Notification

×

Iklan

Iklan

Wakaf: Investasi Abadi yang Tak Pernah Rugi

18 September 2025 | 06:39 WIB Last Updated 2025-09-18T00:38:53Z


Pasbana - Pernahkah Anda berjalan di tengah kota dan mendongak ke gedung-gedung megah yang menjulang? Kaca berkilauan, batu kokoh, seolah menantang waktu. 

Tapi, percayalah—sekuat apa pun bangunan itu, suatu hari ia akan lapuk, runtuh, dan tinggal cerita.
Berbeda dengan wakaf. Ia bukan sekadar tanah, bangunan, atau uang. 

Wakaf adalah “bangunan” yang justru makin kokoh seiring waktu, bahkan setelah pemiliknya tiada. Ia ibarat pohon rindang yang buahnya bisa dinikmati siapa saja, dari generasi ke generasi.

Wakaf dalam Pandangan Islam


Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadis sahih riwayat Muslim:
"Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya."

Nah, wakaf adalah bentuk paling nyata dari sedekah jariyah itu. Bayangkan, pahala dari wakaf akan terus mengalir selama manfaatnya masih dirasakan orang lain—meski sang pewakaf telah lama pergi.

Jejak Wakaf dalam Sejarah


Sejarah mencatat langkah para sahabat Nabi yang menginspirasi. Umar bin Khattab RA, misalnya, mewakafkan sebidang tanah subur di Khaibar setelah mendapat arahan dari Nabi SAW. 

Tanah itu tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan, melainkan hasilnya disalurkan untuk fakir miskin, kerabat, dan kepentingan umat.

Atau Utsman bin Affan RA, yang membeli sumur Raumah di Madinah dengan harga mahal dan mewakafkannya untuk masyarakat. Air dari sumur itu menjadi sumber kehidupan warga, dan pahala Utsman terus mengalir hingga kini. 

Bahkan, menurut catatan sejarah, sebagian keuntungan dari aset wakaf Utsman masih digunakan hingga era modern, termasuk untuk pembangunan fasilitas umum di Madinah.

Tak hanya sahabat Nabi, para ulama besar pun ikut menorehkan jejak wakaf.

Abdullah bin Mubarak, seorang saudagar sekaligus ulama ternama, mewakafkan ilmu dan kitab-kitabnya. Perpustakaan wakafnya menjadi sumber pengetahuan bagi banyak generasi.

Wakaf: Investasi Sosial dan Akhirat


Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf tunai di Indonesia mencapai lebih dari Rp180 triliun per tahun, tetapi yang sudah terealisasi masih di bawah 10 persennya. 

Padahal, wakaf tunai bisa dikelola produktif untuk membangun sekolah, rumah sakit, beasiswa, hingga usaha kecil masyarakat.

Ekonom syariah dari Universitas Indonesia, Dr. Irfan Syauqi Beik, menyebut wakaf sebagai “instrumen filantropi yang bukan hanya menyejahterakan penerima manfaat, tapi juga menggerakkan roda ekonomi.” 

Dengan wakaf produktif, harta yang kita sumbangkan tidak habis sekali pakai, melainkan menghasilkan manfaat berulang.

Wakaf di Era Modern


Kini, wakaf semakin mudah dilakukan. Tak harus sebidang tanah atau bangunan megah.

Anda bisa mewakafkan uang mulai dari Rp10.000 melalui platform digital resmi seperti BWI, Dompet Dhuafa, atau Rumah Wakaf. 

Bahkan ada program wakaf produktif yang mengembangkan lahan pertanian, mendanai klinik kesehatan gratis, atau membiayai riset pendidikan.

Mengabadikan Nama di Lembaran Sejarah


Wakaf sejatinya bukan “kehilangan harta”, tapi “memindahkan aset duniawi” ke rekening akhirat yang abadi.

Setiap langkah orang yang melewati tanah wakaf, setiap buku yang dibaca dari perpustakaan wakaf, setiap pasien yang sembuh di rumah sakit wakaf—semuanya menjadi pahala baru untuk si pewakaf.

Maka, kalau ingin meninggalkan jejak yang tak lekang waktu, wakaf adalah cara paling indah. 

Ia menjadikan nama kita terukir dalam “taman keabadian” yang pahalanya terus mengalir, bahkan hingga berabad-abad setelah kita tiada.

Mau mulai berwakaf? 

Anda bisa mencoba wakaf tunai melalui platform digital tepercaya, atau berkonsultasi langsung dengan nazhir wakaf di kota Anda. 

Ingat, wakaf adalah cara kita memastikan bahwa kita pernah hidup, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk memberi manfaat yang melampaui usia kita.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update