Notification

×

Iklan

Iklan

Muslim Harus Bangga Dengan Produk Halal

11 September 2016 | 15.11 WIB Last Updated 2016-09-11T08:12:40Z

     

LONDON -- Saat Barat Bangga Dengan Produk Organik seharusnya Muslim harus bangga juga dengan produk halalnya .Dengan pengecekan rantai pasok, produk halal dinilai setara dengan produk organik bagi masyarakat Barat. Produk halal juga dinilia memiliki keunggulan kualitas.

Analis bisnis Oxford Business Group, Paulius Kuncinas mengatakan, daya tarik produk halal ada lebih dari sekadar memenuhi aturan agama. Bahkan mereka yang non Muslim mengonsumsi makanan halal karena kualitas. Bagi mereka, sertifikasi halal adalah tanda kualitas tinggi dan pengawasan ketat atas rantai pasok produk.

Produk halal bisa jadi seperti produk organik bagi masyarakat Barat. ''Kalau masyarakat Barat mengandalkan produk pangan organik, masyarakat Muslim punya halal,'' ungkap Kuncinas seperti dikutip CNN, beberapa waktu lalu.

Tapi berbeda dengan produk organik yang umumnya lebih mahal dari non organik, produk halal umumnya tidak lebih mahal dari produk non halal. Apalagi saat ini produsen halal tak cuma berkutat pada produk pangan.

Industri obat-obatan dan kosmetik halal juga mulai tumbuh. Krim wajah, produk rias wajah, dan obat-obatan halal bisa mengandung lemak hewan, gelatin, atau bahan dasar hewani atau nabati harus dicek untuk memastikan tak ada kandungan non halal. Di Eropa, lanjut Kuncinas, pasar produk halal diprediksi tumbuh 10-20 persen.

Berdasarkan data Euromonitor, sudah ada produk alas bedak, perona pipi, perona bibir, anti penuaan dini, dan produk pencerah wajah bersertifikat halal. Unilever Indonesia jadi salah satu pemain kuat dalam industri kosmetik halal. ''Industri ini menjanjukan dan termasuk industri dengan nilai tambah yang tinggi,'' kata Kuncinas.

Berdasarkan laporan Pew Research Center, pasar pangan halal bernilai 1,37 triliun dolar AS pada 2014 atau 18 persen dari total nilai pasar oanngan global. Jumlah populasi Muslim sendiri diprediksi terus bertambah dari 1,6 miliar jiwa pada 2010 menjadi 2,8 miliar jiwa pada 2050.(*)


Sumber : Republika 

×
Kaba Nan Baru Update