Notification

×

Iklan

Iklan

Stikes Fort De Kock Gugat Pemko Bukittinggi Ke PTUN, DPRD: Pemko Bisa di Pidana

22 Juni 2019 | 15.02 WIB Last Updated 2019-06-23T04:39:48Z
Penasehat Hukum Yayasan Stikea Fort De Kock, Didi Cahya Ningrat SH


Bukittinggi - Yayasan Stikes Fort De Kock melakukan Gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Pemko Bukittinggi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang pada tanggal 20 Juni 2019 dengan nomor surat gugatan 16/G/2019/PTUN-PDG. Langkah gugatan ini dilakukan Stikes agar Pemko tidak lagi melakukan pemberitaan -pemberitaan sepihak yang merugikan pihak Stikes Fort De Kock.

Penasehat Hukum Yayasan Stikea Fort De Kock, Didi Cahya Ningrat SH mengatakan, "Kami akan giring Pemko Bukittinggi ke bilik yang lebih kecil yaitu PTUN Padang untuk membuktikan pernyataan-pernyataan Pemko Bukittinggi tentang Stikes Fort De Kock telah mencaplok tanah Pemko atau membangun tanpa ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB)." Sabtu, (22/06)

Selain itu lanjut Didi, tidak ada kerugian-kerugian lebih jauh yang dilakukan Stikes terhadap Pemko terkait pemberitaan-pemberitaan yang dibuat Pemko selama ini. Apakah itu pernyataan tentang Pemko akan melakukan bongkar paksa, pencaplokan lahan dan membangun tanpa IMB sangat merugikan klien kami Stikes Fort De Kock.

Ketua Komisi III DPRD Kota Bukittinggi, M. Nur Idris 


Sementara itu disela-sela acara rapat di gedung DPRD pada hari Jumat, 21 Juni 2019, Ketua Komisi III DPRD Kota Bukittinggi, M. Nur Idris menegaskan, "Stikes Fort De Kock sendiri yang mengakui dan mengirim surat ke DPRD untuk meminta tolong mediasi bahwa ada sebahagian tanah Pemko terpakai. Stikespun bersedia untuk mengganti lahan yang terpakai sebesar 1623 meterpersegi. Nah DPRD fungsinya sebagai pengawas kebijakan Pemko dan mengacu pada peraturan daerah menilai belum ada ruang negosiasi bagi kedua belah pihak untuk melakukan tukar guling lahan."

Untuk itu lebih lanjut Idris menegaskan, tegakkan aturan hukum dulu. Sama-sama lakukan pengukuran tanah, berapa lahan aset Pemko yang terpakai. Karena Pemko sebelumnya telah membeli tanah tersebut di tahun 2007, dan jelas asetnya sekitar 8000 meterpersegi yang belum balik nama. Kalau lahannya bersengketa tentu Pemko tidak bisa membuat sertifikat terhadap lahan tersebut. Akibat dari kejadian itu, Pemko Bukittinggi dianggap lalai dan bisa di Pidana karena diduga tidak bisa menjaga aset negara. (Rizky)
×
Kaba Nan Baru Update