Notification

×

Iklan

Iklan

Slow Living, Hard Achieving: Tren Baru Gaya Hidup Finansial Anak Muda yang Mulai Dilirik Investor

16 Agustus 2025 | 07:43 WIB Last Updated 2025-08-16T01:04:07Z



Pasbana - Banyak orang membayangkan kesuksesan finansial identik dengan tinggal di kota besar, memiliki properti bernilai tinggi, mobil mewah, dan gaya hidup serba cepat. 

Namun, realitas ekonomi dan dinamika pasar membuat sebagian masyarakat, terutama generasi muda, mulai melirik jalan berbeda: gaya hidup slow living, hard achieving.

Fenomena ini menarik, karena di balik kesederhanaan yang ditampilkan, ada strategi finansial yang justru bisa menjadi game changer bagi masa depan.

Apa Itu Slow Living, Hard Achieving?


Secara sederhana, konsep ini adalah hidup dengan ritme lambat namun tetap memiliki pencapaian finansial tinggi. Caranya?

Tinggal di desa atau pinggiran kota yang infrastrukturnya sudah cukup baik, bukan di kota besar dengan biaya hidup mahal.

Membangun rumah minimalis di lahan luas, lalu memanfaatkannya untuk menanam sayuran atau kebutuhan sehari-hari.

Mengurangi konsumsi berlebihan, termasuk dengan memilih kendaraan tua yang mudah dirawat sendiri.

Mengalokasikan dana ke investasi produktif seperti saham, obligasi, atau reksa dana, bukan habis untuk cicilan properti atau gaya hidup konsumtif.

Dengan kata lain, mereka meminimalkan ketergantungan pada negara dan pasar konsumsi, tetapi tetap menjaga arus uang mereka produktif lewat instrumen finansial modern.

Kenapa Tren Ini Muncul?
Harga Properti Melonjak


Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal II-2025 tumbuh 1,92% (yoy). 

Di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, harga rumah tapak sudah sulit terjangkau generasi milenial.

Biaya Hidup Kota Besar Berat
Menurut BPS, rata-rata pengeluaran rumah tangga di perkotaan 30% lebih tinggi dibanding pedesaan. 

Dari sewa rumah, transportasi, hingga makanan—semua jauh lebih mahal.

Akses Infrastruktur Meningkat
Jalan tol baru, internet cepat, dan layanan digital banking membuat tinggal di desa tidak lagi identik dengan keterbelakangan. 

Bahkan, bekerja remote sudah menjadi norma bagi banyak profesi.

Kesadaran Kesehatan dan Keberlanjutan
Menanam sayuran sendiri bukan hanya hemat, tapi juga sehat.

Konsep self-sufficiency ini sekaligus mengurangi ketergantungan pada rantai pasok global yang sering terguncang.

Strategi Finansial di Balik Slow Living


Banyak yang mengira gaya hidup sederhana ini berarti tidak ambisius. Faktanya justru sebaliknya: mereka menekan biaya hidup agar bisa mengalihkan dana ke instrumen investasi. 


Beberapa strategi yang sering dipakai:

Investasi di saham blue chip yang stabil, seperti perbankan atau sektor konsumer, untuk pertumbuhan jangka panjang.

Memanfaatkan obligasi ritel pemerintah (ORI/SBR) sebagai pendapatan pasif dengan risiko rendah.

Diversifikasi lewat reksa dana indeks atau ETF, agar lebih mudah tanpa harus memantau pasar setiap hari.

Menurut OJK, jumlah investor pasar modal Indonesia per Juni 2025 sudah menembus 13,7 juta orang, naik 16% dibanding tahun sebelumnya. Mayoritas adalah generasi muda, yang sangat mungkin mengadopsi pola pikir ini.


Tips Praktis Bagi Pembaca


Kalau Anda tertarik mencoba gaya hidup ini, ada beberapa langkah sederhana:

Hitung ulang biaya hidup Anda – bandingkan tinggal di kota besar vs daerah pinggiran.

Sisihkan minimal 20–30% penghasilan untuk investasi – jangan hanya simpan di tabungan.

Pelajari cara do it yourself – dari memperbaiki kendaraan hingga bercocok tanam, semua menghemat biaya.

Prioritaskan aset produktif, bukan konsumtif – saham, obligasi, dan keterampilan jauh lebih berharga daripada cicilan mobil terbaru.

Hidup Pelan, Finansial Tetap Melaju


Konsep slow living, hard achieving bisa menjadi jawaban atas dilema generasi muda menghadapi biaya hidup tinggi dan ketidakpastian ekonomi. 

Dengan hidup lebih sederhana, menekan konsumsi, dan mengalihkan dana ke instrumen investasi, mereka tidak hanya lebih mandiri tapi juga punya peluang mencapai kebebasan finansial lebih cepat.

Seperti kata Warren Buffett, “Do not save what is left after spending, but spend what is left after saving.” Prinsip inilah yang kini diwujudkan dengan cara berbeda oleh generasi baru investor: hidup pelan, tapi finansial tetap melaju.


📌 Yuk, terus ikuti artikel terkait investasi, pasar modal, dan strategi finansial lainnya di sini. Semakin tinggi literasi finansial kita, semakin kuat pula kita menghadapi tantangan masa depan.

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update