Notification

×

Iklan

Iklan

Saatnya "Beli di Bulan Mei"? Sinyal dari AS Bikin Pasar Bergairah!

14 Mei 2025 | 22:24 WIB Last Updated 2025-05-15T00:27:34Z


Pasbana - Sebuah pergeseran angin sedang bertiup kencang dari negeri Paman Sam, berpotensi membawa gelombang optimisme ke pasar global, termasuk Indonesia tercinta.

Bayangkan begini: selama beberapa waktu terakhir, pasar keuangan global dilanda awan ketidakpastian. Inflasi yang tinggi, suku bunga yang terus menanjak, dan tensi geopolitik yang menghangat membuat para investor cenderung "bersembunyi" dan memilih aset-aset yang dianggap aman alias risk-off. 

Namun, secercah harapan kini mulai terlihat. Menurut analisis mendalam dari seorang pakar pasar, Marcelius Patria Prabaniswara, indikator-indikator ekonomi makro di Amerika Serikat menunjukkan lonjakan signifikan. 

Ini bukan sekadar angka-angka di atas kertas, tetapi sebuah sinyal kuat bahwa likuiditas di AS mulai mengalir deras. Ibarat keran yang tadinya tersendat, kini dibuka lebar, siap membanjiri pasar dengan dana segar.

Mengapa Likuiditas AS Sepenting Itu?

Mungkin Anda bertanya-tanya, apa hubungannya kondisi ekonomi AS dengan investasi kita di Indonesia? Jawabannya sederhana: erat sekali! Pasar modal Indonesia, dengan partisipasi investor lokal yang masih relatif kecil (kurang dari 5%), sangat bergantung pada aliran dana asing. 

Ketika likuiditas di AS membaik dan sentimen risiko global berubah menjadi positif (risk-on), Indonesia dengan aset-aset menariknya, terutama saham-saham blue-chip perbankan seperti $BBRI, $BBCA, dan $BMRI, menjadi incaran para investor mancanegara. Valuasi bank-bank raksasa ini tidak hanya ditentukan oleh kondisi ekonomi domestik, tetapi juga oleh dinamika aliran modal global.

Sinyal-Sinyal yang Tak Bisa Diabaikan

Lebih lanjut, Marcelius menyoroti beberapa faktor kunci yang memperkuat sinyal perubahan ini:

Inflasi yang Lebih Jinak: Data inflasi AS baru-baru ini menunjukkan angka yang lebih rendah dari perkiraan. Bagi mereka yang mengikuti Citi Economic Surprise Index (CESI), ini sebenarnya bukan kejutan. Indeks ini sudah memberikan "kode" sejak enam bulan lalu.

Reaksi pasar pun sigap, dengan para investor kini memproyeksikan empat kali penurunan suku bunga berturut-turut mulai Juni mendatang. Ini adalah perubahan arah kebijakan moneter yang signifikan, membuka jalan bagi likuiditas yang lebih baik dan lingkungan investasi yang lebih kondusif.

Trump yang "Kalem": Di sisi politik, mantan Presiden Trump tampaknya mengambil sikap yang lebih pasif untuk saat ini. Ia diperkirakan akan menunggu hingga imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun ke level 4% atau di bawahnya sebelum mengambil langkah-langkah ekonomi besar terkait tarif. 

Penangguhan tarif selama 90 hari ini menciptakan semacam "jeda" stabilitas makro, memungkinkan pasar menyerap likuiditas yang diperkirakan masuk tanpa kejutan geopolitik baru.

Kualitas Likuiditas yang Lebih Baik: Yang menarik, likuiditas yang mulai mengalir ini didukung oleh produktivitas riil, bukan sekadar ekspansi utang. Ini adalah perbedaan krusial! Likuiditas jenis ini cenderung mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dan menandakan awal dari siklus pasar yang lebih sehat.

Indikator Teknikal Menguat: Dari sudut pandang teknikal, Volatility Index (VIX), yang sering disebut sebagai "indeks ketakutan," menunjukkan sinyal topping (puncak). Secara historis, ini selalu menjadi indikator kuat dari market bottom (titik terendah pasar).

Fundamental yang Menarik: Secara fundamental, indeks SPY (yang merepresentasikan pasar saham AS secara luas) diperdagangkan dengan Price-to-Earnings Ratio (PER) sebesar 27, dengan ekspektasi annualized return (tingkat pengembalian tahunan) sebesar 5,18%. Angka ini relatif menarik jika dibandingkan dengan imbal hasil obligasi AS 10 tahun yang saat ini berada di sekitar 4,3%. 

Apalagi jika kita mempertimbangkan potensi penurunan suku bunga sebesar 100 basis poin, yang bisa membawa imbal hasil obligasi mendekati 3,3%, premi risiko untuk ekuitas (saham) menjadi semakin menggiurkan.

Dari Risk-Off ke Risk-On: Peluang di Depan Mata?
Kombinasi dari faktor-faktor inilah yang mengindikasikan bahwa kita sedang berada di ambang transisi dari lingkungan risk-off ke risk-on, terutama di mata para manajer investasi global.

Lalu, Bagaimana dengan Indonesia?


Seperti yang sudah disinggung, perbaikan likuiditas di AS dan perubahan sentimen global berpotensi menjadi katalis positif bagi pasar saham Indonesia. Saham-saham perbankan blue-chip dengan fundamental kuat dan valuasi yang menarik bisa menjadi pilihan investasi yang menarik ketika aliran dana asing kembali deras.

Jangan Lupa Riset dan Literasi Finansial!

Tentu saja, dunia investasi penuh dengan dinamika dan kejutan. Analisis ini adalah sebuah perspektif yang menarik dan didukung oleh data, namun bukan berarti tanpa risiko. Penting bagi kita sebagai investor untuk tetap melakukan riset mendalam, memahami profil risiko masing-masing, dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.

Untuk Anda yang ingin memahami lebih dalam tentang bagaimana siklus bisnis dan ekonomi makro memengaruhi keputusan investasi, Marcelius merekomendasikan sebuah video berbayar yang dianggapnya sangat berharga: https://lynk.id/goinvest/lklnlex51355. Ini adalah salah satu cara untuk terus meningkatkan literasi finansial kita.

Bersiap, Bukan Mundur!

Jadi, alih-alih mengikuti pepatah lama "Sell in May and go away," kali ini kita mungkin akan melihat tajuk berita yang berbunyi "Buy in May!" Kita berada di titik krusial di mana kekuatan makro, teknikal, dan fundamental bertemu. 

Inilah saatnya untuk bersiap, bukan malah menarik diri dari pasar. Mari terus belajar dan meningkatkan pemahaman kita tentang dunia investasi. Jangan lewatkan artikel-artikel ekonomi dan finansial menarik lainnya untuk memperkaya wawasan Anda! (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update