Notification

×

Iklan

Iklan

Mahasiswa dari 5 Negara Dokumentasikan “Kincia Lasuang” Silungkang

18 Juli 2025 | 07:18 WIB Last Updated 2025-07-18T13:25:38Z


Sawahlunto, pasbana — Sebuah upaya internasional untuk melestarikan warisan teknologi tradisional Indonesia tengah berlangsung di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. 

Wali Kota Sawahlunto, Riyanda Putra, secara langsung meninjau dan beraudiensi dengan para peserta International Documentation Camp of Vernacular Architecture (Indonesia Vernadoc 2025) yang sedang mendokumentasikan kincir air tradisional atau “kincia lasuang” di Desa Silungkang Duo, Kecamatan Silungkang.

Kegiatan yang berlangsung dari 14 hingga 28 Juli 2025 ini diikuti oleh 27 mahasiswa dan dosen dari lima negara, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Austria, dan Swedia

Mereka secara intensif meneliti serta menggambar langsung objek arsitektur vernakular khas Minangkabau ini sebagai bagian dari pelestarian budaya teknologi masyarakat lokal.

“Kincia lasuang” merupakan sebuah sistem teknologi tradisional pengolahan kopi yang memanfaatkan energi air untuk menggerakkan alat tumbuk (lasuang). 

Sistem ini mencerminkan kecerdasan lokal dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, sekaligus menjadi bagian penting dari identitas budaya Silungkang.
Indonesia Vernadoc 2025 mengangkat tema kincir air sebagai fokus utama. 

Metode Vernadoc sendiri—singkatan dari Vernacular Documentation—merupakan pendekatan dokumentasi arsitektur tradisional menggunakan teknik gambar tangan terukur secara langsung di lokasi, dengan media pensil dan tinta, serta berdasarkan observasi fungsional dan struktural bangunan.

“Melalui dokumentasi ini, kita bukan hanya menyimpan gambar, tetapi juga mewariskan pengetahuan lokal yang telah bertahan lintas generasi,” ujar Dr. Rika Suryani, dosen arsitektur dari Universitas Bung Hatta yang juga menjadi koordinator nasional Indonesia Vernadoc.

Apresiasi dan Komitmen Pemerintah Kota Sawahlunto
Dalam sambutannya di lokasi kegiatan, Wali Kota Riyanda Putra menyampaikan apresiasi tinggi atas kehadiran peserta internasional dan dedikasi tim dokumentator dalam menggali kekayaan teknologi lokal yang hampir punah.

“Program ini bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi sebuah langkah konkret dalam upaya pelestarian warisan budaya teknologi masyarakat. Dokumentasi visual yang dilakukan secara ilmiah akan menjadi referensi berharga untuk generasi mendatang,” ujar Wali Kota Riyanda.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota Sawahlunto siap menjalin kerja sama lebih lanjut dengan institusi akademik peserta program, baik dari dalam maupun luar negeri.

Hasil dokumentasi ini, menurutnya, akan menjadi bahan penting untuk pengembangan wisata berbasis budaya dan pelestarian teknologi tradisional dalam program pembangunan daerah.

Para peserta mengungkapkan antusiasme dan kekaguman mereka terhadap kekayaan budaya yang masih terpelihara di Silungkang. “Ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Kami belajar tidak hanya dari buku, tapi langsung dari masyarakat yang hidup berdampingan dengan teknologi tradisional ini,” kata Lisa Magnusson, peserta asal Swedia yang merupakan mahasiswa pascasarjana bidang arsitektur.

Dokumentasi ini direncanakan akan diterbitkan dalam bentuk arsip digital dan cetak, serta menjadi bagian dari pameran budaya internasional yang digelar oleh Vernadoc Global Network tahun depan.

Program ini dinilai sejalan dengan misi UNESCO dalam mendukung pelestarian arsitektur tradisional dunia.

Menurut data dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah II Sumatera, hanya kurang dari 10 persen teknologi “kincia lasuang” yang masih aktif digunakan di Sumatera Barat. Dengan adanya dokumentasi ilmiah ini, diharapkan terjadi kebangkitan kesadaran publik terhadap pentingnya menjaga warisan budaya yang otentik.

Indonesia Vernadoc sendiri telah dilaksanakan di lebih dari 15 daerah sejak 2010, namun dokumentasi “kincia lasuang” Silungkang menjadi yang pertama dalam kategori teknologi air tradisional kopi di Sumatera.

Indonesia Vernadoc adalah bagian dari jaringan internasional dokumentasi arsitektur tradisional yang bertujuan menciptakan catatan otentik tentang bangunan-bangunan lokal sebelum mereka punah akibat perubahan zaman. Kegiatan ini tidak hanya memiliki nilai akademik, tetapi juga sosial, budaya, dan ekologis.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update