Notification

×

Iklan

Iklan

Merantau Tak Pernah Membuat Lupa Asal: Jejak Budaya Minang yang Mendunia

28 Juni 2025 | 10:44 WIB Last Updated 2025-06-28T03:44:58Z
Foto. Ai



Pasbana - Dari Sumatera Barat hingga Negeri Sembilan, budaya Minang bukan sekadar warisan leluhur—ia adalah napas hidup yang terus berdetak di mana pun orang Minang berpijak.

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."

Bagi orang Minang, pepatah itu bukan sekadar ungkapan—ia menjadi pedoman hidup. Filosofi "merantau" yang melekat kuat dalam budaya Minangkabau membuat anak-anaknya menyebar ke berbagai penjuru negeri, bahkan hingga ke luar Indonesia. 

Namun, satu hal yang tak pernah mereka tinggalkan adalah adat dan budaya.

Dari Sumatera Barat, denyut budaya Minang menyebar bagai riak air ke berbagai daerah. Di Kampar (Riau), Aceh Selatan, hingga pesisir Mandailing Natal (Sumatera Utara), kita bisa melihat bagaimana tradisi Minang tetap hidup—meski telah berbaur dengan budaya lokal. 

Mulai dari penggunaan bahasa, bentuk rumah, hingga adat pernikahan, jejak-jejak Minangkabau tetap terasa hangat dan nyata.

Negeri Sembilan: Serumpun yang Menjaga Warisan


Jika ingin melihat salah satu contoh paling nyata dari pelestarian budaya Minang di luar negeri, Negeri Sembilan di Malaysia adalah tempatnya. Di sini, budaya Minang tidak hanya hidup, tapi juga dijadikan dasar dalam struktur sosial masyarakat.

Sistem Adat Perpatih, yang berasal dari Minangkabau, masih dipraktikkan di sana—sebuah sistem kekerabatan matrilineal yang unik, di mana garis keturunan ditarik dari pihak ibu. 

Bahkan jabatan pemimpin adat seperti Undang dan Dato' Lembaga masih eksis dan berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat Negeri Sembilan hingga kini.

Menurut peneliti budaya Minangkabau, Dr. Mestika Zed, Adat Perpatih di Negeri Sembilan merupakan salah satu bukti nyata bagaimana budaya Minang bisa bertransformasi dan bertahan di luar kampung halamannya tanpa kehilangan jati diri.


Rokan Hulu & Kuantan Singingi: Garis Batas Boleh Ada, Tapi Budaya Tak Terputus


Wilayah seperti Rokan Hulu dan Kuantan Singingi di Riau juga menjadi bukti bagaimana budaya Minang tidak pernah mengenal batas administrasi. Meski secara pemerintahan bukan bagian dari Sumatera Barat, masyarakat di sana masih berbicara dalam dialek Minang, menjalankan adat penghulu, serta menjaga sistem kekerabatan khas Minangkabau.

Sebuah riset oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Padang mencatat bahwa lebih dari 60 persen struktur adat dan bahasa yang digunakan di daerah ini memiliki kesamaan dengan yang berlaku di Luhak nan Tigo (Tanah Datar, Agam, dan Limapuluh Kota)—jantung budaya Minangkabau.

Lebih dari Warisan: Budaya yang Hidup dan Berkembang


Budaya Minang bukanlah sesuatu yang kaku. Ia hidup dan berkembang, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tanpa kehilangan ruhnya. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, bahkan hingga Singapura, komunitas Minang tetap eksis dengan kegiatan sosial, pengajian adat, hingga pertunjukan seni seperti Randai dan Saluang.

“Budaya Minang punya daya hidup yang luar biasa,” ujar sosiolog Universitas Andalas, Dr. Afrizal. “Karena ia dibawa oleh komunitas yang selalu menjaga identitasnya, meskipun hidup dalam diaspora.”

Pelajaran dari Ranah Minang


Kisah budaya Minangkabau yang melintasi batas wilayah ini mengajarkan kita bahwa warisan budaya bukan sekadar benda mati atau cerita masa lalu. Ia adalah sesuatu yang dibawa, dirawat, dan diwariskan. 

Di tangan komunitas yang sadar akan nilai-nilainya, budaya bukan hanya bertahan, tapi bisa tumbuh dan memperkaya budaya lain.

Dan seperti kata pepatah Minang, Ka ratau madang di hulu, babuah babungo balun; marantau bujang dahulu, di rumah baguno balun”—sebelum berguna di kampung, merantaulah dulu.
 
Tapi di mana pun mereka berada, orang Minang tahu: akar budaya tidak boleh dicabut, hanya boleh dibawa pergi dan ditanam kembali. Makin tahu Indonesia.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update