Pasbana - Apakah Anda pernah tergoda membeli saham hanya karena harganya jatuh drastis? Atau karena "katanya" sedang murah dan banyak diborong investor besar? Hati-hati.
Dalam dunia pasar saham, tidak semua yang terlihat murah itu bernilai. Karena terlalu banyak orang masuk ke dunia saham dengan harapan cepat kaya, tapi keluar dengan rasa kecewa.
Cara ini tidak menjanjikan jalan pintas, tapi menawarkan pendekatan sederhana, masuk akal, dan terbukti tahan banting.
Cocok untuk investor pemula hingga yang ingin memperkuat kembali fondasi berpikirnya.
1. Mulai dari yang Dikenal: Investasi dengan Akal Sehat
Dimulai dengan prinsip sederhana: “Jangan beli kalau tidak paham bisnisnya.”
Jika kita tidak tahu dari mana perusahaan memperoleh uang, siapa pesaingnya, dan apa keunggulannya—maka kita bukan sedang membeli bisnis, melainkan hanya simbol harga.
Dan harga bisa naik-turun tanpa logika, mengoyak emosi siapa pun yang tak punya pegangan.
Tips Praktis:
Mulailah dari sektor yang Anda kenal: pekerjaan Anda, produk yang sering Anda pakai, atau brand yang Anda percaya.
Tapi hati-hati, menyukai produknya belum tentu bisnisnya sehat. Lihat lebih dalam!
2. Cek “Dapur” Perusahaan: Jangan Terkecoh Tampilan Luar
Apa saja yang dilihat?
Apa yang dijual?
Siapa yang membeli?
Bagaimana menghasilkan laba?
Bagaimana bertahan dalam persaingan?
Apa yang dijual?
Siapa yang membeli?
Bagaimana menghasilkan laba?
Bagaimana bertahan dalam persaingan?
Harus dipastikan perusahaan mampu mencetak laba konsisten, bukan cuma untung satu kuartal.
Dan lebih penting lagi: bagaimana arus kas operasionalnya. Perusahaan yang rutin untung tapi arus kasnya negatif, ibarat punya rumah mewah tapi tidak sanggup bayar listrik.
Catatan Penting:
Perhatikan utang. Perusahaan dengan utang tinggi itu seperti pengendara motor yang membawa bom waktu. Kita tidak tahu kapan meledaknya. Kita pilih perusahaan yang punya kas bersih (net cash).
3. Murah Itu Relatif: Jangan Terkecoh PER Rendah
PER historis perusahaan itu sendiri
PER pesaing dalam sektor yang sama
Misalnya, suatu saham biasanya diperdagangkan pada PER 12x, tapi kini hanya 5x karena pasar panik, padahal kinerjanya tetap stabil.
Inilah momen menarik untuk diamati lebih lanjut.
Kemudian kita cek lebih dalam: Apakah harga turun karena kekhawatiran pasar yang berlebihan? Atau karena ada kerusakan fundamental yang belum semua orang sadari?
Analogi Simpel:
Membeli saham hanya karena PER rendah seperti membeli mobil bekas yang murah tanpa mengecek mesinnya dulu. Bisa-bisa, biaya bengkelnya lebih mahal dari mobilnya.
4. Mencari yang “Diam-diam Menarik”: Bukan Sekadar Saham Populer
Lebih disukai saham lapis dua atau tiga yang punya laporan keuangan rapi tapi belum banyak dilirik analis.
Biasanya ini adalah perusahaan kecil (small cap) dengan fundamental kuat dan manajemen efisien.
Kita menggunakan screener sederhana:
Kapitalisasi pasar kecil
Pertumbuhan laba positif
Rasio utang rendah
Jika menemukan nama baru, justru itu jadi pemicu eksplorasi. Karena sering kali, potensi tersembunyi ada di tempat yang tidak dilihat banyak orang.
5. Gunakan Data yang Tepat: Jangan Disetahunkan Sembarangan
Sebaiknya pilih menggunakan data Trailing Twelve Months (TTM) untuk menilai kinerja. Karena banyak perusahaan punya pola musiman. Misalnya, sektor ritel biasanya cuan besar di kuartal akhir karena Natal dan Tahun Baru.
Kalau kita asal mengalikan laba kuartal pertama dengan empat, bisa-bisa malah tersesat dalam angka yang menyesatkan.
6. Tiga Pertanyaan Emas Sebelum Beli Saham
Sebelum membeli saham, tanyakan ini pada diri sendiri:
Apakah bisnisnya sehat?
Cek model bisnis, keunggulan kompetitif, dan stabilitas laba.
Apakah harganya masuk akal?
Gunakan rasio valuasi, bandingkan historis dan kompetitor.
Apakah saya memahami mengapa saya membeli?
Jika hanya karena ikut-ikutan, siap-siap mental goyah saat harga turun.
Kalau ketiganya bisa Anda jawab dengan yakin, Anda tak perlu pembenaran dari pasar. Waktu dan kinerja perusahaan akan menjadi pembuktian terbaik.
Menjadi Investor yang Waras di Pasar yang Kadang Gila
Pasar saham adalah tempat di mana orang sabar memanen hasil dari ketidaksabaran orang lain. Anda tak perlu jadi yang paling pintar, tapi jadilah yang paling konsisten dan waras.
“Value investing bukan tentang mencari saham yang paling murah, tapi menemukan bisnis bagus yang dijual dengan harga masuk akal.” – Warren Buffett
(")