Notification

×

Iklan

Iklan

Belajar Waspada dari Pepatah Minang: Maminteh Sabalun Anyuik, Malantai Sabalun Lapuak

23 Agustus 2025 | 22:19 WIB Last Updated 2025-08-24T00:19:34Z


Pasbana - Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, pesan leluhur sering kali terdengar sederhana, tapi sarat makna. Salah satunya pepatah Minangkabau: Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak, ingek-ingek sabalun kanai.”

Kalimat berbahasa Minang ini jika diterjemahkan berarti: “Memintas sebelum hanyut, membuat lantai baru sebelum lapuk, dan waspada sebelum terkena bahaya.” 

Sebuah pesan singkat, tapi relevan sepanjang zaman: jangan menunggu masalah datang, tapi bersiaplah sejak awal.

Kearifan Lama, Relevansi Baru

Masyarakat Minangkabau sejak dulu hidup di tanah yang rawan bencana—mulai dari gempa, banjir bandang (galodo), hingga longsor. Tak heran, falsafah waspada begitu mengakar.

Pepatah itu mengajarkan bahwa kehati-hatian bukan sekadar pilihan, tapi kebutuhan.

“Di Minang, banyak pepatah adat yang menekankan kesiapsiagaan. Ini adalah cara nenek moyang kita melindungi diri sekaligus menanamkan disiplin dalam hidup,” ujar Dr. Elly Azwar, budayawan Minangkabau, dalam sebuah diskusi adat di Padang.

Pepatah lain yang senada misalnya: “Sadio payuang sabalun hujan” (sediakan payung sebelum hujan) atau Kok tagak maninjau jarak, kok duduak marauik ranjau (kalau berdiri pandanglah jauh, kalau duduk persiapkan diri). 

Semua mengandung satu benang merah: hidup tanpa kewaspadaan hanya akan mendatangkan penyesalan.

Belajar dari Alam dan Zaman


Kearifan lokal Minangkabau lahir dari interaksi erat dengan alam. Banjir bandang umumnya datang dari hulu sungai, tapi orang Minang diingatkan untuk tidak lengah—air bah juga bisa saja datang dari hilir. 

Begitu pula dengan kebocoran rumah: biasanya dari atap, tapi bisa juga dari lantai bawah.
Pesan ini bukan hanya soal fisik, tapi juga mental. 

Dalam kehidupan modern, ia bisa dimaknai sebagai antisipasi risiko. Mulai dari mengatur keuangan agar tak terjebak utang, menjaga kesehatan sebelum sakit, hingga berpikir matang sebelum mengambil keputusan besar.

Menurut riset World Health Organization (WHO), hampir 70% penyakit kronis sebenarnya bisa dicegah dengan pola hidup sehat sejak dini. Bukankah ini sejalan dengan pepatah: lebih baik bersiap sebelum terlambat?

Jangan Buang Waktu Sia-Sia

Selain kewaspadaan, pepatah Minang juga menyinggung soal waktu. Jika berdiri di ruang terbuka, arahkan pandangan jauh ke depan. Jika duduk sendiri, gunakan waktu untuk menyiapkan diri. Pesannya jelas: jangan sia-siakan kesempatan.

Hal ini terasa begitu relevan bagi generasi muda hari ini. Di era serba digital, distraksi ada di mana-mana. Padahal, waktu yang hilang tak akan kembali.

Seperti kata pepatah lain: “Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga” — siang hari gunakan untuk mengamati, malam hari gunakan untuk merenung.

Keseimbangan antara aksi dan refleksi inilah yang membuat seseorang lebih siap menghadapi hidup.

Dari Nagari untuk Dunia

Kearifan lokal sering dianggap kuno. Namun jika ditelisik, pepatah Minangkabau ini justru sangat modern: berbicara tentang mitigasi risiko, manajemen waktu, hingga perencanaan masa depan.

Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, krisis ekonomi, hingga ketidakpastian politik, pesan leluhur Minang seolah ingin mengingatkan: waspada itu separuh selamat.

Atau seperti disampaikan oleh pepatah itu sendiri: Ingek-ingek sabalun kanai” — selalu ingat, sebelum terluka. Makin tahu Indonesia.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update