Notification

×

Iklan

Iklan

Daun Pepaya Jadi Senjata Baru Petani Nagari Nan Limo Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam Sebagai Alternatif Pengendalian Hama Ramah Lingkungan

05 Agustus 2025 | 15:36 WIB Last Updated 2025-08-05T12:32:48Z
Praktik pembuatan insektisida nabati dari daun papaya (Carica papaya L.) bersama salah satu petani di Nagari Nan Limo (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fikri)


Oleh: Fikri Maulana Siregar
Mahasiswa KKN UNAND 
(Program Studi Agroekoteknologi Universitas Andalas)


Pasbana - Para petani holtikultura di Nagari Nan Limo, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kini punya solusi cerdas melawan hama tanpa merusak lingkungan pertanian! 

Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Andalas, mahasiswa Agroekoteknologi memperkenalkan insektisida nabati berbahan dasar ekstrak daun pepaya yang murah, mudah dibuat, dan aman untuk tanaman yang dibudidayakan. 

Inovasi ini menjawab tantangan serius Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kerap menurunkan produksi, terkhususnya pada tanaman cabai (Capsicum annum L.). sekaligus mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia yang berbahaya. 

Daun pepaya dipilih karena kandungan papain, alkaloid, dan flavonoidnya yang ampuh merusak sistem saraf hama, menghambat perkembangbiakan, sekaligus tidak meninggalkan residu beracun pada tanaman pangan.

Program ini tak sekadar teori! Mahasiswa bersama dosen pembimbing, dan Wali Nagari Nan Limo langsung melakukan sosialisasi, demonstrasi pembuatan, dan pendampingan teknis kepada kelompok tani di Nagari Nan Limo. 

Dengan peralatan sederhana yang digunakan seperti ember, pisau, dan saringan, para petani dan masyarakat setempat diajak mempraktikkan pengolahan daun pepaya menjadi insektisida nabati siap pakai. 

Targetnya jelas terbentuknya unit produksi lokal, tersedianya modul panduan mandiri, serta penurunan signifikan penggunaan insektisida di lahan. 

Dampak jangka panjang dari insektisida nabati pun menjanjikan, menghasilkan peningkatan pendapatan petani, kesehatan lingkungan terjaga, dan terwujudnya pertanian organik berkelanjutan di jantung Sumatera Barat!

Dalam pelatihan yang berlangsung, petani dibimbing secara langsung oleh mahasiswa dan pendamping akademik untuk mengolah daun pepaya menjadi insektisida nabati dengan metode sederhana dan mudah diaplikasikan. 

Proses pembuatan insektisida ini dimulai dari penghalusan daun pepaya, pencampuran dengan air, hingga tahap penyaringan untuk menghasilkan larutan semprot yang siap digunakan. Kegiatan praktik ini tidak hanya meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani, tetapi juga mendorong kemandirian mereka dalam memproduksi insektisida nabati secara mandiri. 

Hal ini diharapkan dapat menurunkan ketergantungan pada insektisida kimia yang selama ini sering menimbulkan masalah resistensi hama dan pencemaran lingkungan.


Pengambilan daun papaya yang akan dijadikan insektisida nabati yang ramah lingkungan (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fikri)


Keunggulan insektisida daun papaya ini terletak pada mekanisme kerjanya yang selektif dan berkelanjutan. Berbeda dengan insektisida kimiawi yang membunuh semua serangga (termasuk predator alami seperti laba-laba dan kepik), senyawa flavonoid dalam ekstrak pepaya hanya menyerang sistem pernapasan hama sasaran.

Sifatnya yang mudah terurai (<48 jam) juga mencegah akumulasi residu di tanah—sesuai temuan Ariyanti (2017) dan Kardinan (2002). Fakta ini diperkuat uji laboratorium sederhana tim KKN meliputi tanaman sawi yang disemprot insektisida nabati aman dikonsumsi 2 hari setelah penyemprotan, sementara versi kimia membutuhkan 14 hari waiting period. 

"Kami sedang mengembangkan formula kombinasi dengan serai dan daun sirsak untuk perluasan spektrum pengendalian," tambah Fikri.


Sosialisasi pemanfaatan insektisida nabati dari daun papaya kepada masyarakat di Nagari Nan Limo (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fikri)


Program ini tidak berhenti pada teori semata. Mahasiswa, didampingi dosen pembimbing dan Wali Nagari Nan Limo, secara langsung turun ke lapangan melakukan sosialisasi, demonstrasi pembuatan, serta pendampingan teknis intensif kepada kelompok tani. 

Dalam sesi wawancara, Pak Rozi, salah satu petani peserta pelatihan, mengungkapkan antusiasmenya "Selama ini kami sering panik saat adanya serangan hama, terpaksa beli pestisida kimia yang harganya terus naik dan bikin resah karena efeknya ke tanah dan kesehatan. 

Pelatihan ini membuka mata kami, ternyata solusinya ada di sekitar kita. Daun pepaya yang biasanya cuma dibuang, bisa jadi senjata ampuh. Cara buatnya pun diajarkan dengan jelas pakai alat sederhana seperti ember dan saringan.

" Pendekatan praktis ini bertujuan membentuk unit produksi lokal, menyediakan modul panduan mandiri, dan pada akhirnya menekan penggunaan insektisida kimia di lahan secara signifikan.
Kegiatan praktik ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis petani. 

Fikri Maulana Siregar, ketua program ini, menekankan pentingnya kemandirian: "Target utama kami bukan hanya memberi tahu, tapi memastikan bapak-bapak ibu-ibu betul-betul mampu memproduksi sendiri.

Kami tunjukkan dari memilih daun yang bagus, menghitung takaran, sampai penyimpanan larutan. Respon mereka sangat positif, banyak yang langsung mempraktikkan di kebun sendiri setelah pelatihan." Kemandirian ini diharapkan memutus ketergantungan pada insektisida kimia yang kerap memicu resistensi hama dan mencemari lingkungan.


Pengaplikasian dan pengimplementasikan insektisida nabati di lahan kopi (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fikri)


Terkait pengembangan inovasi, Fikri menambahkan wawasan timnya: "Berdasarkan diskusi dengan petani dan pengamatan di lapangan, kami menyadari kebutuhan akan spektrum pengendalian yang lebih luas. 

Saat ini, kami sedang aktif mengembangkan formula kombinasi dengan bahan lokal lain seperti serai dan lengkuas. Serai dikenal mengandung sitronelal yang ampuh mengusir serangga, sementara lengkuas memiliki senyawa yang bersifat fungisida. 

Harapannya, formula gabungan ini bisa memberikan perlindungan lebih komprehensif terhadap berbagai jenis hama dan penyakit tanaman dengan tetap mempertahankan prinsip ramah lingkungan dan mudah dibuat petani." Pengembangan ini menunjukkan komitmen untuk terus berinovasi sesuai kebutuhan di lapangan.
Kunci keberhasilan program KKN ini terletak pada kolaborasi dan komunikasi aktif yang terjalin erat antara mahasiswa, akademisi (dosen pembimbing lapangan), dan petani selaku pelaku utama di lapangan.

Transfer teknologi pertanian berkelanjutan membutuhkan pendekatan partisipatif. Untuk itu, tim KKN melakukan evaluasi dan pendampingan berkala, baik selama pelatihan intensif maupun setelahnya. 

"Kami buka ruang diskusi lebar-lebar," jelas Fikri. "Setiap kendala yang dihadapi petani saat mempraktikkan, seperti efektivitas pada hama tertentu atau penyesuaian konsentrasi untuk jenis tanaman berbeda, kami bahas bersama untuk mencari solusi terbaik. Pendampingan pasca-KKN juga kami rancang agar inovasi ini benar-benar hidup dan berkembang di masyarakat, tidak berhenti saat kami pulang dari Nagari." 

Pendekatan ini memastikan penerimaan dan keberlanjutan program.

Dukungan penuh dari pemangku kebijakan lokal juga menjadi faktor pendorong signifikan. Wali Nagari Nan Limo menyampaikan apresiasi dan komitmennya: "Program dari adik-adik mahasiswa Unand ini sangat sejalan dengan visi kami mewujudkan pertanian organik yang berkelanjutan ujar Pak Wali Nagari nan Limo. 

Inovasi insektisida nabati dari daun pepaya ini bukan hanya menjawab masalah teknis petani, tapi juga membuka potensi ekonomi baru. 

Pemerintah Nagari berkomitmen mendukung penuh kelanjutan program ini, mulai dari memfasilitasi kelompok tani untuk memiliki alat produksi yang lebih memadai, mendorong pembuatan panduan tetap, hingga mempertimbangkan insentif bagi petani yang berhasil mengurangi ketergantungan pada bahan kimia. Ini adalah langkah nyata menuju kedaulatan pangan dan kelestarian lingkungan di Nagari kami."

Dampak jangka panjang dari pengaplikasian insektisida nabati daun pepaya ini sangat menjanjikan bagi Nagari Nan Limo. 

Selain peningkatan pendapatan petani akibat penghematan biaya pembelian insektisida kimia dan potensi peningkatan kualitas serta harga jual produk organik, kesehatan lingkungan pertanian juga akan terjaga lebih baik. 

Pengurangan residu kimia beracun di tanah dan air serta pelestarian musuh alami hama menciptakan ekosistem pertanian yang lebih seimbang. 

Dengan sinergi kuat antara akademisi, mahasiswa, petani, dan pemerintah lokal, terwujudnya pertanian organik berkelanjutan di jantung Sumatera Barat bukan lagi sekadar impian, tetapi sebuah tujuan yang sedang dirajut bersama langkah demi langkah.

Inovasi sederhana berbasis kearifan lokal ini menjadi bukti nyata bahwa solusi pertanian masa depan bisa dimulai dari sumber daya yang tersedia di sekitar kita. (*) 

Nagari Nan Limo, 27 Juli 2025

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update