Pasbana - Memahami cara memilih saham yang punya peluang tumbuh, meski situasi ekonomi sedang “berawan” adalah salah satu strategi agar kita tetap survive di pasar saham.
Dan kita juga perlu mengenali manajemen perusahaan yang adaptif, bukan yang hanya “kopi pagi, kerja seadanya".
Satu lagi, menghindari jebakan mimpi investasi yang tidak sejalan dengan realita—dengan analogi yang mudah dimengerti, bukan bahasa awam yang bikin pusing kepala.
1. Pilih yang Masih Tumbuh—Walau Sekarang Aja Sudah Cuacanya Mendung!
Bayangkan kamu sedang berkebun. Tanaman yang masih bertunas di tanah gersang memberikan harapan.
Begitu juga di pasar saham: perusahaan yang masih bertumbuh di kondisi penuh tantangan patut kamu soroti.
Jika sekarang saja bisa bertumbuh—apalagi nanti kalau cuacanya mulai cerah?
Tip praktis: Lihat indikator sederhana seperti pendapatan (revenue) atau volume penjualan—apakah masih menunjukkan tren naik?
2. Manajemen Adaptif = Penyelamat Investasi
Namun kalau kaptennya masih gaya “itu-itu saja”—wah, bisa-bisa tenggelam.
Tips: Cari tahu siapa CEO-nya, bagaimana track record mereka menghadapi krisis (Covid-19 misalnya), atau inovasi produk/layanan yang mereka keluarkan saat ekonomi lesu.
3. Kemampuan Bertahan: Utang Terkendali, Arus Kas Lancar
Utang aman — utangnya tidak menggunung hingga mengerdilkan laba
Cash flow sehat — dana masuk rutin, bisa bayar utang dan operasional tanpa stres
Contoh nyata: Ada emiten A yang selama 3 tahun terakhir selalu punya free cash flow positif—meski laba sempat merosot, arus kas tetap stabil. Itu tanda perusahaan punya fondasi yang kuat.
4. Story vs Realita: Pastikan Kinerjanya Sejalan
Analoginya: Jangan hanya terpesona lagu merdu penyanyi, pastikan juga suaranya bagus di live show, bukan cuma di studio.
Langkah praktis: Bandingkan proyeksi manajemen dengan performa riil—laba, margin, rasio-rasio finansial—apakah sesuai atau banyak meleset?
5. “Beli Masa Depan”? Hitung Potensinya!
Emang keren sih kalau kamu bisa “miliki masa depan”—tapi seberapa besar nilainya, dan seberapa realistis itu?
Estimasi sederhana: Kalikan proyeksi pertumbuhan (misalnya 10–20 % per tahun) dengan berapa lama kamu bertahan.
Ambil angka konservatif, misalnya pertumbuhan cuma di angka terendah.
Kemudian bandingkan dengan harga sekarang—apakah wajar atau terlalu mahal?
Contoh: Kalau perusahaan diperkirakan tumbuh 15 % per tahun selama 5 tahun, maka nilai uraiannya adalah (1,15^5 ≈ 2).
Jika harga sahamnya 10.000 rupiah, nilai proyeksi bisa sekitar 20.000 rupiah. Tapi kalau potensi itu cuma 50 %, berarti kamu harus realistis: mungkin harga wajarnya cuma 15.000 rupiah.
6. Jangan Terlalu Jauh dari Realita
Mimpi boleh tinggi, tapi kaki harus tetap menapak tanah. Ingat: banyak investor tergiur cerita “manis” tapi lupa cek kondisi keuangan riil.
Kiat: Selalu gunakan data—laporan keuangan, rasio utang, arus kas, dan newsflow terbaru—untuk grounding investasi kamu.
Rangkuman Praktis (Checklist “Saham Tahan Zaman”):
Growth: Revenue atau volume jual masih naik
Manajemen adaptif: Inovasi dan respons cepat terhadap pasar
Survival: Utang terkontrol, arus kas sehat
Story vs Realitas: Kinerja riil mendukung janji manajemen
Valuasi realistis: Proyeksi konservatif sudah dihitung
Grounded: Data dan angka menjadi pegangan, bukan hanya cetar omongan.
(*)