Notification

×

Iklan

Iklan

Film ‘Sunyi’ Karya Mahasiswa ISI Padang Panjang Masuki Tahap Editing, Rekonstruksi Trauma Aceh Melalui Efek Suara

08 Juli 2025 | 15:05 WIB Last Updated 2025-07-08T08:07:52Z


Padang Panjang, pasbana  Sebuah karya film fiksi berjudul “Sunyi” garapan mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang asal Aceh, Maksalmina, kini memasuki tahap pascaproduksi. 

Film ini mengangkat trauma psikologis masyarakat Aceh pascakonflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan militer Indonesia. Proses penyuntingan film dilakukan mulai 8 Juli 2025, menyusul rampungnya proses pengambilan gambar beberapa waktu lalu.

Maksalmina, sutradara sekaligus penulis naskah film Sunyi, merupakan mahasiswa Program Magister Penciptaan Televisi dan Film ISI Padangpanjang. 

Ia juga aktif di Komunitas Seni Kuflet. Dalam keterangannya, ia menjelaskan bahwa film ini berfokus pada pendekatan desain suara sebagai elemen utama dalam membangun atmosfer dan narasi.



Film ini berusaha merekonstruksi trauma melalui suara. Suara-suara kekerasan seperti ledakan, tembakan, atau ketukan pintu malam hari bukan hanya efek teknis, tapi bagian dari kenangan yang membekas di kepala banyak orang yang terdampak konflik,” ungkap Maksalmina.

Tidak seperti kebanyakan film yang mengandalkan visual sebagai medium utama, Sunyi justru menempatkan suara sebagai pusat pengalaman sinematik. Maksalmina menyebut, suara memiliki kekuatan besar dalam membentuk kembali kenangan traumatis, bahkan setelah peristiwa kekerasan itu berakhir.

Pengalaman pribadi menyaksikan dampak kekerasan membuat saya terdorong mengeksplorasi hubungan antara suara dan trauma psikologis. Suara, meski tak terlihat, bisa menjadi pemicu kondisi mental yang sulit disembuhkan,” ujarnya.



Film Sunyi melibatkan aktor dan seniman ternama asal Aceh, Sulaiman Juned, yang berperan sebagai Ibrahim, tokoh utama dalam film tersebut. Sulaiman dikenal sebagai penyair sekaligus sutradara teater dan juga merupakan dosen Jurusan Seni Teater di ISI Padangpanjang.

Kami berusaha menggambarkan trauma yang tak bisa diucapkan lewat kata-kata atau visual saja. Suara bisa menjadi pengganti bahasa yang lebih jujur dalam menyampaikan luka batin. Suara dalam film ini tidak sekadar latar, tetapi simbol dari rasa takut dan kenangan pahit,” jelas Sulaiman Juned.

Film ini menggunakan pendekatan diegetic dan non-diegetic sound, yakni suara yang berasal dari dunia cerita film maupun dari luar narasi utama. Efek-efek seperti langkah kaki tentara, ledakan senjata, atau teriakan panik menjadi bagian penting dalam membangun ketegangan.



Dengan memaksimalkan desain audio, kami ingin setiap penonton bisa ikut merasakan kecemasan dan trauma yang dialami karakter. Film ini menjadi bentuk dokumentasi emosional dari masa lalu yang masih membekas bagi banyak orang di Aceh,” tambah Maksalmina.

Saat ini Sunyi sedang dalam tahap final editing. Tim produksi menargetkan proses pascaproduksi rampung dalam beberapa pekan ke depan, sebelum film diputar dalam berbagai forum film independen nasional dan internasional.

Film Sunyi menjadi salah satu karya penting yang menyuarakan sisi kemanusiaan dari konflik bersenjata di Indonesia. Dengan pendekatan eksperimental terhadap suara, film ini menawarkan pengalaman sinematik yang berbeda dan mendalam, sekaligus menjadi refleksi terhadap luka kolektif yang belum sepenuhnya sembuh. (*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update