Notification

×

Iklan

Iklan

Belajar dari Heningnya Kuburan: Saatnya Untuk Kita Merenung

21 Juli 2025 | 08:39 WIB Last Updated 2025-07-21T01:39:53Z



Pasbana - Pernahkah kita berhenti sejenak dari kesibukan, lalu menatap keheningan pekuburan yang terhampar luas? Tempat yang sunyi itu seolah menyimpan ribuan bisikan. Bukan hanya cerita tentang kematian, tetapi tentang kehidupan yang mungkin terlalu kita abaikan. 

Di sana, tak ada status sosial, tak ada jabatan, dan tak ada lagi hiruk-pikuk dunia. Hanya ada satu yang berbicara: amal perbuatan.

Di tengah budaya hustle culture yang kini menjamur—kejar target, bangun brand, cari cuan—sebuah hadis Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan kita dengan lembut namun menohok:
"Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (maut)."
(HR. Tirmidzi)

Sederhana, tapi dalam. Kematian bukan untuk ditakuti, melainkan untuk diingat. Bukan untuk membuat hidup suram, tapi justru menjadi pengingat agar kita tidak tenggelam dalam fatamorgana dunia.


Saat Umar bin Khattab Menyapa Para Penghuni Kubur

Salah satu potret kontemplatif datang dari sosok Khalifah Umar bin Khattab. Suatu malam, ia duduk di dekat pekuburan Baqi’ di Madinah. Dalam bisik lirih, ia menyapa para penghuni liang lahad:
"Wahai penghuni kubur, apakah kalian tahu? Istri-istri kami telah menikah lagi, harta kami telah dibagi, dan rumah kami telah ditempati orang lain."

Tak ada suara yang membalas. Tapi dalam diam, Umar paham: dunia cepat berlalu, dan kita akan segera menyusul. Ayat yang ia gumamkan menjadi pengingat abadi:
"Setiap jiwa akan merasakan mati."
(QS. Ali Imran: 185)


Kuburan: Sekolah Sunyi Penuh Hikmah

Dalam sebuah kesempatan, Hasan al-Bashri—ulama besar dari generasi Tabi’in—tak kuasa menahan tangis saat melewati kuburan. Ketika ditanya muridnya, ia berkata:
"Kuburan itu seperti kapal. Ada yang berlayar ke surga membawa amal, ada yang tenggelam karena dosa."

Ia lalu mengutip sabda Rasulullah ﷺ:
"Kubur adalah taman dari taman-taman surga, atau lubang dari lubang-lubang neraka."
(HR. Tirmidzi)

Bayangkan saja: sepetak tanah kecil itu bisa menjadi tempat istirahat yang indah atau menjadi ruang interogasi nan menakutkan.

Tak Ada Status, Tak Ada Gelar

Kita sering lupa bahwa semua akan berakhir. Gelar sarjana, jabatan direktur, saldo rekening miliaran—semuanya akan ditinggal. Di alam kubur, tak ada pembeda antara menteri dan tukang parkir.
Rasulullah ﷺ bahkan melarang penguburan dengan peti kayu, agar manusia kembali ke tanah secara setara.
"Janganlah kalian memasukkan mayit ke dalam kayu (peti)."
(HR. Abu Dawud)
Pesan moralnya jelas: di mata tanah, kita semua sama.

Ketika Waktu Menyempit

Salman al-Farisi, sahabat Nabi ﷺ, menangis saat melihat kuburan baru. Ia berkata:
"Kemarin ia masih bernapas. Hari ini ia pelajaran. Besok, kita menyusul. Dan lusa, kita dilupakan."
Barangkali inilah yang membuat para ulama dulu begitu gemar ziarah kubur—bukan karena ritual semata, tapi sebagai sarana refleksi.


Tiga Pertanyaan Mengerikan di Alam Barzakh

Dalam hadis riwayat Ahmad, disebutkan bahwa di alam kubur akan datang dua malaikat dengan tiga pertanyaan inti:
Siapa Tuhanmu?
Apa agamamu?
Siapa nabimu?

Tak ada yang bertanya tentang total aset, followers Instagram, atau seberapa viral konten TikTok-mu. Yang dibawa hanyalah:
Amal shalih yang menyinari kubur,
Dosa yang telah diampuni,
Ilmu agama untuk menjawab pertanyaan.

Mengapa Kita Perlu Merenung?


Banyak motivator modern bicara soal self-healing, mindfulness, dan life purpose. Tapi dalam Islam, semua itu bermuara pada satu titik: kesadaran akan kefanaan.

Imam Syafi’i bahkan menulis syair penuh makna:
"Kunjungilah kuburan orang mati, dan lihatlah pelajaran yang tertanam di bawah tanah."

Sementara pujangga Arab, Abul Atahiyah, dengan puitis bertanya:
"Di mana para raja yang kuburnya digali mewah? Bukankah waktu telah membuat kekuasaan mereka sirna?"

Hidup Itu Singkat, Jangan Terlalu Serius Mengejar Dunia

Kematian bukanlah akhir, tapi awal perjalanan baru. Seperti kata Umar bin Abdul Aziz:
"Jika kau melewati pemakaman, ucapkan: 'Keselamatan atas kalian, wahai para penghuni kampung kaum mukmin. Insya Allah, kami akan menyusul kalian.'"

Dan sebuah ayat pamungkas dari Al-Infithar (6) kembali menyentil kita semua:
"Wahai manusia, apakah yang memperdayakanmu dari Tuhanmu yang Maha Pemurah?"
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update