Pasbana - Apa sih yang sebenarnya dicari para partisipan pasar modal? Jawaban paling sederhana: keuntungan.
Mau pakai analisis fundamental ala investor jangka panjang, atau analisis teknikal ala trader harian, tujuan akhirnya tetap sama: mencari return yang maksimal dari uang yang kita tanamkan.
Namun, ada satu faktor yang sering kali lebih menentukan hasil ketimbang strategi: psikologi dan mindset.
Inilah yang membedakan mereka yang bisa meraih “daging tebal” dari sebuah saham, dengan mereka yang hanya kebagian remah-remah alias “uang receh”.
Fenomena ‘Pencari Recehan’
Anda mungkin sering membaca curhatan seperti ini di lini masa:
“Aduh, baru jual, eh malah naik tinggi. Cuma kebagian 5% doang.”
“Nanti kalau turun lagi, gue serok bawah deh.”
“Ya sudahlah, rezeki gue segini aja.”
Di permukaan, kata-kata itu terdengar pasrah. Tapi jika dicermati, sebenarnya itu cermin dari psikologi takut kehilangan (fear of missing out / FOMO) sekaligus takut rugi (loss aversion).
Akibatnya, banyak trader yang terlalu cepat mengambil keuntungan kecil, lalu menyesal karena melewatkan potensi cuan besar ketika saham justru melesat.
Contohnya bisa kita lihat dari saham-saham yang naik ratusan persen sepanjang tahun ini, seperti BREN dan AMMN.
Banyak investor yang buru-buru keluar setelah cuan tipis, padahal secara tren harga dan sentimen pasar, saham tersebut masih punya ruang kenaikan yang lebar. Mereka yang “sabar” justru panen besar.
Kenapa Bisa Terjadi?
Psikologi “pencari receh” ini biasanya lahir dari beberapa hal:
Tidak tahu apa yang dibeli
Hanya ikut-ikutan teman, grup WhatsApp, atau rekomendasi influencer, tanpa analisis jelas.
Takut kehilangan profit kecil
Melihat portofolio hijau sedikit saja, langsung ingin direalisasi.
Kurang percaya diri
Tidak yakin dengan analisanya sendiri, sehingga mudah goyah begitu melihat pergerakan harga jangka pendek.
Kebiasaan ‘self-justification’
Saat saham melesat setelah dijual, muncul kalimat penghibur: “Memang rezeki gue segini aja.” Padahal, rezeki juga soal bagaimana kita memanfaatkan peluang.
Mindset: Dari Receh ke Daging
Analogi sederhananya begini: kalau Anda masuk ke restoran steak, apakah Anda hanya makan salad pembuka lalu langsung pulang? Tentu tidak. Anda ingin menikmati potongan daging utamanya.
Di pasar saham pun sama. Kalau strategi Anda sudah benar, kenapa buru-buru keluar hanya demi recehan? Ingat, saham besar bisa memberikan return berkali-kali lipat jika Anda sabar dan konsisten.
Film Jerry Maguire pernah mempopulerkan kalimat “Show me the money!” — yang kurang lebih berarti jangan puas dengan recehan, cari hasil yang besar dan signifikan.
Tips Praktis Agar Tidak Jadi Pencari Recehan
Kenali saham yang Anda beli
Jangan hanya ikut-ikutan. Pahami fundamental atau pola teknikalnya.
Tetapkan target sejak awal
Tentukan target cuan realistis (misalnya 20–30%) dan stop-loss sebelum masuk. Jangan ubah-ubah di tengah jalan hanya karena panik.
Kurangi pantau berlebihan
Running trade yang terus-terusan dipantau bisa memicu emosi. Jika strategi Anda sudah jelas, percayakan prosesnya.
Bangun mental ‘big picture’
Jangan buru-buru puas dengan 3–5%. Jika saham punya momentum besar, sabar menunggu “dagingnya” akan lebih rewarding.
Pasar saham bukan tempat berburu recehan. Ia adalah ladang yang bisa memberi “daging tebal” bagi mereka yang memiliki strategi, disiplin, dan mental yang kuat.
Seperti kata seorang investor senior: “Rezeki memang sudah diatur, tapi kesempatan harus dimanfaatkan. Pasar saham selalu memberi peluang, tinggal kita siap atau tidak untuk mengambilnya.”
Jadi, buang jauh-jauh mental pencari receh. Bentuk pola pikir sebagai pencari “daging”. Dengan begitu, perjalanan investasi Anda akan jauh lebih bermakna, bukan sekadar menunggu portofolio hijau sebentar lalu menyesal setelahnya.(*)