Pasbana - Di tengah dunia yang bergerak cepat dan sering kali penuh gejolak emosi, ada satu nilai yang mulai langka namun sangat berharga: kelapangan dada.
Dalam percakapan sehari-hari, mungkin kita menyebutnya "sabar", "legowo", atau "nggak baperan".
Tapi di balik istilah-istilah sederhana itu, tersembunyi kekuatan jiwa yang justru bisa menjadi penyelamat di tengah badai kehidupan modern.
Dunia yang Mudah Tersulut
Padahal, jika kita menengok ke belakang—ke teladan para tokoh agung dalam sejarah Islam—kita bisa menemukan cara yang lebih anggun untuk menyikapi hidup: berlapang dada.
Rasulullah ﷺ dan Seni Menahan Amarah
Justru beliau tersenyum dan memberikan harta kepada si Badui. Rasulullah ﷺ lalu bersabda:
"Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu meluapkannya, Allah akan penuhi hatinya dengan ketenteraman dan keimanan."
(HR. Abu Dawud)
"Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu meluapkannya, Allah akan penuhi hatinya dengan ketenteraman dan keimanan."
(HR. Abu Dawud)
Contoh ini bukan hanya tentang kelembutan, tapi tentang kekuatan karakter. Di saat kita ingin membalas, justru menahan diri adalah kemenangan yang sesungguhnya.
Arab Badui yang Kencing di Masjid
Kisah ini mungkin terdengar menggelitik bagi sebagian orang. Seorang Arab Badui pernah kencing di masjid. Para sahabat pun naik pitam.
Namun, Rasulullah ﷺ justru berkata:
"Biarkan dia, jangan hentikan."
(HR. Bukhari)
"Biarkan dia, jangan hentikan."
(HR. Bukhari)
Setelahnya, beliau sendiri yang membersihkan, lalu dengan lembut memberi nasihat kepada orang itu. Inilah kekuatan akhlak yang menyejukkan, bukan memanaskan suasana.
Keteladanan Abu Bakar dan Umar: Marah Boleh, Tapi Jangan Dikuasai
Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah dicela dengan kata-kata kasar. Tapi yang keluar dari lisannya hanya doa: "Ya Allah, ampunilah mereka. Sesungguhnya mereka tidak tahu."
Begitu juga Umar bin Khattab, yang dikenal tegas, pernah ditanya kenapa tidak membalas hinaan. Ia menjawab bijak: "Aku tak ingin memutuskan sesuatu karena amarah."
Luar biasa, bukan?
Luar biasa, bukan?
Kelapangan Dada Itu Seperti Lautan
"Kelapangan dada menjadikan hati seperti lautan yang mampu menampung segala gelombang tanpa merasa sempit."
Bayangkan jika hati kita seluas samudera. Tak ada ombak yang bisa membuat kita tenggelam, hanya jadi riak kecil yang segera hilang.
Islam: Agama yang Mengajarkan Empati dan Kesabaran
Sikap lapang dada juga bukan sekadar etika personal, tapi menjadi bagian dari tuntunan ilahi.
Dalam Surah Al-A’raf ayat 199, Allah memerintahkan:
"Berlapang-datalah, suruhlah kepada kebaikan, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."
"Berlapang-datalah, suruhlah kepada kebaikan, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."
Ini bukan hanya ajaran untuk menjadi “lembek”, tapi justru bentuk keimanan yang matang. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah yang di bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu."
(HR. Tirmidzi)
"Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah yang di bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu."
(HR. Tirmidzi)
Relevansi di Era Kini
Psikolog modern pun sepakat bahwa kemampuan untuk menahan emosi dan memahami perspektif orang lain merupakan indikator kecerdasan emosional yang tinggi—dan ini berdampak besar terhadap kesehatan mental dan relasi sosial.
Dalam sebuah studi yang dimuat di Journal of Personality and Social Psychology, para peneliti menemukan bahwa individu yang mampu menahan emosi negatif dan merespons dengan cara positif memiliki tingkat stres lebih rendah dan kebahagiaan lebih tinggi.
Jadi, bersikap sabar dan berlapang dada bukan hanya mulia, tapi juga menyehatkan.
Jadi, Masih Ingin Marah Hari Ini?
Lapang dada bukan berarti lemah. Justru itulah kekuatan sejati. Di dunia yang penuh ego dan kebisingan, orang-orang yang memilih bersikap lembut dan tenang adalah mereka yang sebenarnya paling kuat.
Seperti langit yang tak pernah menolak awan, seperti bumi yang setia menerima hujan—begitulah hati yang lapang: tempat segala perbedaan bisa tumbuh dengan damai.
Maka, mari berlatih berlapang dada. Karena di situlah letak keindahan hati dan ketenangan hidup.(*)