Notification

×

Iklan

Iklan

Utang Negara Kian Menggunung, Siapa yang Harus Khawatir?

10 Juli 2025 | 08:36 WIB Last Updated 2025-07-10T01:36:07Z



Pasbana - Bayangkan seseorang hidup dengan cicilan yang terus bertambah setiap tahun. Gajinya naik, tapi bunga utangnya naik lebih cepat. Itulah gambaran sederhana kondisi keuangan negara kita saat ini.
Pemerintah Indonesia terus menghadapi beban bunga utang yang kian membengkak. 

Di tahun 2025, anggaran yang disiapkan untuk membayar bunga utang saja mencapai Rp552,9 triliun—angka terbesar dalam sejarah pengelolaan utang Indonesia.

📈 Dari Tahun ke Tahun: Utang yang Terus Berbunga
Mari kita telusuri tren lima tahun terakhir:
2020: Rp314,1 triliun
2021: Rp343,5 triliun
2022: Rp386,3 triliun
2023: Rp439,9 triliun
2024 (Outlook): Rp499 triliun
2025 (Rencana): Rp552,9 triliun

Hingga semester pertama 2025 saja, pemerintah sudah membayar Rp257,1 triliun, atau sekitar 46,5% dari total rencana. Angka ini bukan hanya statistik, tapi cerminan dari bagaimana utang negara harus dibayar meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya stabil pascapandemi.


Apa Sebenarnya Bunga Utang Itu?

Bunga utang bukan semata-mata seperti cicilan rumah yang kita bayarkan setiap bulan. Dalam konteks negara, bunga utang adalah hasil dari kewajiban pembayaran atas berbagai instrumen pembiayaan seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri.

Dalam dokumen resmi APBN 2025, disebutkan bahwa:
“Pembayaran bunga utang merupakan konsekuensi dari pembiayaan defisit APBN, dan menjadi beban fiskal yang harus dikelola agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi.”

Dari total Rp552,9 triliun tahun ini, sekitar Rp235,15 triliun digunakan untuk membayar bunga utang dalam negeri, dan Rp21,9 triliun untuk bunga utang luar negeri. Selebihnya akan dibayarkan pada paruh kedua tahun ini.

SBN, Pinjaman, dan Kurs Rupiah: Saling Terkait


Naiknya beban utang tak bisa dilepaskan dari kombinasi beberapa faktor:
Penerbitan SBN (obligasi negara)
Nilai tukar rupiah terhadap dolar
Suku bunga acuan global


Sebagai catatan, nilai tukar rupiah diasumsikan berada di kisaran Rp16.500–Rp16.900 per dolar AS tahun depan, lebih lemah dari saat ini. Semakin lemah rupiah, semakin mahal pula membayar utang dalam dolar.
🔥 Beban Utang Jatuh Tempo: Puncaknya Tahun 2026
Jika bunga utang sudah cukup membuat dahi berkerut, tunggu dulu. Pemerintah juga harus menyiapkan dana untuk melunasi pokok utang yang jatuh tempo, dan puncaknya terjadi pada 2026. Jumlahnya tak main-main: Rp833,96 triliun.

Sebagai perbandingan, pada April 2024, jumlah utang yang akan jatuh tempo pada 2026 tercatat Rp803,19 triliun. Kenaikannya dalam beberapa bulan mencapai Rp30 triliun, yang kemungkinan besar dipicu oleh:

Melemahnya nilai tukar rupiah
Penerbitan obligasi baru
Perubahan profil jatuh tempo utang

Menariknya, dari total tersebut, sebagian besar berbentuk SBN burden sharing senilai Rp154,5 triliun, hasil dari kesepakatan pemerintah dengan Bank Indonesia selama pandemi.

Sampai Kapan Beban Ini Berlanjut?

Tren utang jatuh tempo masih tinggi hingga 2029:
2027: Rp821,6 triliun
2028: Rp794,4 triliun
2029: Rp749,7 triliun
2030: Rp636 triliun
Sebagian besar beban ini adalah warisan dari kebijakan pandemi yang memerlukan stimulus fiskal besar-besaran.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyebut bahwa strategi burden sharing dengan Bank Indonesia telah membantu meringankan beban fiskal negara. Namun sebagian besar utang ini sudah mulai jatuh tempo sejak tahun ini.

Jadi, Perlukah Kita Khawatir?

Beban bunga utang memang berat, tapi bukan berarti semuanya gelap. Banyak negara lain juga hidup dengan utang, bahkan lebih besar, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Yang terpenting adalah bagaimana utang itu dikelola: transparan, akuntabel, dan digunakan untuk hal produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Menurut ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto:
“Utang itu ibarat pisau. Bisa digunakan untuk memasak jika dikelola baik, atau bisa melukai jika dibiarkan liar tanpa perencanaan.”

Kuncinya adalah memastikan utang digunakan untuk investasi jangka panjang yang memberikan manfaat ekonomi riil. Jika utang hanya digunakan untuk belanja konsumtif, maka generasi mendatanglah yang akan menanggung bebannya.

Jika Anda ingin memahami lebih dalam soal utang negara dan dampaknya bagi kita sebagai rakyat, jangan hanya berhenti di angka. Lihat bagaimana pengelolaan fiskal pemerintah memengaruhi stabilitas ekonomi, daya beli, dan peluang kerja. Karena pada akhirnya, utang negara adalah bagian dari cerita kita bersama.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update