Notification

×

Iklan

Iklan

Diskusi Seni Kuflet Kupas Seni Rupa Kontemporer, Hadirkan Akademisi ISI Padang Panjang

30 Agustus 2025 | 20:43 WIB Last Updated 2025-08-30T23:51:32Z


Padang Panjang, pasbana- Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang kembali menggelar diskusi mingguan yang konsisten dilaksanakan setiap Sabtu. Pada pertemuan terbaru, Sabtu (30/8), tema yang diangkat adalah Seni Rupa Kontemporer dengan menghadirkan narasumber Hamzah, S.Sn., M.Sn., dosen Seni Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang. 

Diskusi dipandu oleh Fajri Rahmat Ilahi dan diikuti sejumlah peserta dari kalangan seniman, mahasiswa, hingga pemerhati seni.

Bendahara Kuflet, Maharani, menyebutkan bahwa kegiatan ini menjadi wadah bagi pelaku seni dan masyarakat untuk memahami perkembangan seni rupa dalam perspektif akademis maupun pengalaman praktis.

 “Kami ingin menghadirkan diskusi yang tidak hanya menambah wawasan, tapi juga menghubungkan teori dan praktik seni di lapangan,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Hamzah menekankan bahwa seni kontemporer lahir dari perjalanan panjang sejarah seni rupa. Pada masa lalu, seniman lebih banyak berkarya atas permintaan penguasa atau lembaga tertentu, seperti melukis mural gereja atau membuat potret raja. 

Namun, seiring perkembangan zaman, seniman mulai memperjuangkan kebebasan individu.

“Perubahan itu menjadikan seni kontemporer sebagai bentuk ekspresi yang bebas, tidak lagi terikat oleh patron tertentu, tetapi lahir dari refleksi pribadi seniman,” kata Hamzah, alumnus Magister Seni Rupa ISI Yogyakarta.




Diskusi semakin interaktif ketika salah seorang peserta, Nofal, menanyakan apakah seni abstrak termasuk bagian dari seni kontemporer. Menanggapi pertanyaan tersebut, Hamzah menjelaskan bahwa seni abstrak kerap disalahpahami.

“Banyak orang mengira lukisan abstrak bisa dibuat siapa saja, bahkan anak kecil sekalipun. Padahal, seni rupa abstrak merupakan puncak dari perkembangan seni rupa. Untuk memahaminya, seseorang harus menguasai unsur-unsur dan prinsip seni rupa terlebih dahulu. Inspirasi, refleksi, pengalaman, serta akumulasi pikiran dan perasaan senimanlah yang kemudian menyatu dalam karya,” terangnya.

Hamzah juga menambahkan bahwa warna dalam karya seni memiliki makna psikologis yang dalam. Ada warna panas, warna dingin, konvensi umum, hingga simbol personal dari setiap seniman. “Warna tidak hanya sekadar bentuk visual, tetapi juga membawa pesan dan emosi,” ujarnya.

Pertanyaan lain datang dari Tika, salah seorang peserta yang menyinggung hubungan seni kontemporer dengan kaligrafi. Hamzah kemudian membedakan kaligrafi klasik dengan kontemporer.



“Kaligrafi naskah atau klasik biasanya hitam polos dengan aturan baku yang ketat.

Sementara kaligrafi kontemporer memberi ruang kebebasan, termasuk penggunaan warna, selama hasil akhirnya membentuk satu kesatuan yang indah dan menarik,” jelasnya.

Pentingnya Ruang Diskusi Seni
Diskusi mingguan yang diinisiasi Kuflet ini dinilai penting sebagai ruang belajar bersama sekaligus memperkuat ekosistem seni di Padang Panjang, kota yang dikenal sebagai pusat pendidikan seni di Sumatera Barat.

“Dengan adanya forum ini, seniman muda maupun masyarakat bisa memahami bahwa seni kontemporer bukan sekadar gaya baru, tetapi bagian dari dinamika peradaban,” kata Hamzah menutup diskusi.

Komunitas Seni Kuflet berencana melanjutkan seri diskusi dengan tema-tema lain yang relevan, sejalan dengan visi mereka menjadikan seni sebagai ruang dialog terbuka dan inklusif.(*/ Teuku Faruq)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update