Notification

×

Iklan

Iklan

Soekarno, Nelson Mandela, Jokowi dan DNA baru Indonesia

29 Mei 2018 | 01.50 WIB Last Updated 2023-01-23T12:49:37Z
Catatan : Wawan Setiawan



Tentu seperti yang kita ketahui, Nelson Mandela, seorang pejuang kemanusiaan dari Afrika Selatan bersama Desmond Tutu.

Kalimat paling fenomenal dari Desmond Tutu, “awalnya, kita rakyat Afrika, mempunyai tanah, sedangkan mereka para pendatang, mempunyai Kitab Suci (Al-Kitab), lalu kita bertemu dan secara damai memejamkan mata bersama.

"Setelah kami sama-sama memejamkan mata, mereka para pendatang memiliki tanah kami, dan kami mempunyai buku Kitab Suci mereka.” jelasnya

Nelson Mandela bersentuhan dengan M. Gandhi, dan M. Gandhi punya hubungan korespondensi dengan Leo Tolstoy, seorang Humanis besar dari Russia, sebuah hubungan yang saling membangun, tentunya.

Di sisi lain, kita mengenal Founding Fathers Indonesia (Soekarno, Moehammad Hatta, St. Syahrier, M. Yamin dan yang lainnya). Terutama Ir. Soekarno, beliau mempunyai visi kebangsaan yang besar dan revolusioner.

Indonesia sebagai mercusuar dunia, lewat  Negara-negara Non Blok dan Konfrensi Asia-Afrika, Bung Karno dan tokoh lainnya berusaha untuk mengimbangi dominasi negara adidaya dan adikuasa seperti Amerika Serikat maupun Uni Soviet.

Saya pikir itu DNA (deoxyribonucleic acid) lama Indonesia, di zaman yang semakin modern, kompleks, evolutif dan inofatif serta dengan dinamika perubahan yang begitu dinamis.

Meskipun Afrika Selatan mendapatkan kemerdekaan lebih lambat dari Republik Indonesia, namun mereka lebih bersinergi dan beradaptasi dengan perubahan global, kita harus mengakui bahwa Afrika Selatan lebih maju dalam hal ekonomi dibanding kita.

Mereka, juga telah sukses sebagai negara penyelenggara Piala Dunia Sepak Bola (2010 FIFA WORCUP), sebuah prestasi yang sungguh spektakuler, secara Sepak Bola adalah olah raga paling populer dan banyak menyerap animo warga dunia.

Tentunya, bukan itu saja prestasi negara di ujung selatan Benua Afrika tersebut, prestasi lain adalah dua tokoh besar mereka berhasil meraih Nobel Perdamaian.

Saat ini, kita akan menyongsong momen pemilihan Presiden, melalui media, saya coba mengamati sosok Jokowi, tentu beliau tidaklah sama dengan Nelson Mandela yang mendekam di tahanan karena perjuangan-nya, namun sosok Jokowi termasuk tokoh sederhana, pekerja, humanis dan cinta damai,

Saya sendiri, jatuh hati kepada beliau, karena kesederhanaan dan kemanusiaannya itu serta terlihat menjauh dari ranah  konflik.

Seperti Nelson Mandela, bahwa Afrika Selatan tidak perlu menjadi negara besar, atau mercusuar dunia, menjadi negara yang menghormati hak manusia yang sama, menghapus Primordialisme, mengeliminir konflik Negro dan Kulit Putih, serta cinta damai, itu sudah cukup.

Nyatanya dengan visi yang sederhana tersebut, ternyata Afrika Selatan telah bisa menjadi negara penyelenggara piala dunia sepak bola, dan selangkah lebih maju dari Indonesia.

Dengan Jokowi, semoga kita bisa melakukan rekayasa genetika sosial, melupakan mimpi menjadi besar, saya ingin me-recording DNA Indonesia, menjadi negara yang mengutamakan cinta dan  kedamaian, kemanusiaan, dan menjadi bangsa yang kreatif serta inofatif, semoga.

Memoriam, 27 Mei 2014
×
Kaba Nan Baru Update