Oleh: Satria Asmal, SP,CHT,CI,CMT NLP
Pasbana - Anak adalah anugerah terindah, titipan Tuhan yang tak ternilai harganya. Setiap orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman yang begitu cepat, pola asuh orang tua juga ikut tereduksi.
Sayangnya, banyak yang terjebak dalam pusaran pola asuh terlalu memanjakan anak, tanpa menyadari dampak jangka panjang yang ditimbulkannya.
Dampak dari terlalu memanjakan anak sungguh tidak main-main. Kita mungkin berpikir itu adalah bentuk kasih sayang, padahal sejatinya, kita sedang menjerumuskan mereka pada kesulitan di masa depan.
Anak-anak yang terlalu dimanjakan cenderung tumbuh menjadi pribadi yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka terbiasa segala sesuatunya disediakan dan dipermudah, sehingga ketika menghadapi tantangan kecil sekalipun, mereka mudah menyerah.
Kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencari solusi pun jadi tumpul
Lebih jauh lagi, anak yang dimanjakan seringkali kehilangan kepekaan diri. Mereka mungkin kurang peka terhadap kesulitan orang lain karena selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan. Empati dan inisiatif untuk membantu pun jadi minim.
Akibatnya, alih-alih menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab, mereka justru cenderung merepotkan orang tua sampai dewasa.
Bukankah miris melihat anak-anak yang sudah beranjak dewasa masih sangat bergantung pada orang tuanya untuk urusan-urusan sepele sekalipun?
Padahal, anak harus dilatih mandiri sejak dini. Berikan mereka ruang untuk mencoba, bahkan jika itu berarti mereka akan jatuh dan melakukan kesalahan. Biarkan mereka merasakan sedikit kesulitan, karena dari sanalah mereka akan belajar dan tumbuh.
Ingatlah, ada saatnya anak tidak akan bersama kita lagi selamanya. Mereka akan menjalani kehidupan mereka sendiri, menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari sekadar nilai ujian atau tugas rumah.
Jangan Biasakan Selalu Ada: Kunci Mental Tangguh
Seringkali, dalam upaya memberikan yang terbaik untuk diri sendiri atau orang yang kita sayangi, kita tanpa sadar menciptakan lingkungan di mana segalanya terasa selalu tersedia.
Kita berupaya keras agar setiap keinginan terpenuhi, setiap rintangan disingkirkan. Namun, kebiasaan ini, meskipun berdasar niat baik, justru bisa melahirkan mentalitas yang rapuh.
Ada kalanya kita perlu berjuang dulu untuk sesuatu. Bukan berarti kita harus selalu menghadapi kesulitan, tapi merasakan proses, jatuh bangun, dan upaya untuk mencapai tujuan adalah fondasi penting dalam membentuk karakter.
Pengalaman ini mengajarkan anak kita nilai dari sebuah pencapaian dan menguatkan jiwa.
Penting untuk diingat bahwa ada saatnya anak anak kita tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Akan tiba momen di mana kita ditolak, keinginan tak sesuai harapan, atau hasil yang didapat tak seindah bayangan.
Semua itu adalah pembelajaran. Setiap penolakan dan ketidaksesuaian adalah kesempatan untuk introspeksi, memperbaiki diri, dan mencari jalan lain. Ini adalah pelajaran berharga agar kita tidak tumbuh menjadi pribadi yang cengeng, tidak mudah mengeluh, dan tidak rapuh menghadapi kenyataan.
Membangun Kemandirian Anak: Pondasi Kuat untuk Masa Depan
Mendidik anak bukan sekadar memenuhi kebutuhannya, melainkan juga membekalinya dengan keterampilan hidup agar mampu berlayar sendiri di masa depan. Kunci utamanya adalah melatih kemandirian sejak dini, bukan malah menciptakan ketergantungan.
Melatih Tanggung Jawab dan Pemecahan Masalah
Biasakanlah anak-anak kita untuk mengerjakan tugasnya sendiri. Ini bukan tentang membebani mereka, melainkan menanamkan rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dari awal hingga akhir.
Demikian pula, ajak mereka membantu orang tua dalam pekerjaan rumah sesuai usianya. Dari merapikan tempat tidur hingga membantu membereskan meja makan, setiap kontribusi kecil akan menumbuhkan kebiasaan positif dan pemahaman akan peran mereka dalam keluarga.
Ketika anak menghadapi masalah, baik itu tugas sekolah yang sulit atau konflik dengan teman, jangan langsung sigap memberikan solusi. Latih mereka untuk menyelesaikannya sendiri.
Tuntun mereka untuk mencari solusinya, ajukan pertanyaan yang memicu pemikiran kritis, dan biarkan mereka mencoba berbagai cara. Proses ini, meskipun mungkin memakan waktu, akan membangun kemampuan adaptasi dan resiliensi yang tak ternilai harganya.
Mereka akan belajar bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, dan mereka punya kekuatan untuk menemukannya.
Komitmen dan Batasan Penggunaan HP
Di era digital ini, salah satu tantangan terbesar adalah mengelola penggunaan HP. Penting untuk melatih anak mematuhi komitmen, termasuk terkait pemakaian HP. Buatlah jadwal pemakaian HP yang jelas dan tempel di tempat yang mudah terlihat.
Diskusikan bersama aturan ini dan konsekuensinya jika dilanggar. Disiplin dalam hal ini akan mengajarkan mereka tentang batasan dan pentingnya menepati janji.
Saat anak tantrum karena keinginannya tidak terpenuhi atau batasan diberlakukan, jangan langsung menyerah. Ini adalah momen krusial untuk menegaskan otoritas dan konsistensi Anda.
Buatlah pijakan yang kuat dan jelas mengenai mana yang boleh dan tidak. Jelaskan dengan tenang namun tegas, dan jangan goyah meskipun mereka terus menangis atau merengek. Mengalah pada tantrum hanya akan mengajarkan mereka bahwa tangisan adalah senjata untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sebaliknya, keteguhan Anda akan membantu mereka memahami batasan dan belajar mengelola emosi.
Membangun kemandirian pada anak membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan cinta yang bijaksana. Ingatlah, kita sedang mempersiapkan mereka untuk menjadi individu yang tangguh, bertanggung jawab, dan mampu bertahan dalam setiap badai kehidupan di masa depan.
Karena pada akhirnya, hidup dimenangkan oleh para pejuang, bukan pecundang
Mereka yang terbiasa menghadapi tantangan, menerima kekalahan sebagai bagian dari proses, dan terus bangkitlah yang akan meraih kemenangan sejati.
Mari kita tanamkan semangat perjuangan ini, baik untuk diri sendiri maupun untuk generasi mendatang, agar mereka siap menghadapi segala badai kehidupan dengan kepala tegak.
Hidup adalah sebuah proses dan perjuangan
Kemampuan untuk bertahan, beradaptasi, dan bangkit dari kegagalan adalah bekal paling berharga yang harus dimiliki anak di masa depan. Semakin tertempa, anak akan semakin mengerti kesulitan hidup dan menghargai setiap pencapaian.
Jadi, mari kita berhenti memanjakan secara berlebihan. Beri mereka cinta, dukungan, dan bimbingan, tetapi juga beri mereka kesempatan untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan tangguh. Karena sejatinya, itu adalah wujud kasih sayang yang paling hakiki.
Dan yang terpenting, mereka kenal dan taat kepada Rabbnya, karena untuk itu kita ada.
***