Notification

×

Iklan

Iklan

Reklamasi Ilegal Mengancam Keutuhan Danau Singkarak

20 September 2016 | 19.01 WIB Last Updated 2021-12-08T01:05:11Z


Tanah Datar | pasbana -- Tour de Singkarak. Even ini berkelas Internasional yang dikuti oleh 30 Negara. Tahun 2016 ini, Tour de Singkarak telah dilaksanakan Agustus yang lalu. Selain sebagai ajang unjuk kebolehan para atlit sepeda berkelas intenasional, even ini juga bertujuan promosi Wisata Sumatera Barat ke dunia Internasional. Tentu saja pemilihan nama "Singkarak"  memiliki makna penting bagi even ini. Selain sebagai danau terbesar di Sumatera Barat, pengunaan nama Singkarak untuk even ini juga diyakini akan mengundang banyak wisatawan lokal dan internasional mengunjungi kawasan wisata di Sumatera Barat. 

Namun, menurut Khalil Khalilullah (Manajer kampanye WALHI Sumbar) : Keindahan Danau Singkarak yang memiliki luas 107,8 km2 dengan kedalaman rata-rata 268 m dengan ketinggian permukaan 362 m , Kini terancam oleh proyek reklamasi. Saat ini proses pengurugan tanah terus berlangsung menimbuni Danau Singkarak. Saat ini luas danau yang telah ditimbuni berkisar antara 30-50 meter (lebar) dan 70-100 meter (panjang). Danau ditimbuni, air dan udara dicemari.

Aktivitas merusak lingkungan ini dilakukan tepat bersebelahan dengan ekowisata taman wisata dermaga Danau Singkarak. Bahkan, juga bersebelahan dengan dermaga tempat kapal patroli Danau Singkarak berlabuh. Kejahatan terhadap lingkungan ini semakin jelas setelah WALHI mengutus tim investigasi menelusuri proyek reklamasi ini beberapa waktu yang lalu.

Tim investigasi walhi menemukan fakta-fakta sebagai berikut :

Pertama, Proyek Reklamasi tidak berizin. Cara mudah mengetahuinya adalah tidak adanya plang proyek.

Kedua, aktifitas pengurugan illegal. Hal ini setidaknya ditandai dengan aktivitas penimbunan danau tanpa izin.

Ketiga, sumber material berupa tanah dan bebatuan (pengurugan) diduga kuat tidak mengantongi izin galian.

Keempat, moda transportasi yang mengangkut material (pengurugan) mencemari udara.

Kelima, bebatuan dan tanah yang menimbuni danau menyebabkan pencemaran air danau dengan radius 50-100 meter ke tengah danau.

Keenam, Proyek Reklamasi diduga sebagai lokasi pembangunan hotel dan wahana air waterboom.

Uslaini (Dir. Walhi sumbar) menyatakan : 

Proyek reklamasi ini diduga kuat melibatkan pengusaha lokal dengan oknum pejabat di Pemerintah Daerah. Bagaimana mungkin, proyek reklamasi tanpa izin, terletak di tepi jalan, dekat ekowisata, bahkan pernah sebagai lokasi star tour de singkarak bisa berjalan tanpa melibatkan pihak-pihak terkait. Proyek reklamasi ini harus dihentikan. Pemerintah Daerah tidak bisa menutup mata dan takut pada pengusaha. Selain akan mencoreng nama baik even internasional Tour de Singkarak, proyek reklamasi juga merusak lingkungan dan mengancam kehidupan 19 spesies ikan unggulan danau singkarak. Satu diantaranya yang terkenal adalah, ikan bilih. Olehnya, proyek reklamasi harus segera dihentikan.           

   
Wengki Purwanto (Ketua PBHI Sumatera Barat)  menyatakan :

Proyek reklamasi danau singkarak menunjukkan pelanggaran hukum disektor lingkungan hidup mulai berani dan terbuka dilakukan. Setidaknya, pembangunan reklamasi telah melanggar ketentuan beberapa undang-undang terutama : Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Didalam undang-undang ini telah ditegaskan, bahwa setiap pembangunan harus mengunakan konsep berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sendiri adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (pasal 1 angka 3).

Hasil investigasi walhi sumbar yang kemudian didukung oleh pernyataan Bupati Solok yang dimuat media Rakyat Sumbar (20/09/2016) menunjukkan reklamasi Danau Singkarak tak berizin. Artinya ada proses pembangunan (pengurugan untuk kemudian dibangun hotel dan waterboom) yang melawan hukum. Pada posisi ini pemerintah juga telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimandatkan oleh UU PPLH terutama pasal 15.

Menurut pasal 15 ini ada beberapa kewajiban pemerintah yaitu :

Pertama, membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (ayat 1), 


kedua,  melaksanakan KLHS kedalam penyusunan dan evaluasi RTRW (ayat 2 huruf a), 


ketiga, melaksanakan KLHS kedalam kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau merusak lingkungan.

Pada sisi lain, melihat hasil insvestigasi dan informasi yang ada, pengusaha (pemilik proyek reklamasi) jelas telah melanggar pasal 22 UU PPLH. Kegiatan reklamasi danau singkarak merupakan kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sehingga wajib memiliki AMDAL. Tapi ternyata kegiatan ini tidak memiliki dokumen legal apapun.

Apabila Pemerintah Daerah tidak menyikapi situasi ini dengan mengambil tindakan konkrit berupa menghentikan proyek reklamasi dan meminta pertanggungjawaban pengusaha, maka pada situasi ini, tidak tertutup kemungkinan Proyek Reklamasi Danau Singkarak akan memuncukan Pelanggaran HAM terutama berkaitan dengan Hak untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Salam adil dan lestari

Terima kasih.

Padang, 20 September 2016

Cp : 
1.Uslaini (Dir.Walhi Sumbar) 08113345654
2.Khalil Khalilullah (manajer kampanye Walhi Sumbar) 08137461726
3.Wengki Purwanto (Ketua PBHI Sumatera Barat) 081266744971

Sumber : Rilis Pers WALHI Sumbar 

×
Kaba Nan Baru Update