Oleh :Satria Asmal,SP,CHt,CI,CMT NLP
Direktur Specta Indonesia
Pasbana - Pernahkah kita semua mendengar istilah "rancak dilabuah"?
Sebuah Istilah Minangkabau, yang memiliki makna sangat dalam. secara harfiah berarti "indah terlihat dari jalan". Frasa ini sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dari luar tampak menawan, sempurna, dan teratur, namun ketika diselidiki lebih jauh, justru ditemukan berbagai kerusakan, masalah, atau kebobrokan di dalamnya.
Fenomena ini tidak hanya berlaku pada benda mati, atau pohon misalnya, diluarnya bagus tetapi didalam nya sudah habis dimakan rayap.
Ini juga seringkali merefleksikan kondisi organisasi, instansi, lembaga, sekolah, atau bahkan masyarakat secara keseluruhan.
Kita hidup di era di mana citra seringkali lebih diutamakan daripada substansi.
Citra lebih terkenal dari pada realita. Banyak pihak yang sibuk memoles tampilan luar agar terlihat baik di mata publik, demi mendapatkan pujian, pengakuan, dukungan, atau sekadar menghindari kritik. Namun melupakan esensi dari sebuah sistem yang sehat: perbaikan internal yang berkelanjutan, penanganan masalah dari akarnya, dan pembangunan fondasi yang kuat.
Prioritas yang keliru ini menciptakan ilusi kesempurnaan yang rapuh, yang pada akhirnya akan runtuh ketika dihadapkan pada realitas.
Lalu bagaimana agama ini memandang kondisi seperti ini?
Jika "rancak" yang ditampilkan sesuai dengan kondisi sebenar nya tentu tidak masalah dan bahkan merupakan bagian dari syiar.
Namun, jika "rancak dilabuah" twntu sangat berbeda, membuat orang terkesima tapi tak sesuai kenyataan, membuat orang berdecak kagum namun jauh dari yang diharapkan. Tentu ini tidak "elok" dilakukan. Apalagi ini berhubungan dengan pelayanan publik, pendidikan, jasa, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan dan dicari orang banyak.
Apalagi sebagai pemimpin yang hanya sekedar rancak dilabuah, tentu ada jutaan rakyat yang tertipu oleh settingan nya dengan harapan mendapat simpati masyarakat.
Larangan Berbuat Demikian dalam Al-Qur'an
Sikap "Rancak Dilabuah" ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedepankan kejujuran, integritas, dan perbaikan dari dalam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat As-Saff ayat 2-3:
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. As-Saff: 2-3)
Ayat ini secara tegas mengecam mereka yang perkataannya tidak sejalan dengan perbuatannya, atau dengan kata lain, menunjukkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Ini relevan dengan perilaku yang hanya fokus pada pencitraan eksternal tanpa dibarengi dengan perbaikan internal yang sungguh-sungguh. Islam mengajarkan umatnya untuk berlaku adil, transparan, dan bertanggung jawab, baik secara lahir maupun batin.
Realitas di Tengah Masyarakat
Fenomena "Rancak Dilabuah" dapat kita saksikan dengan jelas dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari:
Dilingkungan pendidikan terkecil, Sekolah misalnya, yang gencar mempromosikan fasilitas megah, kurikulum inovatif, dan prestasi siswa di ajang perlombaan, namun di balik itu, seringkali ditemukan masalah serius seperti kualitas guru yang stagnan, lingkungan belajar yang kurang kondusif, atau bahkan kasus bullying yang tidak tertangani dengan baik. Orang tua terpukau dengan citra sekolah yang "unggul" namun kemudian kecewa ketika mengetahui kondisi sebenarnya.
Jangan kan untuk mendapatkan label "unggul", untuk baik saja masih jauh agaknya. Untuk hal hal kecil saja masih bermasalah, sabagai contoh untuk urusan merapikan sepatu saja susahnya minta ampun, berantakan, sampah berserakan, wc balepotan, ruang kelas kumuh, tentu tak sesuai dengan harapan unggul tersebut.
Di pelayanan kesehatan, akhir akhir ini banyak kasus viral terkait pelayanan rumah sakit yang mengecewakan, di beberapa rumah sakit mungkin menampilkan lobi yang mewah, di dinding-dinding ditempelkan banner besar tentang visi misi dan komitmen pelayanan yang mengedepankan humanis dan pelayanan dengan hati, sekaligus dibubuhkan tanda tangan sebagai bentuk fakta integritas, namun pada kenyataan tidak dijumpai hal demikian. peralatan medis canggih, dan branding yang profesional.
Namun, pasien dan keluarga sering mengeluhkan antrean panjang, pelayanan yang lambat, tenaga medis yang kurang empati, atau bahkan masalah kebersihan di area vital. Fokus pada penampilan luar membuat perbaikan sistem pelayanan internal terabaikan.
Di pemerintahan,
kasus kasus korupsi dan penipuan di berbagai lembaga pemerintahan masih menghiasi pemberitaan di negeri ini.
Namun laporan keatasan selalu baik.
Ini merupakan cerminan dari "Rancak Tampak Dilabuah".
Para pelaku seringkali memiliki citra yang baik di mata publik, bahkan mungkin terlihat religius dan dermawan, namun di balik itu mereka merugikan banyak orang dan merusak sistem.
Seharusnya Perbaikan dari Dalam dan Luar
Untuk keluar dari jebakan "Rancak Tampak Dilabuah",
Bahkan kita sebagai pribadi pun bisa terjebak menjadi "rancak tampak dilabuah" namun sikap dan perbuatan kita tidak mencerminkan itu semua bahkan cendrung merusak dan merugikan orang lain.
Maka dari itu, kita perlu menerapkan prinsip perbaikan yang menyeluruh, baik dari dalam maupun luar. Diantara usaha perbaikan tersebut adalah;
Fokus pada Substansi
Prioritaskan kualitas, integritas, dan efisiensi internal. Misalnya, di sekolah, fokuslah pada peningkatan kualitas pengajaran, penanaman karakter dan akhlak, penguatan ibadah, kesejahteraan guru, dan pengembangan karakter siswa.
Di rumah sakit, utamakan peningkatan standar pelayanan medis, pelatihan tenaga kesehatan, dan efisiensi prosedur.
Perbaikan Berkelanjutan
Jangan menunggu masalah membesar. Lakukan evaluasi rutin, identifikasi kelemahan, dan segera lakukan tindakan korektif. Budayakan kritik membangun sebagai alat untuk terus berkembang.
Transparansi dan Akuntabilitas
Bersikaplah terbuka terhadap kekurangan dan bertanggung jawab atas setiap tindakan. Ini akan membangun kepercayaan dan mendorong partisipasi dari semua pihak untuk melakukan perbaikan.
Integritas sebagai Pondasi
Integritas adalah keselarasan antara yang dikatakan, dipikirkan dan dilakukan serta berkomitmen untuk menjaga kejujuran.
Baik individu maupun organisasi harus menjunjung tinggi nilai kejujuran dan etika. Keindahan sejati terpancar dari sistem yang sehat, bukan hanya dari polesan di permukaan.
Dengan demikian, kita tidak hanya akan membangun sesuatu yang "Rancak Tampak Dilabuah" melainkan sesuatu yang "Rancak Tampak, Rancak Pulo di Dalam"—indah di luar dan juga baik di dalamnya, memberikan manfaat yang nyata dan berkelanjutan bagi semua.(*)