Notification

×

Iklan

Iklan

Buya HAMKA dan Warisan Tiga Senjata Hati: Sebuah Pesan Kehidupan dari Tengah Malam

20 Juni 2025 | 07:43 WIB Last Updated 2025-06-20T00:46:45Z


"Selama kita masih hidup dan sehat, jangan sia-siakan waktu, perkuat hati. Karena hati yang kuat adalah kunci hidup yang bijak." — Buya HAMKA

Pasbana - Siapa yang tak kenal Buya HAMKA? Ulama besar yang tak hanya dikenal karena kedalaman ilmu agamanya, tapi juga karena karya-karya sastranya yang melintasi zaman. 

Dari tafsir Al-Azhar yang monumental, hingga novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang menggugah jiwa. Namun, di balik pemikirannya yang luas, Buya HAMKA selalu menekankan satu hal: pentingnya kecerdasan hati.

Dalam sebuah pesan Jumat yang kerap dikutip hingga kini, Buya HAMKA pernah menekankan tiga senjata hati—amalan yang, jika dilakukan dengan kesungguhan, bisa menjernihkan batin dan menuntun hidup kita ke jalan yang lebih terang.


1.
Selalu Membaca Al-Qur’an dan Mengamalkan Isinya


Membaca Al-Qur’an bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan komunikasi langsung antara kita dan Sang Pencipta. Buya HAMKA pernah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah “peta hidup manusia”.

Ketika kita membacanya dengan hati terbuka, kita akan menemukan jawaban dari banyak persoalan hidup yang rumit.

Menurut penelitian dari Quranic Psychology Journal tahun 2021, kebiasaan membaca Al-Qur’an secara rutin terbukti dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, bahkan gejala depresi. Dan lebih dari itu, kandungan nilai-nilai moral dan sosialnya mampu membentuk karakter yang lebih sabar, empati, dan penuh kasih.

2. Merenungi Alam Ciptaan Allah SWT


Langit malam yang bertabur bintang, debur ombak yang tak pernah lelah, atau sekadar embusan angin pagi—semuanya adalah ‘ayat-ayat kauniyah’ yang berbicara tanpa kata. Buya HAMKA selalu menganjurkan umat Islam untuk mengamati alam, karena di sanalah terdapat pelajaran tentang kebesaran-Nya dan ketundukan makhluk terhadap Sang Pencipta.

Dalam bukunya Tasawuf Modern, Buya mengajak kita untuk tafakur, atau berpikir mendalam terhadap ciptaan Allah. “Jangan hanya melihat. Lihatlah dengan hati,” tulisnya.

Kini, sains pun mengafirmasi hal itu. Sebuah studi dari Journal of Environmental Psychology menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di alam terbuka dapat meningkatkan rasa syukur, memperkuat koneksi spiritual, serta menumbuhkan mindfulness.

3. Memperbanyak Zikir kepada Allah

Zikir bukanlah sekadar lantunan kata. Ia adalah proses penyadaran, bahwa kita ini lemah tanpa kekuatan-Nya. Ketika lidah kita terbiasa menyebut nama-Nya, hati pun menjadi tenang. Alaa bidzikrillahi tathmainnul qulub — Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram (QS. Ar-Ra’d: 28).

Buya HAMKA mengajarkan bahwa waktu paling utama untuk berzikir dan berdoa adalah tengah malam, seusai shalat tahajjud dan witir. Saat itulah suasana hening dan hati lapang, menjadi ruang terbaik untuk dialog dengan Tuhan.

Menurut Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, Allah SWT turun ke langit dunia setiap sepertiga malam terakhir, dan berseru: “Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri? Adakah orang yang beristighfar, maka akan Aku ampuni?”

Menghidupkan Malam, Menyentuh Hati


Malam bukan hanya untuk tidur. Dalam keheningannya, ada pintu-pintu langit yang terbuka. Buya HAMKA menyarankan agar tiga amalan tadi dilakukan di waktu sunyi itu: membaca Qur’an, bertafakur atas alam, dan memperbanyak zikir. Lengkapi dengan shalat malam, witir, dan istighfar—maka hati akan dibasuh, dijernihkan, dan dikuatkan.

Kini, di tengah kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan, nasihat Buya terasa semakin relevan. Kita membutuhkan hati yang cerdas, bukan hanya otak yang pintar. Karena di sanalah keputusan besar diambil, di sanalah arah hidup ditentukan.

Mari Saling Mengingatkan, Saling Mendoakan


Semasa hidupnya, Buya HAMKA tak henti mengajak umat untuk terus beribadah, saling menasihati dalam kebaikan, dan saling mendoakan. "Jangan tunggu sakit baru ingat Allah. Jangan tunggu tua baru mulai ibadah," ucapnya dalam salah satu ceramahnya.

Maka mumpung masih diberi nikmat sehat dan waktu luang, mari kita mulai. Tak harus menunggu sempurna. Cukup dengan niat baik dan langkah kecil yang konsisten. Karena sejatinya, kecerdasan hati bukanlah tujuan akhir, tapi bekal untuk perjalanan panjang menuju keabadian.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update