Notification

×

Iklan

Iklan

Sehat: Nikmat yang Sering Kita Lupakan

12 Agustus 2025 | 11:40 WIB Last Updated 2025-08-12T05:04:43Z



Pasbana - Pernahkah kamu bangun pagi, membuka jendela, lalu membiarkan udara segar masuk ke paru-paru? 

Mungkin sambil memegang segelas kopi, memandangi cahaya matahari yang pelan-pelan menyingkap kabut.

Jika iya, tahukah kamu? Saat itu kamu sedang menikmati salah satu “aset” paling berharga yang sering kita remehkan: kesehatan.

Bahkan, 1.400 tahun lalu Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan:
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu karenanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Artinya, banyak orang baru menyadari betapa berharganya sehat ketika tubuh sudah tak lagi mampu bekerja seperti biasa.

Kisah dari Zaman Sahabat


Sejarah Islam mencatat, sehat bukan sekadar bebas dari sakit. Bagi para sahabat Nabi, sehat adalah modal untuk berbuat kebaikan.

Abdullah bin Zubair pernah terluka parah dalam Perang Yarmuk. Darah mengalir deras, tapi ia tetap ingin menyempurnakan salat. “Aku takut wudhuku batal sebelum sempat sujud,” ujarnya lirih.

Utsman bin Affan pada masa paceklik membeli 1.000 unta bermuatan gandum, lalu membagikannya gratis. Dengan tubuh sehat, ia berjalan dari tenda ke tenda memastikan tak ada warga yang tidur kelaparan.

Abu Dzar al-Ghifari di usia senja masih sanggup memikul kayu sejauh 5 km setiap pagi. “Aku malu pada Allah jika matahari terbit dan aku tidak bekerja,” katanya.

Kisah-kisah ini membuktikan: sehat memberi energi untuk ibadah, membantu sesama, dan menjaga harga diri.

Data Modern: Sehat Itu Mahal


World Health Organization (WHO) mencatat, penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, dan kanker menyumbang lebih dari 73% kematian di dunia.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023, biaya pengobatan rumah sakit rujukan bisa mencapai puluhan juta rupiah per pasien hanya untuk satu kali rawat inap penyakit kritis.

Ironisnya, banyak orang baru menghargai sehat ketika tubuh sudah “mogok kerja”. Ungkapan bijak Imam Ibnul Qayyim “Kesehatan adalah mahkota yang tak terlihat, hanya terlihat oleh orang yang sakit” terasa semakin relevan di era modern.

Kenapa Kita Mudah Lupa Bersyukur?


Di zaman sekarang, kita sering terjebak pada hal-hal remeh: mengeluh soal internet lambat, protes makanan kurang enak, atau sibuk mengejar target pekerjaan. 

Padahal, di ruang ICU, ada orang yang rela membayar berapa pun hanya untuk bisa bernapas tanpa alat bantu.

Umar bin Khattab pernah berkata: “Kesehatan dan waktu luang adalah rampasan bagi orang yang lalai.”

Artinya, dua hal ini sering diabaikan hingga akhirnya hilang begitu saja.

Belajar Menjaga “Aset” Paling Berharga


Menjaga kesehatan sebenarnya bukan perkara rumit. WHO merekomendasikan tiga langkah sederhana:

Aktif bergerak minimal 30 menit sehari.

Makan seimbang: lebih banyak buah, sayur, dan air putih, kurangi gula serta lemak jenuh. 

Istirahat cukup 7–8 jam per malam.

Dan yang tak kalah penting: luangkan waktu untuk bersyukur. Setiap pagi, coba ucapkan doa yang pernah diajarkan Nabi ﷺ:
“Ya Allah, sehatkanlah tubuhku. Sehatkanlah pendengaranku. Sehatkanlah penglihatanku.” (HR. Abu Daud)

Sehat memang bukan segalanya. Tapi tanpa sehat, hampir semua hal jadi sulit dilakukan.

Jadi, sebelum tubuh memberi “surat peringatan” lewat rasa sakit, rawatlah ia baik-baik.

Karena suatu hari nanti, sehat yang kita sia-siakan mungkin akan menjadi rindu yang tak pernah terobati.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update