Notification

×

Iklan

Iklan

E-commerce dan Distribusi Uang yang Tidak Merata: Menyikapi Ketimpangan Ekonomi di Indonesia

19 September 2025 | 07:51 WIB Last Updated 2025-09-19T07:46:35Z


Pasbana - Indonesia kini menghadapi masalah besar dalam distribusi uang yang tidak merata di masyarakat. Jika kita menarik sebuah analogi, bayangkan sebuah mobil dengan empat roda, namun oli hanya mengalir ke satu roda saja. 

Tentu saja, mobil itu tidak akan bisa bergerak. Dalam hal ini, roda yang tidak mendapat aliran oli menjadi macet. Hal yang sama berlaku pada perekonomian kita: jika distribusi uang hanya mengalir ke sekelompok kecil masyarakat, roda ekonomi tidak akan bergerak secara optimal.

E-commerce, yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan masalah ini. Banyak orang tidak menyadari bahwa fenomena e-commerce membawa dampak serius terhadap distribusi uang di Indonesia. 

Sebagian besar ekonom, bahkan yang berkompeten sekalipun, seringkali hanya fokus pada faktor-faktor tradisional, seperti perang dagang atau efek pandemi COVID-19. Namun, e-commerce memegang peranan yang jauh lebih besar dalam keruntuhan ekonomi yang kita hadapi saat ini.

Ketidakmerataan Distribusi Uang dan Dampaknya


Saat ini, banyak orang merasa bahwa daya beli mereka semakin menurun, sementara PHK semakin marak dan pencarian pekerjaan semakin sulit. Hal ini berhubungan langsung dengan ketidakmerataan distribusi uang. Ketika uang hanya berputar di kalangan segelintir orang atau kelompok tertentu, daya beli masyarakat sebagai kolektif menjadi lemah. Akibatnya, ekonomi secara keseluruhan menjadi terhambat.

Masalah utama yang terjadi adalah gangguan yang disebabkan oleh e-commerce pada tiga ranah penyediaan lapangan kerja yang sangat penting: rantai distribusi, segmen pedagang lemah, dan industri dalam negeri.


Mengganggu Rantai Distribusi

Rantai distribusi tradisional—termasuk pengecer kecil dan pedagang lokal—sangat bergantung pada aliran barang dan uang untuk menciptakan lapangan kerja. Keberadaan e-commerce, yang seringkali menawarkan harga yang sangat rendah dan metode distribusi yang lebih efisien, telah mengurangi kebutuhan akan rantai distribusi yang lebih panjang. 

Dalam hal ini, banyak lapangan pekerjaan yang terdampak, baik di sektor transportasi, sewa lapak, hingga pekerjaan informal seperti pedagang makanan di pasar atau mall.

Mematikan Segmen Pedagang Lemah


Selain itu, e-commerce sering kali memperburuk ketimpangan harga antar segmen pedagang, khususnya antara pedagang kecil dan pedagang besar. Pedagang e-commerce besar, yang memiliki kekuatan harga dan logistik, dapat menawarkan harga jauh lebih rendah dibandingkan pedagang kecil lokal. 

Hal ini menyebabkan banyak pedagang kecil terpaksa tutup, karena konsumen lebih memilih belanja online dengan harga yang lebih murah. Fenomena ini mematikan peluang untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor ini.


Membanjirnya Produk Impor

E-commerce juga membuka pintu bagi produk impor untuk masuk dengan bebas ke pasar lokal. Sebagian besar barang yang dijual di platform online merupakan produk impor, yang tentunya mempengaruhi daya saing produk lokal. Akibatnya, industri dalam negeri kesulitan untuk berkembang dan menciptakan lapangan kerja baru.

Solusi untuk Masalah E-commerce

Melihat dampak e-commerce yang semakin besar, apakah ada solusi yang dapat menyelamatkan kondisi ini? Tentu ada. Salah satu pendekatan yang perlu diambil adalah regulasi yang lebih ketat terhadap e-commerce, terutama untuk melindungi pedagang kecil dan rantai distribusi lokal.

1. Melindungi Pedagang Lokal dan Rantai Distribusi
Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang memastikan harga barang di e-commerce tidak jauh berbeda dengan harga di pasar lokal, terutama untuk produk-produk yang dijual oleh pedagang kecil. 

Dengan demikian, pedagang kecil tidak akan kalah bersaing dan dapat tetap bertahan. Regulasi ini harus difokuskan pada harga akhir barang di e-commerce, yang harus disesuaikan dengan harga pasar lokal.

2. Menciptakan Keseimbangan dalam Persaingan

Solusi lainnya adalah menciptakan keseimbangan antara e-commerce dan pasar offline. E-commerce perlu berjalan secara paralel dengan pasar tradisional, bukan menggantikan atau menghancurkan satu sama lain. 

E-commerce tidak perlu dipandang sebagai musuh, namun sebagai peluang untuk mempercepat distribusi barang ke konsumen. Namun, untuk itu, regulasi yang melindungi pedagang kecil dan usaha lokal harus ditegakkan.

3. Meningkatkan Peran Pemerintah dalam Pengawasan

Pemerintah perlu lebih aktif dalam mengawasi praktik harga yang tidak adil, seperti predatory pricing yang banyak ditemukan di beberapa platform e-commerce. 

Pemerintah juga harus menjamin bahwa produk lokal mendapat tempat yang layak di pasar e-commerce, untuk mencegah barang-barang impor yang membanjiri pasar domestik tanpa kendali.

Menjaga Keberlanjutan Ekonomi Indonesia di Era E-commerce


E-commerce memang tidak bisa dihentikan, tetapi kita perlu melibatkan kebijakan yang tepat agar ekonomi lokal dan pedagang kecil tidak terpinggirkan. Dengan regulasi yang bijak, kita bisa menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, yang memberikan manfaat bagi semua pihak—mulai dari pedagang kecil hingga pengusaha besar.

Sebagai bangsa, kita harus memastikan bahwa roda ekonomi dapat berputar dengan baik, bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi untuk seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, distribusi uang harus merata agar ekonomi Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang.

Dengan langkah yang tepat, kita bisa memaksimalkan potensi e-commerce tanpa mengorbankan perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update