Jakarta, PASBANA - Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh Unit II di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, resmi memasuki tahap financial close pada Jumat malam, 23 Mei 2025. Langkah penting ini menandai kesiapan proyek senilai Rp8,2 triliun untuk segera memasuki fase konstruksi penuh, sekaligus menjadi tonggak baru pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Diselenggarakan di The Langham Ballroom, Jakarta, acara peresmian ini dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, jajaran direksi PT Supreme Energy, serta perwakilan dari konsorsium internasional dan lembaga pembiayaan.
“Mulainya proyek PLTP Muara Laboh Unit II ini akan menjadi babak baru pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Insya Allah ini juga akan positif untuk pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Mahyeldi dalam sambutannya.
Financial close merupakan fase penting dalam skema investasi proyek, menandakan bahwa seluruh persyaratan pembiayaan telah dipenuhi, sehingga pendanaan dapat dicairkan sepenuhnya. Dengan tercapainya tahap ini, pembangunan fisik PLTP Muara Laboh Unit II dipastikan segera dimulai, dengan target operasional penuh pada tahun 2028.
PLTP Muara Laboh Unit II digarap oleh PT Supreme Energy bekerja sama dengan konsorsium internasional yang terdiri dari perusahaan Jepang SUMITOMO dan INPEX, serta mitra strategis dari Australia. Skema pembiayaan didukung oleh sejumlah lembaga keuangan global ternama, seperti Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Asian Development Bank (ADB), dan Nippon Export and Investment Insurance (NEXI).
Supramu Santosa, Chairman PT Supreme Energy, menegaskan bahwa proyek ini akan dikelola dengan standar tertinggi dari sisi keberlanjutan dan efisiensi.
“Kami akan memastikan, tahun 2028 nanti proyek ini sudah mulai beroperasi dengan standar keberlanjutan tertinggi,” ungkap Supramu.
Saat beroperasi nanti, PLTP Muara Laboh Unit II diperkirakan mampu menghasilkan daya listrik yang cukup untuk menyuplai sekitar 760.000 rumah tangga di Pulau Sumatera. Ini sekaligus akan memperkuat ketahanan energi nasional serta meningkatkan bauran energi bersih di Tanah Air.
Mahyeldi menambahkan, proyek ini tidak hanya menyangkut kelistrikan semata, namun juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar.
“Proyek ini bukan hanya tentang ketahanan listrik, tapi juga pemerataan ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat kita di Solok Selatan dan sekitarnya,” katanya.
Sumatera Barat sendiri masih memiliki 19 titik potensi panas bumi lain yang tersebar di kabupaten seperti Pasaman, Agam, dan Tanahdatar. Mahyeldi mendorong para investor untuk melirik potensi besar ini demi mewujudkan transisi energi nasional yang lebih inklusif.
“Masih banyak potensi energi baru terbarukan di Sumbar yang dapat dikembangkan oleh para investor,” ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Mei 2025, Indonesia merupakan negara dengan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, namun baru sekitar 10 persen dari total potensi tersebut yang dimanfaatkan. Dengan percepatan proyek-proyek seperti Muara Laboh Unit II, pemerintah menargetkan kontribusi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23 persen dari total bauran energi nasional pada 2025.
Masuknya PLTP Muara Laboh Unit II ke tahap *financial close* menjadi momentum penting dalam perjalanan Indonesia menuju kemandirian energi berbasis sumber daya berkelanjutan. Selain memperkuat infrastruktur kelistrikan, proyek ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal serta menjadi magnet bagi investasi hijau di masa depan.(REL)