelajaran desa yang dapat diakses lebih banyak kades? Ini akan jauh lebih inklusif dan efisien," sarannya.
Transparansi dan Akuntabilitas: Desakan kepada Komisi V DPR RI
Fikri juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan anggaran negara. Ia secara khusus mendesak Komisi V DPR RI, sebagai mitra kerja Kemendes PDTT, untuk melakukan pengawasan ketat terhadap program ini.
"Masyarakat berhak tahu berapa total anggaran yang dialokasikan, siapa saja kades yang diberangkatkan, dan bagaimana mekanisme pertanggungjawaban serta dampak konkret dari program ini terhadap kemajuan desa mereka setelah pulang dari China," tegas Fikri.
Ia berharap Kemendes PDTT dapat memberikan penjelasan rinci mengenai urgensi dan target capaian dari program ini, serta memastikan bahwa kegiatan tersebut bukan sekadar "jalan-jalan" yang membebani APBN di tengah isu efisiensi. "Jika memang ada hasil yang bisa diukur dan direplikasi di desa-desa Indonesia, tentu akan menjadi nilai tambah. Namun, jika tidak, maka ini menjadi preseden buruk di tengah semangat efisiensi," pungkas Hidayatul Fikri.(*)