Notification

×

Iklan

Iklan

Menempa Ulama Hebat dari Ranah Minang: 7 Cara Menghidupkan Kembali Kejayaan Warisan Ilmu di Tanah Adat

08 Juni 2025 | 07:27 WIB Last Updated 2025-06-08T00:30:48Z


Pasbana - Jika kita berjalan menyusuri surau-surau tua di Minangkabau, udara seakan menyimpan gema lantunan ayat suci dan bait-bait hikmah dari para ulama besar yang pernah menorehkan pengaruh luas — tidak hanya di Sumatra Barat, tapi juga di panggung nasional dan dunia Islam.

Siapa tak kenal Syekh Burhanuddin Ulakan, pembawa Tarekat Syattariyah ke ranah Minang? Atau Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, ulama besar asal Koto Gadang yang menjadi imam besar di Masjidil Haram? 

Warisan mereka bukan hanya pada kitab-kitab dan tarekat, tetapi juga pada semangat keilmuan yang menjadikan Minangkabau sebagai "ladang ilmu" nan subur.

Namun, hari ini kita menghadapi tantangan besar: Bagaimana melahirkan kembali ulama-ulama hebat dari Ranah Minang? 

Bukan sekadar ahli agama, tetapi juga intelektual muslim yang mampu menjawab persoalan zaman.

Untuk menjawab itu, mari kita gali sejarah dan refleksi, lalu rumuskan 7 cara konkret yang bisa jadi jalan lahirnya ulama besar Minangkabau masa depan.



1. Revitalisasi Peran Surau sebagai Pusat Pendidikan Ilmu dan Akhlak

Surau dulunya bukan hanya tempat salat, tapi juga pusat belajar, tempat tidur santri, dan ladang menanam adab. Dari surau, lahir para ulama yang ditempa langsung dalam kehidupan kolektif dan disiplin ilmu keislaman. Sudah saatnya surau kembali hidup sebagai learning center komunitas.

Referensi: Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara menyebutkan peran surau sebagai mini universitas tradisional yang sangat efektif.


2. Pendidikan Ulama Sejak Dini dengan Sistem Kurikulum Terpadu

Menggabungkan kurikulum pendidikan nasional dan pesantren akan memberikan fondasi yang kokoh. Anak-anak Minang perlu diperkenalkan pada ilmu alat (nahwu, sharaf), tauhid, fikih, dan tasawuf sejak dini, seperti tradisi klasik.

Menurut Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, pembinaan kader ulama ideal dimulai dari usia dini dan terintegrasi hingga jenjang pendidikan tinggi.


3. Memberi Beasiswa Kaderisasi Ulama Minang ke Timur Tengah dan Dunia Islam

Dulu, ulama Minangkabau menempuh perjalanan jauh ke Mekkah, Mesir, Yaman, dan India. Kini, negara dan pemda bisa menginisiasi beasiswa khusus kader ulama untuk studi ke LIPIA, Al-Azhar, IIUM, atau kampus Islam bergengsi lainnya.

Data Kemenag menunjukkan, lulusan luar negeri dari Timur Tengah punya kontribusi besar dalam pembinaan keilmuan Islam yang moderat di Indonesia.


4. Mendirikan Lembaga Kajian Islam Khas Minangkabau

Kita perlu rumah ilmu yang fokus menggali dan menyebarluaskan warisan ulama-ulama Minangkabau. Lembaga ini bisa mengelola manuskrip lama, menyelenggarakan kajian keislaman, dan mendokumentasikan warisan ilmu yang hampir punah.

Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang dan Lembaga Manuskrip Minangkabau bisa digandeng sebagai mitra awal.


5. Membangkitkan Semangat Menulis Karya Keislaman Berbahasa Lokal dan Internasional

Dulu, ulama Minang menulis kitab-kitab penting dalam bahasa Arab dan Melayu. Kini, menulis kembali harus menjadi gerakan, baik dalam bentuk buku, jurnal, hingga artikel populer yang mudah diakses publik.

Tercatat dalam katalog Perpustakaan Nasional RI, lebih dari 100 kitab klasik ditulis ulama Minangkabau, dari tauhid, fikih, hingga tasawuf.


6. Mengadakan Forum Ilmiah dan Halaqah Ulama Minangkabau Secara Rutin

Forum ini menjadi ajang diskusi, penguatan jaringan, sekaligus pewarisan nilai antar generasi. Ini bisa dimulai dari komunitas pesantren, surau, hingga kampus.

Contoh sukses: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat rutin mengadakan Bahtsul Masail melibatkan ulama muda, tradisional, dan modern untuk memperkaya ijtihad.


7. Menjadikan Tokoh Ulama Sebagai Role Model Kehidupan Anak Muda

Ulama Minangkabau dulu bukan hanya dihormati karena ilmu, tapi juga karena integritas dan kontribusinya di tengah masyarakat. Maka, mengenalkan biografi tokoh seperti Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Buya HAMKA, atau H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ke anak muda bisa menjadi inspirasi.

Buku "Ayahku" karya HAMKA adalah salah satu referensi biografi ulama Minang yang bisa dijadikan bacaan wajib pelajar dan mahasiswa.


Dari Surau ke Dunia

Minangkabau adalah rahim ilmu. Sejarah telah membuktikan. Tapi masa depan bergantung pada sejauh mana kita menghidupkan kembali semangat itu. 

Jika surau dihidupkan, generasi muda ditempa dalam adab dan ilmu, serta para tokoh besar diangkat kembali ke ruang publik—maka bukan tidak mungkin dalam 10–20 tahun ke depan, kita akan menyaksikan lahirnya kembali ulama-ulama hebat dari Ranah Minang yang mampu menyinari nusantara, bahkan dunia.

(Redaksi

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update